Kamis lalu (1/10) Tiongkok merayakan hari jadi ke-71. Hari jadi itu juga dirayakan warga Hongkong dengan menggelar protes. Meski, aksi itu kini mulai meredup akibat intervensi pemerintah Tiongkok.
—
Pagi di Hongkong pada 1 Oktober cerah. Banyak penduduk yang keluar rumah. Ada yang bersiul. Ada yang melambai-lambaikan balon. Di antara mereka, Ricky berdiri di tengah lalu-lalang pejalan kaki.
Hongkonger itu ingin ikut ”merayakan” peringatan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. Yakni, dengan membuka selembar demi selembar koran Apple Daily. ”Meski tak seberapa, ini adalah upaya untuk memperjuangkan apa yang saya inginkan,” ujarnya kepada Agence France-Presse.
Perayaan Ricky itu bukan untuk memuliakan pemerintahan Xi Jinping. Namun, untuk memuliakan para Hongkongers yang masih bertahan melawan otokrat dari daratan utama.
Koran yang dibaca Ricky di depan umum adalah surat kabar prodemokrasi. Pemiliknya, Jimmy Lai, ditangkap Agustus lalu karena tudingan kolusi dengan pihak asing. Siulan-siulan yang muncul merupakan salah satu mars yang sering dinyanyikan saat demo. Balon yang dilambaikan berwarna kuning. Warna yang menjadi simbol demokrasi bagi warga daerah administrasi khusus tersebut.
”Semua tahu dengan adanya undang-undang keamanan nasional, tak ada yang bebas berekspresi,” ujar Ricky.
Pada 30 Juni silam, Tiongkok mengesahkan UU Keamanan Nasional Hongkong. Aturan itu merupakan awal dari kiamat bagi pencinta demokrasi di Hongkong. Penduduk yang vokal menyuarakan keluhan dan aspirasi kini terkekang.
Tahun lalu Hongkongers menyambut 70 tahun hari jadi Tiongkok dengan demo prodemokrasi besar-besaran. Kali ini kekuatan mereka digembosi. Selama tiga bulan terakhir, 25 tokoh prodemokrasi dikerangkeng. Lebih dari 10 ribu pendemo ditangkap saat protes.
Hukuman yang diterima sekarang jelas berbeda. Tahun lalu dakwaan yang diterima hanya soal mengganggu ketertiban atau merusak fasilitas umum. Kali ini mereka didakwa pasal pemberontakan, separatisme, dan kolusi dengan pihak asing lewat UU keamanan nasional. Vonis yang diterima bisa sampai penjara seumur hidup.
”Di Tiongkok modern, siapa yang mengejar kebebasan akan ditindas. Sedangkan, yang menindas adalah orang berkuasa,” ujar aktivis Lee Cheuk-yan.
Civil Human Rights Front, organisasi yang biasa menyelenggarakan aksi demo, meminta demonstran bergerombol maksimal empat orang agar tak ditangkap. Namun, tetap saja ada yang diproses polisi. Aparat dilaporkan menindak 60 orang yang dituding berkumpul secara ilegal di Causeway Bay, distrik perbelanjaan yang biasa jadi titik kumpul aksi.
Yang senang tentu kubu pro-Beijing. Carrie Lam sendiri mengklaim bahwa Hongkong akhirnya kembali mendapatkan kedamaian. ’’UU keamanan nasional telah melindungi kedamaian dan penduduk Hongkong,’’ ungkapnya.
Lam sepertinya tutup kuping terhadap keluhan dari sebagian besar warganya. Banyak warga Hongkong yang tampaknya menyerah tinggal di sana. Menurut survei Chinese University of Hongkong, 42,3 persen penduduk dewasa punya niat untuk migrasi. Alasan utama mereka adalah soal politik.
”Saya tidak ingin anak saya tumbuh di lingkungan seperti ini,” ungkap Eva Lai, bukan nama sebenarnya, kepada The Guardian.
