Setelah lebih dari 8 bulan (Maret-Oktober 2020) berhadapan dengan pandemi COVID-19, masyarakat Indonesia nampaknya mulai bisa beradaptasi dengan gaya hidup normal. Meskipun begitu, harus diakui bahwa banyak aspek kehidupan yang belum sepenuhnya pulih. Di antara aspek keuangan, kesehatan, dan pendidikan jarak jauh, manakah yang paling terdampak selama pandemi?
Teman Bumil, aplikasi untuk ibu milenial, bekerjasama dengan Populix, platform riset pasar di Indonesia, kembali mengadakan survei online untuk mengetahui aspek yang paling berat terdampak pandemi di keluarga. Survei bertajuk “Dampak Pandemi Terhadap Kondisi Kesehatan Mental” dilakukan Teman Bumil dan Populix pada pertengahan Oktober 2020.
Sebanyak 1.230 orang ikut berpartisipasi, namun hanya 1.192 yang masuk kriteria untuk dianalisis. Mayoritas adalah ibu rumah tangga yang sudah menikah dengan 1-2 anak (54%) diikuti sudah menikah namun belum punya anak (43%). Bagaimana hasilnya, aspek apa paling terdampak dan dirasakan sulit oleh para Mums?
Hasil survei menunjukkan, 9 dari 10 (91%) ibu rumah tangga yang mengikuti survei mengaku terdampak Covid-19. Sebanyak 643 orang (60%) mengalami masalah terbesar di sektor keuangan, 37% di sektor kesehatan terkait kecemasan terhadap Covid-19, dan hanya 3% ibu rumah tangga yang bermasalah dengan pendidikan jarak jauh untuk anak-anaknya.
Penyebab kesulitan keuangan ternyata berbeda, tergantung kelompok sosial ekonomi dan wilayah domisili. Korban pemotongan gaji, lebih banyak dialami oleh responden kelas menengah ke atas. Sedangkan untuk kelas menengah ke bawah, rata-rata menjadi korban PHK dan lebih sulit mencari pekerjaan.
Responden yang mengalami masalah keuangan akibat usaha sepi pembeli, mayoritas tinggal di Bandung (45%). Kemungkinan hal ini disebabkan turunnya jumah wisatawan yang signifikan. Bandung adalah tujuan wisata akhir pekan bagi warga Jakarta dan sekitarnya.
Masalah keuangan yang morat marit, rupanya membuat masyarakat mengalami stres. 56% responden mengaku stres dengan kondisi ini, bahkan sebagian (25%) memengaruhi hubungannya dengan pasangan.
Gejala stres yang dialami antara lain cemas (29%), sulit tidur (18%), mudah marah (17%) dan kehilangan minat untuk mengerjakan apapun. Sayangnya, tidak ada responden yang mencoba mencari bantuan ke profesional (dokter atau psikolog). Mereka cenderung pasrah dan berserah diri (63%) atau minta dukungan ke suami (19%). Ibu rumah tangga lainnya mencoba mencari kesenangan dan hiburan diri sendiri (8%).
Psikolog keluarga Anna Surti Ariani, memberikan pandangannya terhadap hasil survei ini. Dijelaskan psikolog yang biasa dipanggil Nina ini, sektor keuangan memang menjadi aspek penting dalam keluarga. Semua masalah di keluarga bisa selalu berujung pada masalah keuangan.
Di era pandemi ini contohnya. Saat ada anggota keluarga yang memiliki penyakit kronis, sektor keuangan pasti akan terdampak akibat biaya ekstra ke rumah sakit atau melakukan tes swab.
“Awalnya mungkin hanya masalah kesehatan, namun berujung pada keuangan karena yang bersangkutan harus tetap bekerja demi merawat anggota keluarga yang sakit. Bisa muncul pula ketegangan dengan pasangan karena kelelahan mengurus keluarga yang sakit,” jelasnya.
Namun, lanjut Nina, untungnya pelan-pelan masyarakat menjadi terbiasa dengan kondisi sulit akibat pandemi, dan mulai menunjukkan tanda-tanda survive. “Kita bisa melihat komunitas-komunitas yang saling membeli dari usaha temannya. Model kehidupan seperti ini membantu menyelamatkan mereka dari krisis dan ini harus dipertahankan,” jelasnya.
Dari survei Teman Bumil dan Populix ini pun terlihat, sebagian kecil mulai membuka usaha kecil-kecilan (27%) untuk keluar dari kesulitan keuangan. Meskipun sebagian besar masih mengandalkan tabungan pribadi (45%).
Perencana Keuangan Keluarga, Rista Zwestika menjelaskan, pandemi Covid-19 ini membuktikan bahwa sebagian masyarakat kita belum melek finansial. “Sebagian besar tidak pernah menganggarkan dana darurat. Padahal saat terjadi kehilangan pekerjaan, dana darurat bisa menjadi penolong,” jelasnya.
Idealnya, dana darurat yang harus dipersiapkan adalah minimal 6 kali pengeluaran bulanan bagi yang lajang, 9 kali penghasilan jika menikah tanpa anak, 12 kali jika memiliki anak 1, dan seterusnya.
Selain itu, masyarakat tidak boleh lengah. Pandemi bisa berlangsung sangat lama. Dari sisi finansial, Rista mengingatkan, inilah saatnya untuk memperbaiki diri. “Meskipun terlambat, mulailah menyisihkan dana darurat. Kita tidak pernah tahu sampai kapan pandemi berakhir. Menyisihkan dana darurat bisa dimulai dengan membuat perencanaan keuangan yang lebih baik. Bagi yang mengalami masalah keuangan, kurangi belanja karena “ingin”, lebih baik prioritaskan yang memang “wajib” dan “butuh”, tandas Rista.
Sumber:
Survei Teman Bumil dan Populix “Dampak Pandemi Terhadap Kondisi Mental”, Oktober 2020
Wawancara dengan Psikolog Anna Surti Ariani, dan Perencana Keuangan Rista Zwestika
KalbarOnline, Ketapang - Kecelakaan lalu lintas tragis terjadi di Jalan Trans Kalimantan, tepatnya di daerah…
KalbarOnline, Ketapang - Bupati Ketapang, Martin Rantan menghadiri Pagelaran Seni Budaya Melayu "Pawai Astagune Raksasa…
KalbarOnline, Ketapang - Pj Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang, Donatus Franseda menghadiri senam massal dalam rangka…
KalbarOnline, Ketapang - Dewan Pertimbangan Partai Golkar Ketapang, Martin Rantan menegaskan, pasangan calon bupati dan…
KalbarOnline, Ketapang - Ribuan pendukung Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Ketapang nomor…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional, Universitas Tanjungpura (Untan)…