KalbarOnline.com – Aksi pengambian secara paksa jenazah Covid-19 marak terjadi di beberapa daerah. Meskipun, Kepala Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Doni Monardo mengaku dari laporan yang ia dapatkan sudah berkurang kasus-kasus masyarakat yang menolak rapid test ataupun tes usap atau swab test.
Bahkan, kata, Doni, pihaknya telah membentuk tim mitigasi terkait penanganan virus korona di masyarakatnyang melibatkan seluruh pakar mulai dari antopolog, sosiolog dan psikolog.
“Bahkan kami juga menempatkan para dokter muda. Supaya tidak ada lagi salah paham atau miskomunikasi dari kasus pengambilan paksa jenazah Covid-19. Termasuk isu yang berhbungan jenazah tidak kena Covid-19 namun disebut tertular virus korona,” ujar Doni di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/8).
Kemudian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga digandeng oleh Satgas Covid-19. Itu diperuntukan melakukan sosialisasi perubahan prilaku dan mampu beradaptasi terhadap Covid-19.
Sehingga nantinya Kemendikbud dan PGRI bisa menumbuhkan kesadaran bagi para siswa terkait melakukan protokol kesehatan secara ketat. Sekaligus harapannya, supaya generasi muda mulai dari SD sampai perguruan tinggi bisa dalam satu struktur.
“Jadi pesan-pesan yang disampaikan bisa mengalir. Jadi kita harapkan perubahan prilaku kepatuhan terhadap protokol kesehatan bisa optimal melalui organisasi Kemendikbud,” ungkapnya.
Dokter Reisa
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay mempertanyakan kenapa tidak ada lagi dr Reisa Broto Asmoro yang kerap melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait virus korona atau Covid-19 di tanah air.
Karena menurut Saleh, adanya dr Reisa Broto Asmoro bisa meningkatkan imunitas tubih di masa pandemi virus korona di tanah air.
“Apalagi ini Reisa ternyata enggak masuk lagi. Ini jadi menurunkan keseriusan masyarakat dalam menonton gitu lho. Karena kalau ada dr Reisa itu setidaknya dapat meningkatkan imunitas,” ujar Saleh di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/8).
Selain itu Saleh juga mengaku kecewa kepada pemerintah yang tidak lagi melibatkan Achmad Yurianto dalam Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Padahal kala awal muncul virus korona, Achmad Yurianto sebagai juru bicara pemerintah.
“Jadi seakan-akan Achmad Yurianto ini dipecat dari gugus tugas. Begitu berganti jadi satgas enggak ada nama dia,” katanya.
Saleh juga mengatakan, kenapa setelah mendapatkan kritik, Satuan Tugas kembali menggandeng perwakilan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sehingga hal ini menjadi perhatian bagi dirinya.
“Bukan orangnya tapi lembaga ini (Kemenkes) harus masuk di situ. Jadi jangan sampai ditinggalkanlah Kemenkes ini,” ungkapnya.
Dalam Satuan Tugas Penanganan Covid-19 memang harus ada Kemenkes. Pasalnya dalam penanganan virus korona di tanah air jangan sampai diisi orang yang salah dalam bertugas.
“Jangan sampai urusan kesehatan ini dikerjakan orang yang enggak mengerti kesehatan. Kan aneh itu,” pungkasnya.
KalbarOnline - Kasus dugaan pengancaman dan pemerasan yang dilakukan mantan karyawan Ria Ricis kembali disidang…
KalbarOnline, Pontianak - Uang korupsi pembangunan Gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat (BP2TD) di…
KalbarOnline, Kapuas Hulu - Calon Wakil Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 1, Didi Haryono menyempatkan…
KalbarOnline - Jalan kaki merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik yang paling sederhana dan mudah…
KalbarOnline, Kapuas Hulu - Calon Wakil Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 1, Didi Haryono diminta…
KalbarOnline, Pontianak - Ketua DPW Partai Nasdem Kalimantan Barat sekaligus Ketua Tim Pemenangan Pasangan Midji-Didi,…