Jokowi Soroti Jateng dan Jakarta

KalbarOnline.com – Melonjaknya kasus positif Covid-19 dalam beberapa hari terakhir mendapat sorotan Presiden Joko Widodo. Kemarin (30/11), rapat terbatas (ratas) bersama sejumlah menteri di Istana Merdeka membahas dua provinsi yang butuh perhatian khusus dalam penanganan pandemi.

IKLANSUMPAHPEMUDA

”Minggu ini, dalam 2–3 hari ini, peningkatannya drastis sekali, yaitu Jawa Tengah dan DKI Jakarta,” ujarnya. Presiden pun meminta jajarannya melihat kembali mengapa peningkatan angka terkonfirmasi positif korona sangat drastis.

Presiden Jokowi lantas merujuk data 29 November. Saat itu kasus aktif di Indonesia naik menjadi 13,41 persen. Lebih tinggi dari rata-rata pekan lalu. Yakni, kasus aktif berada di angka 12,78 persen.

Begitu pula tren kesembuhan yang turun dari 84,03 persen menjadi 83,44 persen. ”Semuanya memburuk,” ucapnya. Meski masih lebih baik jika dibandingkan dengan rata-rata dunia, kenaikan angka kasus aktif dan penurunan angka kesembuhan tetap menjadi alarm bagi semua pihak.

Rekor tertinggi penambahan kasus Covid-19 terjadi pada Minggu (29/11) dengan 6.267 kasus baru. Dua hari sebelumnya, pertambahan kasus positif juga berada di kisaran 5 ribuan kasus.

Dalam forum ratas, Jokowi meminta mendagri untuk kembali mengingatkan para kepala daerah. Mereka harus betul-betul pegang kendali di wilayah masing-masing dalam rangka penanganan Covid-19. Tidak hanya dalam hal penanganan kasus, tapi juga mengatasi dampak ekonominya.

Sementara itu, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta semua pihak untuk menghentikan sementara semua jenis acara kumpul-kumpul yang bisa memicu kerumunan. Hal itu menyusul terus naiknya kasus positif Covid-19 di beberapa daerah.

”Saya ingin kita semua sepakat. Jangan ada kerumunan lagi dengan alasan apa pun untuk beberapa waktu ke depan,” tegas Luhut dalam rapat koordinasi (rakor) virtual penanganan Covid-19 di DKI Jakarta dan Bali di Kantor Kemenko Marves kemarin. Pesan itu disampaikan kepada para kepala daerah, Pangdam, serta Kapolda di DKI Jakarta dan Bali.

Luhut juga meminta Kementerian Kesehatan memastikan ketersediaan kapasitas ICU, ruang isolasi, dan obat di RS untuk mencukupi kebutuhan perawatan pasien Covid-19. Secara khusus, dia meminta Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kemenkes saling mengecek ketersediaan obat di daerah. ”Jangan sampai ada orang meninggal karena kelalaian kita untuk mengecek ketersediaan obat sehingga obat habis,” tuturnya.

Yang tak kalah penting, khusus wilayah Bali, Luhut meminta pemerintah daerah menambah fasilitas isolasi terpusat. Terutama di Tabanan. ”Kalau di kabupaten hotel tidak cukup, ya geser lah. Yang penting, pisahkan secepatnya dari keluarga yang masih sehat,” katanya.

Pada kesempatan itu, Gubernur Jakarta Anies Baswedan menyebutkan, dua minggu setelah libur panjang pada 28 Oktober hingga 1 November, terdapat kenaikan kasus positif, terutama di klaster keluarga. ’’Setelah kita lakukan pelacakan dan penelusuran, mayoritas keluarga ini bepergian ke Bandung, Semarang, Lampung, dan beberapa tempat di Jawa Timur,’’ ujarnya. Dengan munculnya klaster keluarga itu, dia berharap pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan libur bersama saat akhir tahun.

Baca Juga :  Prabowo ke Amerika, Pakar: Ini Strategi AS Melawan Tiongkok

Di sisi lain, jumlah kasus terkonfirmasi positif di Provinsi Bali meningkat karena agenda pemilihan umum kepada daerah (pilkada). ’’Jadi, di kami pilkada penyumbang kasus terkonfirmasi positif terbesar. Dari KPPS banyak ditemukan kasus positif. Lalu, kami lakukan tracing lebih luas,’’ tutur Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra dalam kesempatan yang sama.

Selain itu, dalam minggu ini Pemprov Bali melakukan penelusuran kepada seluruh pelaku jasa pariwisata. ’’Dari mereka ditemukan beberapa kasus positif,’’ kata Indra.

Luhut meminta semua pihak yang berwenang untuk turut mengevaluasi pelaksanaan pilkada dan dampak libur panjang pada akhir Oktober terhadap peningkatan kasus terkonfirmasi positif dan angka kematian. Hasil tersebut penting untuk menentukan kebijakan libur panjang akhir tahun.

