Sudah bukan rahasia lagi, dua raksasa teknologi asal AS, Apple dan Facebook saling berseteru satu sama lain. Keduanya kerap menyemburkan pernyataan yang menyerang seterunya itu. Dan itu sudah berlangsung lama, bertahun-tahun. Perseteruan sengit bak anjing dan kucing, yang makin ke sini makin memburuk.
Yang terakhir, sekitar awal tahun ini Apple mengumumkan akan merilis fitur baru, yang dinamakan “App Tracking Transparency”. Fitur yang memungkinkan pengguna (Apple) mengontrol dan memilih mana saja pengiklan yang bisa men-track data mereka (pengguna). Meski rencana itu ditunda sementara, tetap saja membuat boss Facebook, Mark Zuckerberg, dongkol bukan kepalang.
Bagaimana tidak? Kalau fitur itu jadi diluncurkan, itu akan memangkas pendapatan Facebook dari iklan yang didapat pengguna Apple. Itulah pula yang membuat perseteruan dua raksasa itu tampak lucu. Sebab, sesungguhnya mereka berdua bukanlah competitor langsung. Bisnis model mereka berbeda. Apple mendulang duit dari penjualan produk dan dari App Store. Sementara Facebook, menumpuk kekayaan dari iklan. Menjual data pengguna untuk jadi sasaran pengiklan yang lebih spesifik. Tapi kok ya saling menjatuhkan begitu?
Sesungguhnya, justru soal data pengguna itulah yang jadi pangkal perseteruan. Sedari awal Apple terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya dengan cara Facebook berbisnis. CEO Apple, Tim Cook, menduing Facebook memperlakukan pengguna hanya sebagai produk, yang bisa dijual ke pengiklan tanpa memperhatikan pentingnya data pribadi pengguna.
Bahkan pada 2018, Cook pernah mengatakan, bisa saja Apple membuat platform sosial media serupa dengan Facebook, mengumpulkan data pengguna, lalu menjualnya ke pengiklan. “Tapi kami memilih tidak (melakukan itu),” tegas Cook. Pada 2010 silam, Co-Founder Apple, mendiang Steve Jobs, juga pernah mengingatkan Facebook agar lebih memperhatikan isu data peribadi pengguna.
Terakhir, seorang eksekutif Apple, Jane Hovarth, mengeluarkan pernyataan tajam. “Sudah jelas Facebook berniat mengumpulkan data (pengguna) sebanyak mungkin. Sesuatu yang sama sekali tak menghargai data pribadi pengguna,” kata Hovarth, seperti dikutip New York Times.
Sikap Apple itu mendapat dukungan dari Roger McNamee, seorang investor Silicon Valley, yang juga tak suka dengan cara Facebook berbisnis. McNamee mengatakan, buaya Apple adalah memberdayakan pengguna, sementara budaya Facebook adalah mengeksploitasi pengguna. Sepanjang sejarah, Apple punya banyak bahan untuk mengkritik Facebook, tapi mereka memilih tak melakukan itu. Walaupun Apple tahu, betapa kasarnya Facebook.
Tudingan itu tentu saja membuat Facebook berang, dan balas menyerang. “Mereka menggunakan posisinya yang kuat di pasar untuk memilih data yang mereka kumpulkan, dan membuat pesaing tak mungkin mendapatkan dan menggunakan data yang sama. Mereka mengatakan itu menyangkut privasi (pengguna), tapi sebenarnya itu untuk keuntungan (Apple),” demikian pernyataan resmi Facebook menanggapi Hovarth.
Intinya, Facebook menuding Apple cenderung ingin memonopoli bisnisnya. Tudingan yang sebenarnya masuk akal juga. Mengingat sudah berapa kali Apple tersandung kasus hukum menyangkut praktik monopoli. Seperti saat ini, mereka terlibat dalam serangkaian proses hukum. Tuduhannya? Menggunakan kedudukannya yang dominan untuk berlaku sewenang-wenang pada pihak pengembang, dengan menerapkan persyaratan yang tak adil. Belum lagi tuduhan soal mungkir dari pajak.
Mark Zuckerberg yang merasa terganggu dengan “tingkah” Apple itu, pernah balas menyindir. “Apa kalian pikir, dengan membeli dan membayar produk Apple, lalu Anda merasa berada di pihak Apple? Kalau kalian benar-benar berpihak pada Apple, semestinya produk Apple tak akan semahal itu,” ujar Zuckerberg, dalam suatu kesempatan. Ya memang, nyatanya lini produk Apple memang terkenal harganya selangit.
Sulit membayangkan Apple dan Facebook duduk manis bersama, mengingat perseteruan yang makin meruncing dari hari ke hari itu. Padahal, kalau dicermati, sesungguhnya mereka berdua saling membutuhkan.
Nyatanya, Apple butuh Facebook (sebagai pemilik WA dan IG) untuk melengkapi App Store dan iPhone. Seandainya aplikasi-aplikasi itu, yang notabene dipakai miliaran orang sedunia, tak ada di iPhone, masihkah orang mau membeli dan memakai iPhone? Jangan-jangan justru iPhone yang ditinggalkan penggunanya.
Sebaliknya, Facebook juga butuh Apple. Dengan populasi iPhone yang mendominasi Amerika, dan cukup besar market sharenya di sebagian Eropa dan Cina, jelas memberi kontribusi besar bagi pendapatan Facebook. Kehilangan Apple, akan membuat pendapatan Facebook anjlok drastic. Dan itu terbukti, sedikit ancaman dengan fitur “App Tracking Transparency” sudah membuat Facebook kalang kabut.
Makanya, hubungan kedua raksasa teknologi ini, seperti “benci tapi rindu”. Damai ajalah…luuurr!!!
The post Apple vs Facebook: Benci Tapi Rindu appeared first on KalbarOnline.com.
KalbarOnline, Pontianak - Penjabat Ketua TP PKK Provinsi Kalimantan Barat, Windy Prihastari yang juga selaku…
KalbarOnline, Pontianak - Masyarakat Kota Pontianak masih menginginkan Sutarmidji kembali menjadi Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar)…
KalbarOnline - Debut solo Irene Red Velvet "Like a Flower" dikabarkan akan dilakukan pada 26…
KalbarOnline, Pontianak - Atlet panjat tebing Indonesia, Veddriq Leonardo yang sukses meraih medali emas di…
KalbarOnline - Bulking adalah fase dalam program kebugaran di mana seseorang sengaja meningkatkan asupan kalori…
KalbarOnline, Ketapang - Mewakili Bupati Ketapang, Asisten Sekda Bidang Administrasi Umum Pemkab Kegapang, Devy Harinda…