KalbarOnline.com, JAKARTA—Pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Tempo.co edisi 31 Juli 2020 bahwa dinasti politik sebagai ‘realitas politik yang dikehendaki masyarakat’ sangat patut untuk disayangkan sebab menunjukkan kekalahan yang nyata pada dinasti politik yang semakin menggurita dan menguasai kehidupan sosial politik kita.
Argumen bahwa “sejauh masyarakat memilih, itu secara demokratis adalah sah” adalah pengakuan bahwa elit parpol khususnya Partai Golkar tidak cukup memahami ancaman nyata dari praktek politik dinasti ini.
Hasil riset Nagara Institute pada pilar legislatif yakni DPR-RI hasil pemilu legislatif 2019, dan, pada pilar eksekutif yakni tiga (3) pilkada serentak (2015, 2017 dan 2018) menemukan bukti dinasti politik telah sangat jauh menguasai partai politik kita yang berdampak pada semakin dalamnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap parpol dan lembaga DPR itu sendiri.
Hal itu tercermin pada kualitas produk-produk DPR yakni UU yang dibuatnya, controling (pengawasan) terhadap pemerintah, serta, distribusi anggaran yang adil dan berkualitas pada tupoksi budgeting DPR. Terdapat 178 anggota DPR-RI hasil pileg 2019 yang terpilih atas peran dinasti politik mereka yang sedang berkuasa di berbagai pemerintahan daerah.
Tingkat kerusakan yang ditimbulkan dinasti politik dalam bidang eksekutif jauh lebih dalam lagi. Terdapat 56 kepala daerah –baik bupati, walikota dan gubernur—yang tercokok KPK karena korupsi. Belum lagi yang digarap Kejaksaan dan Kepolisian. Kualitas pemerintahan daerah juga jauh dari cukup.
Begitu sulit mencari pemerintahan daerah yang berkualitas. Terbaru, penangkapan Bupati Kutai Timur beserta istrinya (sebagai Ketua DPRD Kutim) menjadi bukti nyata kerusakan parah dinasti politik. Belum lagi pertengkaran eksekutif dan legislatif yang berakhir dengan ‘pemecatan’ Bupati Jember oleh seluruh parpol pengusungnya sendiri saat Pilkada.
Untuk itu, pernyataan Airlangga Hartarto atas nama Partai Golkar sulit dipahami melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh praktek politik dinasti yang sebenarnya tak layak lagi mendapat tempat. Terlebih Partai Golkar seharusnya berada di garis terdepan menghentikan praktek politik dinasti ini sebab Partai Golkar telah merasakan kesulitan serius setelah reformasi 1998 yang berhasil menumbangkan Orde Baru sebagai fase rezim yang mengembang- biakkan politik dinasti.
Nagara Institute memberikan 5 (lima) catatan kritis terhadap pernyataan Ketua Umum Partai Golkar tersebut;
Demikian sikap dan tanggapan Nagara Institute demi pengembalian marwah parpol dan penghormatan kepada rakyat sebagai pemilih. (NI)
KalbarOnline, Pontianak - Uang korupsi pembangunan Gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat (BP2TD) di…
KalbarOnline, Kapuas Hulu - Calon Wakil Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 1, Didi Haryono menyempatkan…
KalbarOnline - Jalan kaki merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik yang paling sederhana dan mudah…
KalbarOnline, Kapuas Hulu - Calon Wakil Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 1, Didi Haryono diminta…
KalbarOnline, Pontianak - Ketua DPW Partai Nasdem Kalimantan Barat sekaligus Ketua Tim Pemenangan Pasangan Midji-Didi,…
KalbarOnline, Jakarta - PT PLN (Persero) terus menggalang kolaborasi global demi mendukung upaya pemerintah dalam…