Sementara itu, dalam lonjakan kasus Covid-19, pertumbuhan tertinggi dicatat Jawa Tengah dengan 2.036 kasus. Namun, Pemprov Jawa Tengah menyangkal data tersebut. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Yulianto Prabowo menilai ada kekeliruan dalam rilis Satgas Covid-19 tentang pertambahan kasus positif di Jawa Tengah.

Pada Minggu (29/11), satgas menyebut Jawa Tengah sebagai provinsi tertinggi pertambahan kasus aktif dengan 2.036 kasus. ’’Ini berbeda jauh dari data kami. Yang ada hanya 844 pertambahannya,’’ kata Yulianto kemarin (30/11).

Yulianto menyebut ada beberapa data dobel yang sudah dirilis, tapi kembali disampaikan. Ada juga beberapa yang tidak tepat seperti satu nama ditulis hingga beberapa kali.

Sampai berita ini ditulis, Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah maupun Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito belum merespons upaya konfirmasi dari Jawa Pos. Hingga Senin malam (30/11) juga belum ada perubahan atau koreksi dari rilis data kumulatif di laman resmi Satgas Covid-19.

Menurut catatan Kementerian Kesehatan, klaster baru pada peningkatan kasus Minggu lalu (29/11) terjadi di empat daerah. Pertama, kejadian di Bangka Barat karena perjalanan dinas dari Surabaya. Selanjutnya, klaster dari lurah Petamburan, Jakarta Pusat. Di Petamburan, sebelumnya ada kerumunan massa untuk menghadiri pernikahan putri Rizieq Syihab sekaligus perayaan Maulid Nabi Muhammad. Kemenkes juga menemukan klaster dari sekolah. Yakni, klaster guru-guru di Gorontalo dan Bolango.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjelaskan, Kemenkes terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk tetap melakukan kesiapsiaagan peningkatan kasus. Caranya, meningkatkan kapasitas ruang isolasi dan ICU untuk perawatan pasien Covid-19.

Baca Juga :  Sinergitas TNI-Polri Kawal Pembagian BLT Migor di Kecamatan Pemahan

Masyarakat juga terus diminta melaksanakan 3M dengan tertib. Menurut dia, pembagian peran itu wajib dilakukan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. ’’Pemerintah wajib melakukan 3T (testing, tracing, dan treatment, Red), sedangkan masyarakat wajib melakukan 3M (memakai masker, menjaga jarak aman, dan mencuci tangan dengan sabun),’’ tutur Terawan.

Lonjakan kasus Covid-19 tecermin dari tingkat keterisian di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Tren pasien positif naik setiap hari. Pihak pengelola RSD pun mengonversi tower 4 yang semula adalah flat isolasi mandiri menjadi rumah sakit perawatan untuk gejala ringan dan sedang.

Kepala Sekretariat RSD Covid-19 Wisma Atlet Kolonel Laut (K) dr R.M. Tjahja Nurrobi menjelaskan, sebelumnya tower 4 dan 5 dipergunakan sebagai flat isolasi mandiri. Sementara itu, tower 6 dan 7 difungsikan sebagai tempat perawatan. Namun, saat ini tempat perawatan tersedia di tower 4, 6, dan 7. Tower 4 tetap menjadi flat isolasi mandiri.

Baca juga:

  • Positif Covid-19 Tambah 4.442, DKI dan Jateng Sumbang Pasien Terbanyak
  • Presiden Jokowi Kutuk Pelaku Pembunuhan di Sulawesi Tengah
  • Imbas Kerumunan Rizieq, Anies Copot Wali Kota Jakpus dan Kadis LH DKI
  • Dokter Reisa Sebut Mayoritas Klaster Covid-19 Berasal dari Keluarga

’’Sejak seminggu lalu, kami melihat ada tren penambahan jumlah kasus. Kurvanya semakin curam. Untuk itu, kira-kira tiga hari yang lalu, koordinator RSD Wisma Atlet Mayjen TNI Gugus Tugas memerintahkan tower 4 untuk dipakai sebagai ruang perawatan,’’ katanya.

Nurrobi melanjutkan, saat ini RSD Wisma Atlet merawat total 3.500 pasien. Menurut dia, bukan masalah persentase atau jumlah pasien yang mengkhawatirkan, melainkan kecepatan peningkatannya setiap hari. ’’Ini perlu diantisipasi. Untuk yang isolasi mandiri, sama juga kecepatannya,’’ jelas Nurrobi.

Flat isolasi mandiri (tower 4) sudah mencapai kapasitas 80 persen. Sementara itu, ruang perawatan RSD telah mencapai 50 persen. Di sisi lain, menurut Nurrobi, RSD Wisma Atlet saat ini mencatatkan persentase kesembuhan hingga 90 persen.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menduga kenaikan kasus dipicu oleh merebaknya kabar soal vaksinasi yang segera dilakukan. Hal itu membuat masyarakat lengah dan lalai dalam menjalankan protokol kesehatan. Padahal, menurut dia, adanya vaksin bukan berarti Covid-19 bisa dikendalikan 100 persen.

Comment