Kenali Penyebab Anemia pada Balita

Anemia adalah salah satu masalah kesehatan yang cukup umum terjadi pada anak-anak. Kondisi ini bisa mengganggu pertumbuhan balita yang juga ditandai dengan kelemahan atau kelesuan ektrem. Anemia dapat menyebabkan dampak jangka panjang yang parah, sehingga penting bagi orang tua untuk memahami penyebab anemia pada balita.

Baca juga: Beda Tipe Anemia, Beda Pula Penanganannya!

Penyebab Anemia pada Balita

Anemia adalah suatu kondisi di mana tubuh memiliki jumlah sel darah merah yang rendah. Jumlah sel darah merah yang rendah berdampak pula pada penurunan kadar hemoglobin, yakni senyawa pembawa oksigen dalam sel darah merah.

Kadar hemoglobin yang rendah menyebabkan sirkulasi oksigen dalam tubuh tidak tercukupi. Tanpa oksigen yang cukup, sel dalam tubuh tidak dapat melakukan tugasnya. Akibatnya, perkembangan tubuh balita dapat terhambat.

Sebelum mengetahui cara yang tepat untuk mengatasi kondisi berbahaya ini, Mums perlu mengetahui terlebih dulu penyebab anemia pada balita. Setidaknya terdapat 3 penyebab utama anemia pada balita, di antaranya:

1. Kerusakan sel darah dalam waktu cepat

Kerusakan sel darah merah adalah proses yang normal dan disebut dengan hemolisis. Namun, dalam kasus tertentu, tubuh tidak dapat menyeimbangkan laju kerusakan dan produksi sel darah merah. Akibatnya terjadi defisiensi, yang disebut anemia hemolitik. Kondisi ini bisa dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah genetik.

a. Penyakit sel sabit. Secara normal, sel darah merah berbentuk bulat dan memiliki permukaan cekung. Namun, gangguan genetik pada penyakit sel sabit menyebabkan sel darah merah berbentuk sabit abnormal atau menyerupai huruf C.

Ketidaknormalan ini menyebabkan sel-sel darah merah menjadi lengket dan menggumpal di dalam pembuluh darah. Akibatnya, jumlah darah merah yang beredah ke seluruh tubuh menjadi lebih sedikit dan membuat sel-sel tubuh lain kekurangan oksigen. Sel darah merah berbentuk sabit juga memiliki umur yang pendek, yakni hanya sekitar 10-20 hari. Sedangkan sel darah merah normal memiliki umur lebih panjang sekitar 120 hari.

Baca Juga :  Launching 2 GOTA OPD Kalbar, Pj TP PKK Windy Optimis Angka Stunting Tahun 2024 Menurun

b. Thalassemia. Kondisi ini disebabkan oleh gen yang hilang. Sumsum tulang menghasilkan lebih sedikit sel darah merah dari biasanya. Ini berarti ada lebih banyak sel darah merah yang mengalami kerusakan daripada yang diproduksi. Jumlah sel darah merah yang rendah membuat kadar hemoglobin menurun, sehingga menyebabkan anemia.

c. Spherocytosis herediter. Kondisi ini juga disebabkan oleh masalah genetik di mana sel darah merah memiliki bentuk bulat yang abnormal dengan kulit yang rapuh. Sel darah merah yang rusak ini juga memiliki umur pendek, sekitar 10-30 hari. Kerusakan sel darah merah yang terjadi begitu cepat dibanding waktu produksinya menyebabkan tubuh mengalami anemia.

d. Kekurangan G6PD. G6PD merupakan singkatan dari dehydrogenase glukosa-6-fosfat, yakni enzim yang diproduksi oleh sel darah merah untuk melindungi diri dari zat-zat berbahaya seperti obat-obatan atau patogen yang juga mengalir melalui darah.

Pada balita dengan defisiensi G6PD, sel darah merah tidak dapat menghasilkan enzim yang cukup atau enzim yang dihasilkan tidak berfungsi dengan benar. Akibatnya, G6PD tidak dapat melindungi sel-sel darah merah dan membuatnya lebih rapuh serta mudah hancur, yang akhirnya menyebabkan anemia.

Baca juga: Kenali Penyebab dan Cara Mengatasi Anemia

2. Produksi sel darah merah yang buruk

Ketika sumsum tulang tidak dapat menghasilkan jumlah sel darah merah yang cukup, kondisi ini dinamakan anemia aplastik. Ada sejumlah penyebab produksi sel darah merah yang buruk oleh sumsum tulang.

a. Kekurangan zat besi. Anemia kekurangan zat besi adalah jenis anemia paling umum terjadi pada bayi dan balita. Kondisi ini terjadi ketika balita tidak memperoleh asupan zat besi yang memadai.

Asupan zat besi yang rendah ini menyebabkan sumsum tulang tidak dapat memproduksi cukup hemoglobin, sehingga berdampak pada produksi sel darah merah dan menyebabkan anemia.

b. Kekurangan vitamin. Kekurangan vitamin B9 (folat), B12 (cobalamin), dan C (asam askorbat) dapat menyebabkan anemia. Kekurangan ini dapat terjadi karena kurangnya asupan makanan kaya vitamin atau konsumsi obat-obatan yang mengganggu penyerapan vitamin ini.

Baca Juga :  Cara Memberikan Pendidikan Seks kepada Anak

c. Anemia karena penyakit. Beberapa penyakit menyebabkan perlambatan atau bahkan penghentian sementara produksi sel darah merah. Beberapa penyakit tersebut di antaranya, leukimia (kanker), HIV/AIDS, dan myelofibrosis (penyakit sumsum tulang). Penyakit patogen seperti malaria juga dapat menyebabkan anemia jangka pendek di mana anemia disertai dengan demam malaria.

3. Hilangnya sel darah merah

Terkadang anemia juga bisa disebabkan karena tubuh kehilangan sel darah merahnya yang sehat. Berikut beberapa kondisi yang mungkin menyebabkan tubuh kehilangan sel darah merah.

a. Perdarahan karena cedera. Kehilangan banyak darah karena cedera eksternal atau internal dapat menguras sel darah merah yang sehat. Insiden kronis seperti mimisan juga dapat menyebabkan anemia. Sumsum tulang membutuhkan waktu untuk memproduksi kembali sel darah merah dan mengisi kekurangan, yang akhirnya menyebabkan kondisi anemia jangka pendek.

b. Anemia akut karena penyakit kronis. Penyakit kronis tertentu dapat menyebabkan sel darah merah sering keluar dari tubuh. Contohnya, penyakit radang usus (IBD), yang merupakan sekelompok penyakit yang memengaruhi sistem pencernaan. Kondisi ini menyebabkan peradangan dan pecahnya lapisan usus internal, menyebabkan perdarahan internal dan hilangnya sel darah merah melalui feses.

Nah, Mums itulah beberapa penyebab anemia pada balita. Dalam beberapa kasus, kondisi anemia bisa diatasi dengan pemberian suplemen zat besi, namun pada kasus-kasus lain yang disebabkan oleh adanya kelainan, diperlukan perawatan medis khusus yang harus dikonsultasikan dengan dokter. (BAG)

Baca juga: 5 Makanan yang Kaya Zat Besi untuk Mencegah Anemia

Referensi

Mom Junction. “Iron-Deficiency Anemia In Toddlers: Causes, Symptoms And Treatment“.

Comment