Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Selasa, 01 September 2020 |
KalbarOnline.com – Berkembang rencana penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite oleh Pertamina, karena keduanya memiliki Research Octane Number (RON) di bawah 92. Wacana itu dibahas dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PT Pertamina dan Komisi VII DPR RI pada Senin (31/8/2020).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan saat ini pihaknya masih mencoba mengelola agar masyarakat bisa beralih ke BBM dengan oktan 92 atau Pertamax. Sebab Premium dan Pertalite masih menjadi konsumsi paling besar di masyarakat.
“Kita akan mencoba melakukan pengelolaan hal ini karena sebetulnya premium dan pertalite ini porsi konsumsinya paling besar,” kata Nicke Widyawati.
Sementara, kata Nicke, penyederhanaan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) harus mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan No 20 Tahun 2019 yang mensyaratkan standar minimal RON 91.
“Premium Ron 88, Pertalite RON 90. Hanya 7 negara yang masih menjual produk gasoline di bawah RON 90, yakni Bangladesh, Colombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan, dan Indonesia,” sebutnya.
Menurutnya, padahal Indonesia masuk dalam kelompok negara yang memiliki GDP US$ 2.000 hingga US$ 9.000 per tahun. Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memasarkan jumlah jenis produk BBM paling banyak yakni 6 jenis produk.
“Jadi itu alasan yang paling penting kenapa kita perlu mereview kembali varian BBM ini, karena benchmark 10 negara seperti ini,” kata Nicke.
CEO Subholding Commercial and Trading Pertamina Mas’ud Khamid mengakui terjadi penurunan penjualan produk Premium sejak awal tahun 2019 hingga pertengahan 2020.
“Daily sales premium di awal 2019 di kisaran 31 ribu hingga 32 ribu kiloliter per day, Pertamax sekitar 10 ribu kl artinya penjualan premium tiga kali penjualan pertamax,” terang Mas’ud.
Memasuki Agustus 2020, penjualan premium menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 24 ribu kl per hari sementara Pertamax meningkat menjadi 11 ribu kl per hari.
KalbarOnline.com – Berkembang rencana penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite oleh Pertamina, karena keduanya memiliki Research Octane Number (RON) di bawah 92. Wacana itu dibahas dalam agenda Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PT Pertamina dan Komisi VII DPR RI pada Senin (31/8/2020).
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan saat ini pihaknya masih mencoba mengelola agar masyarakat bisa beralih ke BBM dengan oktan 92 atau Pertamax. Sebab Premium dan Pertalite masih menjadi konsumsi paling besar di masyarakat.
“Kita akan mencoba melakukan pengelolaan hal ini karena sebetulnya premium dan pertalite ini porsi konsumsinya paling besar,” kata Nicke Widyawati.
Sementara, kata Nicke, penyederhanaan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) harus mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan No 20 Tahun 2019 yang mensyaratkan standar minimal RON 91.
“Premium Ron 88, Pertalite RON 90. Hanya 7 negara yang masih menjual produk gasoline di bawah RON 90, yakni Bangladesh, Colombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan, dan Indonesia,” sebutnya.
Menurutnya, padahal Indonesia masuk dalam kelompok negara yang memiliki GDP US$ 2.000 hingga US$ 9.000 per tahun. Indonesia menjadi satu-satunya negara yang memasarkan jumlah jenis produk BBM paling banyak yakni 6 jenis produk.
“Jadi itu alasan yang paling penting kenapa kita perlu mereview kembali varian BBM ini, karena benchmark 10 negara seperti ini,” kata Nicke.
CEO Subholding Commercial and Trading Pertamina Mas’ud Khamid mengakui terjadi penurunan penjualan produk Premium sejak awal tahun 2019 hingga pertengahan 2020.
“Daily sales premium di awal 2019 di kisaran 31 ribu hingga 32 ribu kiloliter per day, Pertamax sekitar 10 ribu kl artinya penjualan premium tiga kali penjualan pertamax,” terang Mas’ud.
Memasuki Agustus 2020, penjualan premium menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 24 ribu kl per hari sementara Pertamax meningkat menjadi 11 ribu kl per hari.
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini