Bukan hanya Donald Trump yang gugup ketika melihat hasil surveinya makin tertinggal dari Joe Biden. Beberapa negara sekutu waswas popularitas mereka turun jika sang panutan gagal melanjutkan masa jabatan.
—
PERTANYAAN mengenai jagoan di pemilu AS merupakan hal tabu bagi kepala negara lain. Etikanya, presiden atau perdana menteri tak ingin terlihat mendukung salah seorang kandidat dalam pemilu negara lain. Berabe jika yang tak mereka dukung malah menang dan mendendam.
Pengecualian bagi Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban. Dalam tulisan opini di surat kabar Magyar Nemzet, dia tak sungkan memuji Trump di koran konservatif tersebut. ”Kami mendukung Trump bisa mendapatkan periode kedua. Kami sudah mengenal kebijakan luar negeri administrasi Demokrat AS dan tak suka,” tulisnya menurut Voice of America.
Memang, hanya Orban, pimpinan Partai Fidesz, yang berani mengungkapkan asanya terhadap Trump. Namun, pakar meyakini banyak pemimpin dunia yang diam-diam mendoakan keberhasilan Trump. Terutama pemimpin konservatif yang saat ini menikmati gelombang populisme sayap kanan.
”Trump sebagai pemimpin demokrasi terkuat di dunia jelas sekutu paling dicari politisi sayap kanan lainnya. Kekalahannya jelas bakal menghilangkan dukungan tersebut,” papar Erin Kristin Jenne, pakar hubungan internasional dari Central European University di Austria, kepada CNBC.
Pertengahan 2010-an merupakan masa kejayaan bagi sayap kanan. Mereka menggabungkan paham populisme dengan nasionalisme sempit demi menciptakan citra pembela rakyat. Karena itu, isu yang mereka gunakan bisa ditebak: imigran gelap, kesempatan kerja, dan keamanan negara. Mereka menggambarkan kubu sayap kiri sebagai pihak yang tak lagi mementingkan kepentingan pribumi demi menegakkan HAM dan isu-isu lainnya.
Efek kepresidenan Trump jelas memengaruhi negara lain. Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa dan Partai Konservatif masih dipimpin Boris Johnson. Brasil memilih sosok kontroversial seperti Jair Bolsonaro sebagai presiden di Brasil.
Namun, jika Trump tumbang, bisa jadi rakyat lainnya terpengaruhi. Sebab, banyak negara yang dipimpin kepala negara populis yang menuai kritikan. Terutama saat pandemi Covid-19 muncul. ”Mereka lebih percaya kenyataan alternatif daripada nasihat pakar. Apalagi, strategi mereka yang membelah negara sulit membuat semua mematuhi kebijakan mereka,” ungkap Max Boot, kolumnis untuk Washington Post.
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…