KalbarOnline.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) buka-bukaan mengenai pemerintah yang menggunakan jasa influencer. Dari temuan tersebut didapatkan data bahwa pemerintah gelontorkan dana hampir sebesar Rp 90,45 miliar hanya untuk influencer sejak 2014.
Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian melihat tidak adanya kesalahan dari pemerintah dalam menggandeng influencer untuk melakukan promosi. “Saya tidak melihat salahnya di mana. Kecuali influencer digunakan untuk menyampaikan kebohongan. Kalau untuk menyampaikan kebenaran why not?,” ujar Donny kepada wartawan, Sabtu (22/8).
Donny menambahkan, data yang dibuka oleh ICW tersebut harus dilihat secara detail. Tidak semua anggaran tersebut dikucurkan untuk memakai jasa influencer. Menurut Donny, Rp 90 miliar itu bagian dari anggaran kehumasan untuk promosi dan alokasi iklan di media massa. Sehingga tidak semuanya untuk influencer. “Jadi Rp 90 miliar itu kan anggaran kehumasan. Kehumasan banyak slotnya misalnya iklan layanan masyarakat utuk di media cetak, audio visual. Kemudian sosialiasi,” ungkapnya.
Diketahui, Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan pemerintah pusat telah menggelontorkan dana mencapai Rp 90,45 miliar hanya untuk influencer sejak 2014. Data ini diambil ICW dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Dalam pemaparannya, Egi mengatakan ICW menggunakan kata kunci influencer dan key opinion leader di LPSE sejak awal era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasilnya terdapat jumlah paket pengadaan mencapai 40 dengan kata kunci tersebut. “Anggarannya mencapai Rp 90.45 miliar. Anggaran belanja bagi mereka (influencer) semakin marak setelah 2017, mulai ada sejak itu. Hingga akhirnya meningkat di tahun-tahun berikutnya,” ujar Egi.
Egi mengatakan secara umum, total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital adalah Rp 1.29 triliun sejak 2014. Kenaikan signifikan terjadi dari 2016 ke 2017. Pada 2016, anggaran untuk aktivitas digital hanya Rp 606 juta untuk 1 paket pengadaan saja. Namun pada 2017, angka paketnya melonjak menjadi 24 dengan total anggaran Rp 535.9 miliar.
“Karena kami tak lihat dokumen anggaran, dan LPSE itu terbatas, maka tak menutup kemungkinan ini secara jumlah sebenarnya lebih besar. Bisa jadi lebih besar dari Rp 1,29 triliun, apalagi jika ditambah pemerintah daerah,” kata Egi.
Dari data tersebut, Egi mengatakan instansi yang paling banyak melakukan aktivitas digital adalah Kementerian Pariwisata dengan pengadaan 44 paket, disusul oleh Kementerian Keuangan dengan 17 paket, lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan 14 paket.
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…