KalbarOnline.com – Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, dijadwalkan tampil di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, pada Rabu (23/9/2020) mendatang pukul 09.00 waktu New York atau pukul 20.00 WIB.
Ia akan berbicara dalam panel tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang diprakarsai oleh Amerika Serikat. Selain Gus Yahya, demikian sapaan akrabnya, panelis lain yang juga akan berbicara adalah Profesor Hukum dari Universitas Harvard Mary Ann Glendon dan Aktivis Demokrasi asal Tiongkok Hu Ping.
“Saya akan memaparkan pandangan-pandangan dan wacana terkait HAM yang telah berkembang di lingkungan NU. Mulai dari teologi ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan) yang dicetuskan oleh KH Achmad Siddiq pada 1984,” jelas Gus Yahya, Selasa (22/9/2020) pagi.
Selain itu, ia juga akan memaparkan International Summit of Moderate Islamic Leaders (Isomil) yang dideklarasikan NU pada 2016. Tak hanya itu, Gus Yahya juga akan mengungkapkan soal Deklarasi Islam untuk Kemanusiaan pada 2017, Manifesto Nusantara 2018, dan Hasil Bahtsul Masal Munas NU di Banjar 2019.
Untuk diketahui, Panel di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa besok bertujuan untuk melakukan dialog berbagai pandangan dengan tradisi-tradisi yang berbeda. Dalam hal ini dengan Islam (Nahdlatul Ulama) dan Konfusianisme.
Panel akan dibuka oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB, Kelly Craft, dan pidato kunci oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael R Pompeo sendiri. Acara yang dilangsungkan secara daring ini akan dipandu oleh Biro Demokrasi, HAM, dan Tenaga Kerja Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Robert A Destro.
Pada 8 Juli 2019 lalu, Mike Pompeo berinisiatif membentuk Comission on Unalienable Rights (komisi untuk hak-hak yang tak dapat dibatalkan). Anggota komisi tersebut berasal dari kalangan intelektual, filsuf, dan agamawan Amerika.
Beberapa di antaranya adalah Tokoh Muslim Zaituna Foundation Berkeley California Hamzah Yusuf Hanson, David Tse-Chien dari Universitas California, dan Pemimpin Yahudi Ortodoks Rabbi Meir Soloveichik.
Komisi itu diketaui Mary Ann Glendon itu bertugas untuk memberi pertimbangan kepada Pemerintah Amerika Serikat dalam membuat kebijakan-kebijakan terkait HAM. Pada 26 Agustus lalu, komisi tersebut meluncurkan hasil kerja mereka dan telah diterjemahkan ke dalam tujuh bahasa.
Gus Yahya adalah sosok yang selama ini dikenal fokus di dalam isu-isu terkait HAM dan perdamaian internasional. Pada Juni 2018 lalu, ia menjadi pembicara dalam kegiatan yang diselenggarakan American Jewish Committee (AJC) Global Forum di Yerussalem.
Di Yerussalem itu, ia berdiri untuk Palestina atas dasar kemanusiaan untuk memperjuangkan kedaulatan Palestina sebagai negara merdeka. Ia juga menjelaskan bahwa yang dilakukan itu adalah upaya untuk meneruskan perjuangan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam mewujudkan perdamaian dunia. [ind]
Sumber: nu.or.id
Comment