Sekitar 2,3 miliar orang di seluruh dunia menderita anemia. Jika penduduk bumi saat ini ada 7 miliar, berarti sepertiganya anemia. Satu dari dua penderita anemia disebabkan defisiensi zat besi. Asia Tenggara dan Afrika memiliki tingkat prevalensi anemia tertinggi yang mewakili 85 persen dari kasus yang dilaporkan secara global.
Anemia kerap diabaikan karena tidak mengancam nyawa. Padahal konsekuensi atau dampak anemia ini cukup berat apalagi jika dialami ibu hamil dan anak-anak. Gejala anemia defisiensi zat besi yang khas adalah sering kelelahan, pusing, pucat, dan gangguan kekebalan tubuh yang memengaruhi kualitas hidup dan produktivitas.
Belum lama ini (2/11/2020) para pakar dari berbagai negara mengadakan P&G Blood Health Forum, sebuah acara untuk berbagi ilmu kedokteran tentang bagaimana menangani tantangan kesehatan masyarakat di seluruh dunia akibat anemia.
Acara ini diadakan secara virtual di tujuh negara Asia dan diikuti 2.500 terkemuka bidang anemia, kesehatan masyarakat, fisiologi zat besi, dan kesehatan gizi. Banyak topik yang dibahas, mulai dari diagnosis anamia hingga manajemen defisiensi zat besi dan anemia pada pasien. Salah satu yang menarik adalah dampak anemia terhadap pasien COVID-19.
Anemia defisiensi zat besi bisa dikenali dan diterapi sejak dini. Jika seseorang mengalami salah satu atau lebih dari gejala anemia, maka tindakan terbaik adalah segera melakukan cek ke dokter.
Diagnosis anemia dilakukan dengan pemeriksaan darah untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil tes darah yang menunjukkan anemia ditandai dengan
Jumlah sel darah merah di bawah normal
Volume sel darah merah lebih kecil dari normal
Nilai hemoglobin di bawah normal
Tingkat ferritin di bawah normal
Jika penyebabnya kekurangan zat besi, maka dapat diatasi dengan pemberian suplemen mengandung zat besi, baik yang diminum maupun yang diberikan lewat injeksi intravena. Konsumsi makanan dengan kadar zat besi tinggi seperti bayam, kale, daging merah, dan kacang-kacangan juga dapat membantu agar tubuh tidak kekurangan zat besi.
Untuk meningkatkan terserapnya zat besi dari makanan ke dalam saluran pencernaan, sebaiknya zat besi dikonsumsi bersamaan dengan makanan atau minuman yang tinggi vitamin C seperti jus jeruk, stroberi, melon, dan tomat.
P&G Blood Forum juga membahas anemia di masa pandemi SARs-COV-2, virus penyebab COVID-19, yang saat ini masih terjadi di seluruh dunia. Berdasarkan penelitian terbaru, anemia meningkatkan risiko kematian pada pasien yang positif Covid-19.
Anemia dapat memengaruhi keparahan Covid-19, dan berdampak pada daya tahan tubuh terhadap infeksi Covid-19. Artinya, orang yang terinfeksi Covid-19 dan mengalami anemia memiliki risiko yang lebih berat dibandingkan yang tidak anemia.
Menurut ahli, masalah utama infeksi Covid-19 adalah hipoksia atau kekurangan oksigen. Hal ini bisa menyebabkan sesak napas dan gagal napas yang berujung pada gagal organ dan kematian pasien. Pada penderita anemia, kemampuan mensuplai oksigen ke jaringan tubuh juga berkurang akibatnya transportasi oksigen terganggu.
Masalahnya, Covid-19 juga mengandung protein yang berpotensi menyerang sel darah merah dan mengikat zat besi. Jadi, sel darah merah akan rusak dan memicu anemia. Temuan beberapa penelitian di China dan Amerika Serikat membuktikan bahwa kombinasi anemia dan COVID-19 meningkatkan risiko kematian.
Petugas kesehatan perlu menyampaikan informasi ini ke pasien, untuk tidak mengabaikan anemia di masa pandemi. Prof. Dr. Zulfiqar A. Bhutta, salah satu pembicara dari Kanada mengatakan, “Walaupun terdapat cukup bukti mengenai beban yang ditimbulkan dan epidemiologi mengenai anemia dan defisiensi zat besi pada anak-anak dan wanita usia subur di berbagai belahan dunia, penanganan secara strategis masih sangat lambat dan berdampak dengan hilangnya sumber daya manusia secara signifikan. Tantangan ini diperparah dengan pandemi COVID-19 dan berbagai konsekuensi ekonomi yang terjadi. Deteksi dini anemia secara menyeluruh dan penanganan yang tepat harus menjadi prioritas global.”
Salah satu upaya mempercepat penanganan anemia adalah dengan kerjasama dan kemitraan global. P&G Health misalnya, melakukan kemitraan strategis dengan Asia & Oceania Federation of Obstetrics & Gynecology (AOFOG) untuk penanggulangan anemia pada ibu hamil.
Sumber:
Siaran Pers P&G Blood Forum, November 2020
News.unair.ac.id. Anemia increases risk of death in Covid-19 sufferers, expert say
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…