Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi penyebab kematian tertinggi di negara maju dan berkembang, mengalahkan penyakit infeksi. Penyakit tidak menular yang paling tinggi menyebabkan kematian adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru kronis, kanker, dan diabetes.
Pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung membuat pelayanan kesehatan lebih difokuskan pada pasien COVID-19. Akibatnya, terjadi penurunan layanan terhadap penyakit tidak menular. Selain itu, pasien PTM seperti pasien hipertensi, penyakit jantung koroner, maupun diabetes, takut ke rumah sakit karena rentan tertular.
Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan, mengingat PTM adalah penyakit yang membutuhkan pengelolaan seumur hidup. Penderita penyakit jantung dan pembuluh darah seperti penyakit jantung koroner atau hipertensi, misalnya, sangat berisiko mengalami kematian jika penyakitnya tidak dikelola.
Seperti dijelaskan Dr. dr. Anwar santoso, SpJP(K), FIHA, dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. “Pandemi COVID-19 telah mengganggu upaya pencegahan dan pelayanan pengobatan PTM di berbagai negara, termasuk Indonesia. Perlu ada upaya untuk terus melanjutkan penyediaan layanan kesehatan esensial dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pencegahan PTM, khususnya penyakit kardiovaskular,” jelas Dr. Anwar dalam sesi seminar daring yang diselenggarakan PT Pfizer Indonesia, Sabtu (17/10).
Hasil survei menunjukkan, lebih dari separuh (53%) negara yang disurvei mengalami gangguan layanan pengobatan hipertensi, 49% untuk pengobatan diabetes dan komplikasinya, 42% untuk pengobatan kanker, dan 31% di antaranya untuk keadaan kardiovaskular dan emergensi.
Dr. dr. Lia G. Partakusuma, Sp.PK, MM, MARS., Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengakui bahwa saat ini rumah sakit manapun mempunyai risiko menerima pasien COVID-19. Tidak hanya rumah sakit rujukan.
“Pasien COVID-19 yang terkonfirmasi dapat masuk rumah sakit tanpa gejala penyakit saluran pernapasan. Akibatnya banyak pasien non-COVID-19 tidak berani datang ke rumah sakit,” jelas dr. Lia.
Masalah lainnya, selama pandemi tenaga kesehatan harus dijaga agar tidak tertular sehingga terjadi pembatasan volume pelayanan pasien non-COVID-19. Dampaknya, pasien PTM termasuk pasien penyakit kardiovaskular, menjadi terlambat menerima pelayanan.
Padahal, tambah dr. Lia, angka kematian akibat PTM mencapai 35% sebelum pandemi. Dengan adanya hambatan pelayanan, diduga angka kematian akan meningkat selama dan pasca pandemi.
Untuk mencegah kematian yang lebih tinggi terkait PTM akibat pandemi, maka pakar multidisiplin dari 6 negara Asia Tenggara (Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Singapura) telah menyerukan pentingnya tindakan yang mendesak dan efektif untuk mengoptimalkan pengendalian PTM di kawasan Asia Tenggara, khususnya pada masa pandemi seperti sekarang.
Rekomendasi yang sudah diterbitkan melalui jurnal Risk Management and Healthcare Policy ini berusaha untuk mengatasi kesenjangan dalam hal kebijakan, sekaligus meningkatkan praktik klinis dan kesehatan masyarakat.
Dijelaskan dr. Anwar, rekomendasi yang diberikan antara lain dilakukan skrining penyakit tidak menular secara lebih luas. Semakin cepat terdeteksi, maka penyakit seperti kardiovaskular, kanker, atau diabetes, bisa dikelola lebih baik sebelum komplikasi timbul.
Rekomendasi lain adalah memperluas layanan telemedicine atau pengobatan jarak jauh, untuk menghindari penularan COVID-19. Ditambahkan dr. Lia, saat ini rumah sakit mulai membuka layanan ini, meskipun sebatas konsultasi online. Ia berharap nantinya benar-benar berupa layanan telemedicine yang lebih lengkap dan komprehensif.
Dari sisi tenaga medis, mengingat keterbatasan jumlah dokter spesialis, maka perlu dilakukan pelatihan penanganan dan terapi PTM untuk dokter umum maupun tenaga kesehatan lainnya. Pfizer berkolaborasi dengan American College of Cardiology (ACC) misalnya, menghadirkan platform digital bernama NCD Academy yang bisa diunduh gratis oleh tenaga kesehatan.
Para tenaga kesehatan bisa mendapatkan informasi-informasi terbaru terkait PTM dan bagaimana mengoptimalkan pelayanan pengobatan PTM. Aplikasi ini tentu sangat berguna untuk tenaga kesehatan di daerah yang minim dokter spesialis.
Diharapkan, dengan pelayanan PTM yang lebih optimal, angka kematian bisa diturunkan selama dan sesudah pandemi. Untuk diketahui, pasien dengan kardiovaskular, diabetes, atau kanker adalah kelompok paling rentan terinfeksi COVID-19. Jika tertular, kemungkinan terjadi perburukan juga meningkat.
Sumber:
Seminar online “Rekomendasi Pakar di ASEAN: Pentingnya Mengoptimalkan Pencegahan dan Pelayanan Pengobatan Penyakit Tidak Menular di Masa Pandemi”, Sabtu, 17 Oktober 2020.
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…