Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Kamis, 18 Juli 2019 |
KalbarOnline,
Ketapang – Pegiat sosial perempuan dan anak Kabupaten Ketapang, Hartati
mendesak Pemerintah Kabupaten Ketapang membuat kebijakan terkait pelayanan dan
perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Desakan ini datang lantaran kasus kekeresan seksual terhadap
perempuan dan anak di Kabupaten Ketapang marak terjadi. Selain itu juga belum
ada regulasi yang dapat membantu para korban khususnya dalam biaya visum dan sebagainya.
“Kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak
sangat banyak terjadi di Ketapang dan hampir mayoritas korbannya merupakan
masyarakat dengan kemampuan ekonomi di bawah,” ujarnya saat diwawancarai awak
media, Kamis (18/7/2019).
Dirinya berujar, hampir semua korban sangat terbebani dengan
biaya di rumah sakit seperti biaya visum dan lainnya yang diperlukan untuk
kebutuhan dalam penanganan proses hukum.
“Selama ini kami dari pegiat bersama dengan keluarga korban
mencari solusinya apakah dengan patungan untuk membayar biaya visum dan lainnya
selama penanganan proses hukum. Tentu ini menjadi persoalan yang harus disikapi
serius oleh pemerintah daerah sebab para korban memiliki hak yang sama dalam
memperoleh pelayanan dan perlindungan,” tegasnya.
Ia juga menyebut pemerintah daerah dalam hal ini terkesan abai
mengenai nasib para korban dengan kurang pekanya terhadap kasus-kasus yang menimpa
korban khususnya soal biaya yang harus korban keluarkan, seperti untuk
melakukan visum korban harus mengeluarkan biaya total mencapai Rp275 ribu, padahal
korban harusnya bisa dibebaskan biaya lantaran tidak semua korban memiliki
kemampuan finansial.
“Padahal untuk membebaskan biaya visum khusus korban tidak
sampai membuat Pemda bangkrut, untuk itu harus ada keseriusan mengenai hal ini
dan kita berharap ada Keputusan Bupati yang mengatur hal ini dan harus ada
keseriusan semua pihak terkait untuk duduk satu meja memabahas persoalan ini,” pintanya.
Sementara Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang, Farhan mengaku
prihatin dengan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di
Ketapang. Untuk itu ia meminta semua pihak khususnya keluarga dapat
bersama-sama mengawasi dan menjadi benteng bagi anak-anak.
Sedangkan mengenai adanya harapan terkait pembebasan biaya
visum atau medis bagi para korban, ia berharap pihak terkait dalam hal ini baik
Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Ketapang serta Dinas
Sosial untuk dapat proaktif melakukan pendataan dan menyampaikan hal tersebut
kepada pihak terkait.
“Kita harap (KPPAD) dapat proaktif mendata karena lembaga
sudah dibentuk, sehingga bisa menjadi dasar dan data awal dalam pembahasan,” tukasnya.
Kendati demikian, ia juga berharap para korban untuk mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah yang nantinya akan dipelajari untuk
kemudian dibahas dan dilakukan langkah-langkah dalam penanggulangannya.
“Intinya Pemda terbuka dalam hal ini, sampaikan
permohonannya secara lengkap termasuk latar belakang korbannya, biar saya bisa
pelajari dan Insya Allah kita akan bantu,” imbuhnya.
Farhan juga menyebutkan bahwa kasus-kasus tersebut
sebenarnya dapat ditanggulangi dengan dua cara. Pertama, kata dia, dimasukan
dalam anggaran bantuan sosial yang tak terencana.
“Kedua, dimasukkan dalam aturan di rumah sakit terkait
khusus-khusus kasus-kasus seperti ini untuk dapat tidak ditarik bayaran,”
pungkasnya. (Adi LC)
KalbarOnline,
Ketapang – Pegiat sosial perempuan dan anak Kabupaten Ketapang, Hartati
mendesak Pemerintah Kabupaten Ketapang membuat kebijakan terkait pelayanan dan
perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Desakan ini datang lantaran kasus kekeresan seksual terhadap
perempuan dan anak di Kabupaten Ketapang marak terjadi. Selain itu juga belum
ada regulasi yang dapat membantu para korban khususnya dalam biaya visum dan sebagainya.
“Kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak
sangat banyak terjadi di Ketapang dan hampir mayoritas korbannya merupakan
masyarakat dengan kemampuan ekonomi di bawah,” ujarnya saat diwawancarai awak
media, Kamis (18/7/2019).
Dirinya berujar, hampir semua korban sangat terbebani dengan
biaya di rumah sakit seperti biaya visum dan lainnya yang diperlukan untuk
kebutuhan dalam penanganan proses hukum.
“Selama ini kami dari pegiat bersama dengan keluarga korban
mencari solusinya apakah dengan patungan untuk membayar biaya visum dan lainnya
selama penanganan proses hukum. Tentu ini menjadi persoalan yang harus disikapi
serius oleh pemerintah daerah sebab para korban memiliki hak yang sama dalam
memperoleh pelayanan dan perlindungan,” tegasnya.
Ia juga menyebut pemerintah daerah dalam hal ini terkesan abai
mengenai nasib para korban dengan kurang pekanya terhadap kasus-kasus yang menimpa
korban khususnya soal biaya yang harus korban keluarkan, seperti untuk
melakukan visum korban harus mengeluarkan biaya total mencapai Rp275 ribu, padahal
korban harusnya bisa dibebaskan biaya lantaran tidak semua korban memiliki
kemampuan finansial.
“Padahal untuk membebaskan biaya visum khusus korban tidak
sampai membuat Pemda bangkrut, untuk itu harus ada keseriusan mengenai hal ini
dan kita berharap ada Keputusan Bupati yang mengatur hal ini dan harus ada
keseriusan semua pihak terkait untuk duduk satu meja memabahas persoalan ini,” pintanya.
Sementara Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang, Farhan mengaku
prihatin dengan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di
Ketapang. Untuk itu ia meminta semua pihak khususnya keluarga dapat
bersama-sama mengawasi dan menjadi benteng bagi anak-anak.
Sedangkan mengenai adanya harapan terkait pembebasan biaya
visum atau medis bagi para korban, ia berharap pihak terkait dalam hal ini baik
Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Ketapang serta Dinas
Sosial untuk dapat proaktif melakukan pendataan dan menyampaikan hal tersebut
kepada pihak terkait.
“Kita harap (KPPAD) dapat proaktif mendata karena lembaga
sudah dibentuk, sehingga bisa menjadi dasar dan data awal dalam pembahasan,” tukasnya.
Kendati demikian, ia juga berharap para korban untuk mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah yang nantinya akan dipelajari untuk
kemudian dibahas dan dilakukan langkah-langkah dalam penanggulangannya.
“Intinya Pemda terbuka dalam hal ini, sampaikan
permohonannya secara lengkap termasuk latar belakang korbannya, biar saya bisa
pelajari dan Insya Allah kita akan bantu,” imbuhnya.
Farhan juga menyebutkan bahwa kasus-kasus tersebut
sebenarnya dapat ditanggulangi dengan dua cara. Pertama, kata dia, dimasukan
dalam anggaran bantuan sosial yang tak terencana.
“Kedua, dimasukkan dalam aturan di rumah sakit terkait
khusus-khusus kasus-kasus seperti ini untuk dapat tidak ditarik bayaran,”
pungkasnya. (Adi LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini