KalbarOnline.com – Program Penceramah Bersertifikat dikatakan harusnya tidak dilakukan Kementerian Agama (Kemenag). Sebab, segala kebijakannya berpotensi memiliki muatan politis. Hal ini diungkapkan Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf.
“Peningkatan kapasitas dai adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung kerja dakwah mereka di masyarakat. Akan tetapi, semenjak penunjukan Menag merupakan buah dari proses politik, sehingga segala kebijakannya berpotensi memiliki muatan politis dan menuai kecurigaan, maka seharusnya program ini tidak dilakukan oleh Kemenag,” terang dia dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI bersama Menteri Agama di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (8/9).
Lebih lanjut, anggota Baleg dari Fraksi PKS ini mengusulkan agar program tersebut dilakukan oleh lembaga non pemerintah, misalnya MUI atau ormas keagamaan. Sedangkan, Kemenag hadir untuk mendorong penyelenggaraan sertifikasi melalui lembaga tersebut dalam rangka memastikan substansi program tersampaikan dengan baik kepada sasaran tanpa menimbulkan kegaduhan publik.
Faktanya, semenjak wacana ini mencuat, banyak reaksi dari tokoh agama yang merasa keberatan, bahkan menolak. Di samping itu, sentimen ini makin diperparah dengan isu radikalisme yang baru-baru ini dilontarkan oleh Pak Menteri sehingga menimbulkan kondisi yang tidak kondusif.
“Saya khawatir apabila pengelolaan lembaga (Kemenag) terus dilakukan seperti ini, program-program yang semestinya membangun rahmatan lil alamin justru menjadi kontradiktif,” paparnya.
Terlebih, berdasarkan keterangan Menteri Agama, program Penceramah Bersertifikat akan menggandeng MUI, BPIP, BNPT, dan Lemhanas. Keberadaan BNPT bisa menimbulkan kesan seolah para penceramah ini membawa bibit radikalisme dan berpotensi menimbulkan stigma negatif kepada para dai/penceramah ini.
“Soal radikalisme ini memang masih debatable, dan Pak Menteri berkali-kali menyinggung isu ini sehingga menciptakan persepsi liar di publik. Oleh karena itu, terminologi radikalisme dan radikal perlu diluruskan. Dalam hemat saya, radikalisme adalah tindakan yang bermuara kepada pembubaran negara atau merebut kekuasaan/kepemimpinan yang sah,” sambungnya.
Sedangkan radikal, sambungnya, berkaitan dengan diskursus akademik, yakni kemampuan untuk memikirkan sesuatu sampai ke akarnya sehingga menghasilkan pengetahuan yang kuat dan pemahaman mendalam. Alhasil, apabila orang yang berpikir radikal dianggap sebagai kelompok yang bertentangan dengan bangsa dan negara. Bahkan dinilai intoleran, maka ada yang salah dengan cara berpikir negara.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline - Debut solo Irene Red Velvet "Like a Flower" dikabarkan akan dilakukan pada 26…
KalbarOnline, Pontianak - Atlet panjat tebing Indonesia, Veddriq Leonardo yang sukses meraih medali emas di…
KalbarOnline - Bulking adalah fase dalam program kebugaran di mana seseorang sengaja meningkatkan asupan kalori…
KalbarOnline, Ketapang - Mewakili Bupati Ketapang, Asisten Sekda Bidang Administrasi Umum Pemkab Kegapang, Devy Harinda…
KalbarOnline, Ketapang - Kepolisian Resort (Polres) Ketapang siap mengawal pelaksanaan tahapan pilkada serentak, mulai dari…
KalbarOnline, Ketapang - Dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, Polres Ketapang mengikuti zoom meeting “Launching…