Para pemegang paspor British National Overseas (BNO) sudah bersiap kabur ke Inggris. Sementara itu, yang tak punya uang sedang menabung untuk menyekolahkan anaknya ke luar negeri.
Contoh, Lau Chi-keung, nama samaran dari sopir berusia 50-an tahun. Dia ingin mengirim putranya ke luar negeri karena dirinya pernah ditahan saat berdemo. Dia takut aparat menggunakan UU keamanan nasional untuk tindakannya tahun lalu.
Bukan berarti para Hongkonger yang kabur merasa lega. Peter Tang, bukan nama sebenarnya, misalnya. Dia mengaku sempat ingin bunuh diri saat pertama tinggal di Inggris. Dia merasa bersalah meninggalkan teman seperjuangannya di tanah air.
”Dalam mimpi, saya masih tinggal di Hongkong. Beberapa di antaranya adalah mimpi buruk,” ungkapnya.
TAHANAN POLITIK HONGKONG
1 JULI 2020: Beberapa demonstran ditangkap saat melakukan protes terhadap pengesahan UU Keamanan Nasional. Salah satunya adalah Tong Ying-kit yang ditangkap atas terorisme dan separatisme. Dia menabrakkan sepeda motornya ke kerumunan polisi sambil mengibarkan bendera ”Bebaskan Hongkong”.
22 JULI: Lima orang ditangkap karena membawa poster bertulis Bebaskan Hongkong untuk memperingati serangan Yuen Long.
29 JULI: Tony Chung, Ho Nok-hang, Chan Wai-yin, dan Yanni Ho bersama karena dianggap mempromosikan gerakan separatisme. Mereka adalah pentolan organisasi pemuda prodemokrasi Studentlocalism.
10 AGUSTUS: Jimmy Lai, pengusaha dan pemilik Apple Daily, ditangkap bersama dua anaknya –Ian Lai Yiu-yan dan Timothy Lai Kin-yang– atas kejahatan kolusi terhadap pihak asing. Tujuh orang lain ditangkap atas tudingan serupa. Mereka berasal dari perusahaan yang dimiliki Jimmy atau kelompok aktivis Scholarism.
23 AGUSTUS: 12 orang ditangkap saat berusaha melarikan diri dari Hongkong. Salah satunya adalah Andy Li yang sudah sempat ditahan bersamaan dengan Jimmy Lai pada 10 Agustus lalu.
6 SEPTEMBER: Tam Tak-chi, aktivis Hongkong, ditangkap karena melakukan hasutan di depan umum.
23 SEPTEMBER: Seorang perempuan 23 tahun yang disebut Ma ditangkap karena mempromosikan separatisme saat menghadiri doa bersama untuk demonstran berusia 15 tahun yang meninggal tahun lalu.
24 SEPTEMBER: Pria bernama Lui ditangkap karena menyimpan berbagai senjata dan menerbitkan artikel yang mempromosikan separatisme.
TENTANG UNDANG-UNDANG KEAMANAN NASIONAL HONGKONG
Sumber: Agence France-Presse dan The Guardian
KalbarOnline, Pontianak - Uang korupsi pembangunan Gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat (BP2TD) di…
KalbarOnline, Kapuas Hulu - Calon Wakil Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 1, Didi Haryono menyempatkan…
KalbarOnline - Jalan kaki merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik yang paling sederhana dan mudah…
KalbarOnline, Kapuas Hulu - Calon Wakil Gubernur Kalimantan Barat nomor urut 1, Didi Haryono diminta…
KalbarOnline, Pontianak - Ketua DPW Partai Nasdem Kalimantan Barat sekaligus Ketua Tim Pemenangan Pasangan Midji-Didi,…
KalbarOnline, Jakarta - PT PLN (Persero) terus menggalang kolaborasi global demi mendukung upaya pemerintah dalam…