KalbarOnline.com – Pemerintah sudah membolehkan sekolah tatap muka di zona hijau dan kuning dengan syarat protokol kesehatan dijalankan ketat. Untuk mendukung hal itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengizinkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membiayai rapid test.
Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri mengatakan, penggunaan dana BOS untuk rapid test itu dimungkinkan sepanjang dana dari alokasi BOS itu ada.
“Dana BOS dimungkinkan digunakan untuk pembiayaan rapid test sepanjang dananya ada,” ujar Jumeri pada Bincang Sore melalui telekonferensi, Kamis (13/8/2020).
Hal ini dikatakan karena Jumeri mengetahui bahwa tidak semua sekolah memiliki persediaan anggaran BOS yang cukup untuk melakukan rapid test. Oleh karena itu, ujar mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah ini, penggunaan dana BOS untuk rapid test diserahkan langsung kepada kepala sekolah.
Jumeri malah mengapresiasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang melakukan swab tes kepada guru dan random tes kepada siswa yang dilakukan untuk persiapan Kalimantan Barat untuk membuka sekolah tatap muka.
“Ini contoh yang baik yang bisa kita sebarkan kepada seluruh pemerintah daerah. Bahwa pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk bisa melakukan swab tes kepada guru di sekolah maupun peserta didik,” katanya.
Dari hasil swab test di Kalimantan Barat itu, jelasnya, ketika diketahui ada guru dan siswa yang reaktif pemerintah daerah pun menunda pembukaan sekolah tatap muka di Pontianak.
“Artinya kita jadi tahu bahwa ada daerah yang memastikan bahwa protokol kesehatan prosedur pembukaan satuan pendidikan tatap muka itu ditaati dengan baik,” katanya.
Peerlu diketahui, pemerintah melakukan relaksasi pembukaan sekolah untuk zona kuning. Pembukaan sekolah boleh dilakukan di zona hijau dan kuning dengan persyaratan disetujui Pemerintah Daerah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, dan orang tua peserta didik. Jika orang tua tidak setuju maka peserta didik tetap belajar dari rumah dan tidak dapat dipaksa.
Pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat 30 persen hingga 50 persen dari standar peserta didik per kelas. Standar awal 28 hingga 36 peserta didik per ke las, dibatasi menjadi 18 peserta didik untuk jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK.
Kemudian untuk sekolah luar biasa yang awalnya lima hingga delapan peserta didik per kelas, menjadi hanya lima peserta didik per kelas. Selanjutnya, untuk jenjang PAUD standar awal 15 peserta didik per kelas menjadi lima peserta didik per kelas.
Begitu juga untuk jumlah hari dan jam belajar juga akan dikurangi, dengan sistem bergiliran rombongan belajar yang ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Jika sekolah di zona kuning dan hijau kembali dibuka, maka harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Jarak antarpeserta didik 1,5 meter, tidak ada aktivitas kantin, tempat bermain, maupun aktivitas olah raga.
Jumeri menambahkan banyak satuan pendidikan di daerah 3T sangat kesulitan untuk melaksanakan PJJ karena minimnya akses digital.
Hal itu dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikososial anak secara permanen. Saat ini, 88 persen dari keseluruhan daerah 3T berada di zona kuning dan hijau.
Dengan adanya penyesuaian tersebut, maka satuan pendidikan yang siap dan ingin melaksanakan pembelajaran tatap muka memiliki opsi untuk melaksanakannya secara bertahap dengan protokol kesehatan yang ketat. [rif]
Comment