Hari Batik Nasional yang jatuh 2 Oktober tahun ini punya makna yang spesial buat Puspita Ayu Permatasari, kandidat PhD Universita della Svizzera Italiana, Swiss. Melalui aplikasi iWareBatik yang dikembangkannya, batik Indonesia pun kian mendunia.
—
iWAREBATIK itu mampu membantu siapa pun yang ingin tahu tentang batik Indonesia. Misalnya, mereka yang ingin mengoleksi batik atau yang ingin mempelajari asal dan makna setiap motif batik dari seluruh Indonesia. Semuanya terangkum dalam satu aplikasi ringkas yang bisa diakses dalam genggaman.
iWareBatik diluncurkan pada 17 Agustus lalu di Swiss dan tersedia secara gratis di iOS dan PlayStore. Kelebihan utamanya, iWareBatik bisa diakses secara offline. ’’Jadi, masyarakat yang tinggal di daerah dengan akses internet terbatas juga bisa menggunakannya,’’ kata Ayu, panggilan akrab Puspita Ayu, yang merupakan koordinator riset teknologi komunikasi iWareBatik saat berbincang dengan Jawa Pos Kamis (1/10).
Pada saat awal akses, kita diharuskan mengunduh konten digital sebesar 160 MB. Konten itulah yang nanti bisa dijelajahi secara luring. Begitu masuk ke halaman utama aplikasi, yang tampak lebih dulu adalah logo UNESCO dan Intangible Cultural Heritage (Warisan Budaya Tak Benda). Di bawahnya, ada akses menuju penjelasan tentang nilai adiluhung batik sebagai warisan budaya UNESCO.
Di halaman utama itu juga, ada tampilan yang eye-catching berupa roda putar berwarna-warni berisi delapan wilayah regional Indonesia. Yakni, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Ibarat permainan bola putar, kita akan dipilihkan salah satu regional secara acak dengan menekan tombol di tengah.
Begitu roda putar berhenti di salah satu regional, misalnya Maluku, akan muncul pilihan kunjungan provinsi. Maluku atau Maluku Utara. Di situlah pengunjung bisa berselancar mencari tahu seluk-beluk batik di salah satu provinsi yang dipilih.
Meskipun bisa diakses secara luring, beberapa fitur di iWareBatik tetap mengharuskan akses internet untuk bisa menjelajah. Salah satunya adalah fitur unggulan iWareBatik, yakni alat pengenal pola batik berbasis kecerdasan buatan (AI). Diperlukan akses internet karena adanya kebutuhan koneksi dengan AI.
Cara penggunaannya sangat mudah. ’’Coba batik yang anda pakai difoto pakai fitur tersebut, nanti AI-nya akan menganalisis sesuai dengan delapan klasifikasi motif,’’ tutur perempuan kelahiran Surabaya itu. Delapan motif tersebut adalah kawung, parang, lereng, ceplok, mega mendung, ampiek, merak, dan gurda (gurdo).
Ayu menuturkan, memang tidak semua motif menjadi rujukan. Sebab, usia aplikasi tersebut juga masih sangat muda. ’’Tapi, yang penting di sini ada interaksi bahwa kamera ini memperkenalkan hidden past atau sejarah tersembunyi dari sebuah motif batik,’’ ucap alumnus SMA 5 Surabaya itu.
Selain usia aplikasi yang masih muda, tidak mudah untuk menentukan sebuah motif batik yang dijadikan sumber klasifikasi. Untuk setiap motif, Ayu dan timnya, yakni Reinard Lazuardi Kuwandy, Angela Simona Patruno, dan beberapa anggota lain, harus bekerja keras.
Sebab, mereka harus mengumpulkan 800 motif untuk masuk ke 8 klasifikasi motif. Untuk bisa dimasukkan satu klasifikasi motif di dalam mesin AI, harus ada 100 gambar yang bisa dikatakan mirip atau terinspirasi dari motif tersebut. Di luar itu, pengembangan motif batik lainnya masih sangat sedikit sehingga sulit dijadikan sumber klasifikasi karena standar jumlah ragamnya harus sama.
Secara keseluruhan, sampai akhir September lalu, iWareBatik menghadirkan 128 motif khas dari 34 provinsi. Termasuk dari beberapa provinsi yang sebetulnya lebih dikenal dengan kain tenun seperti Sumatera Utara dan NTT.
Aplikasi iWareBatik juga terhubung dengan website iwarebatik.org yang juga menyajikan beragam informasi terkait dengan batik. Baik aplikasi maupun website-nya disajikan dalam dua bahasa, yakni Indonesia dan Inggris. Dengan demikian, konten aplikasi tersebut bisa dinikmati oleh masyarakat internasional. Sebab, batik sudah resmi menjadi warisan budaya dunia tak benda sejak 2 Oktober 2009. Untuk memudahkan pelestariannya, dibuatlah aplikasi iWareBatik. Informasi terkait iWareBatik juga bisa dilihat di Instagram @iwarebatik.
Ayu menggagas aplikasi tersebut sejak dia mengajukan diri untuk studi doktoral pada 2017. Setelah lulus cum laude dari University of Paris I: Pantheon-Sorbonne lewat tesisnya mengenai desa batik di Madura. Aplikasi itu dikerjakan bersama timnya sejak 2018.
iWareBatik juga dipublikasikan dalam jurnal internasional. Ayu mencoba untuk mendaftarkan paper-nya tentang iWareBatik ke dalam jurnal Q1. Itu adalah level jurnal tertinggi di dunia. Bila masuk, peneliti yang juga merepresentasikan negara tersebut dianggap sudah maju. ”Ndilalah paper saya diterima,’’ ujar perempuan kelahiran 13 Agustus 1988 itu.
Soal penamaan aplikasi, iWareBatik dan bukan iWearBatik, Ayu mengaku ada filosofi sendiri. ’’Kalau wear, itu maknanya hanya memakai batik. Sementara ware, itu maksudnya aware, kita sadar dan mengenal batik,’’ tambah wakil koordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia Kawasan Amerika Eropa itu.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…