Diabetes gestasional merupakan salah satu permasalahan yang cukup umum terjadi selama kehamilan. Kondisi ini memengaruhi sekitar 14% dari seluruh kehamilan dengan jumlah yang lebih tinggi pada ibu hamil di Asia Tenggara, yakni mencapai sekitar 24,2%, sementara Afrika 10,5%. Risiko pun akan semakin meningkat jika mereka memiliki faktor risiko adanya riwayat diabetes, berat badan berlebih, atau hamil di usia lebih dari 30 tahun.
Sayangnya, berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh Teman Bumil dan Populix terhadap 256 responden wanita di Indonesia, masih terdapat sekitar 25% di antaranya yang justru belum pernah mendengar dan mengetahui kondisi ini. Hal tersebut umumnya terjadi karena tidak adanya teman atau keluarga yang mengalaminya.
Bagi wanita, menjalani momen kehamilan berarti banyak hal baru yang harus dipelajari. Selain nutrisi yang dibutuhkan selama kehamilan, mereka juga perlu memperkaya pengetahuan mengenai sejumlah permasalahan yang mungkin terjadi di masa-masa ini. Tujuannya agar ibu hamil bisa mencegah permasalahan tersebut dan menjalani momen kehamilan hingga persalinan dengan sehat.
Meski begitu, masih terdapat sejumlah ibu hamil, khususnya di luar wilayah Jabodetabek yang merasa kurang mendapatkan informasi mengenai diabetes gestasional. Dari 42 responden yang merasa kurang memperoleh informasi mengenai diabetes gestasional, setengah di antaranya mengaku tidak pernah bertanya secara langsung kepada petugas kesehatan mengenai kondisi tersebut. Alasannya, durasi waktu konsultasi yang sedikit dan beberapa tenaga kesehatan yang tidak begitu informatif.
Faktanya, diabates gestasional menjadi salah satu kondisi yang cukup umum terjadi pada ibu hamil. Diabetes gestasional sebenarnya mirip dengan diabetes pada umumnya. Hanya saja, kondisi ini terjadi selama proses kehamilan, di mana sebelum hamil ibu tidak mengalami diabetes.
Dalam beberapa kasus, diabetes gestasional akan hilang setelah ibu melahirkan. Namun sekitar 60% dari jumlah ibu yang pernah mengalami kondisi diabetes gestasional selama kehamilan, memiliki risiko mengalami kondisi diabetes melitus tipe 2 di kemudian hari.
“Biasanya, setelah melahirkan ibu akan tampak pulih dari diabetes. Akan tetapi, jika sudah pernah sekali mengalami diabetes, seperti diabetes gestasional ini, ada kecenderungan untuk mengalami diabetes kelak. Maka itu, jika memang seorang ibu pernah mengalami diabetes gestasional, ia harus berhati-hati terhadap pola hidupnya karena faktor risiko berikutnya memang diabetes,” jelas Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, Finasim, dalam wawancara eksklusif yang dilakukan oleh GueSehat pada Senin (7/12) lalu.
Diabetes gestasional dapat terjadi karena terdapat beberapa jenis hormon dari ibu dan plasenta, seperti estrogen, progesteron, leptin, kortisol, lactogen plasenta, dan hormon pertumbuhan plasenta, memiliki cara kerja berlawanan dengan insulin selama kehamilan.
Insulin sendiri, seperti kita ketahui, merupakan hormon yang berfungsi untuk mengolah glukosa dalam tubuh dan mengontrol kadar gula darah. Keberadaan hormon kehamilan membuat kinerja insulin terganggu dan akhirnya menyebabkan diabetes gestasional.
Risiko terjadinya diabetes gestasional semakin meningkat apabila ibu hamil mengalami beberapa kondisi, seperti adanya riwayat diabetes, faktor genetik, kelebihan berat badan atau obesitas, kehamilan pada usia di atas 30 tahun, hingga adanya penyakit lain yang menyebabkan resistensi insulin.
Berdasarkan survei Teman Bumil dan Populix sendiri, 6 dari 10 Mums mengaku adanya riwayat diabetes di keluarga lah yang menjadi faktor penyebab utama mereka mengalami diabetes gestasional.
Gaya hidup urban dan pola makan yang kurang sehat juga menjadi salah satu faktor yang cukup berpengaruh dalam menyebabkan ibu hamil mengalami diabetes gestasional. Hal ini tampak dari hasil survei, di mana sekitar 35% Mums yang sedang hamil dan dinyatakan berisiko mengalami diabetes gestasional kebanyakan berada di wilayah Jabodetabek.
Sejalan dengan temuan survei tersebut, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, dr. Ardiansjah Dara Sjahruddin, Sp.OG, juga menegaskan bahwa kemungkinan banyaknya pilihan makanan dan kemudahan untuk memperolehnya menjadi faktor ibu hamil di daerah Jabodetabek lebih banyak didiagnosis mengalami diabetes gestasional.
Kebanyakan Mums dinyatakan memiliki atau berisiko diabetes gestasional di trimester kedua dan ketiga. Menurut dr. Dara, hal ini sangat erat kaitannya dengan kondisi sang ibu hamil. “Di awal-awal trimester, bulan 3 atau 4, biasanya ibu hamil masih mual-mual. Jadi, mereka malas makan. Tetapi setelah melewati usia kehamilan tersebut atau memasuki trimester kedua, keluhan tersebut mulai mereda dan membuat ibu hamil bisa lebih leluasa mengonsumsi makanan. Beberapa di antaranya mungkin malah jadi tidak terkontrol, termasuk berlebihan dalam mengonsumsi makanan manis,” ujar dr. Dara.
Apabila hal tersebut dibiarkan, diabetes gestasional bisa dialami. Ada beberapa gejala yang mungkin dialami, misalnya mudah haus, sering buang air kecil, dan mudah lelah. Dari 72 responden survei yang sedang hamil dan mengalami atau berisiko diabetes gestasional, sering buang air kecil merupakan gejala yang paling umum mereka rasakan.
Satu-satunya langkah pengobatan yang bisa ditempuh oleh ibu hamil dengan kondisi diabetes gestasional adalah dengan melakukan terapi insulin. Hal ini tidak berbeda dengan penyandang diabetes pada umumnya. Hanya saja, tentu dokter akan melakukan penyesuaian penggunaan insulin dengan kondisi ibu hamil.
Diabetes gestasional tidak bisa dianggap sepele. Kondisi ini bisa menyebabkan sejumlah permasalahan pada ibu dan tentunya juga pada bayi. Pada ibu, diabetes gestasional bisa meningkatkan risiko terjadinya komplikasi selama kehamilan, seperti prematur, pre-eklampsia dan makrosomia (bayi lahir dengan berat lebih dari 4 kg). Dalam jangka panjang, diabates gestasional bisa meningkatkan risiko ibu mengalami diabetes melitus tipe 2 di kemudian hari.
Sementara itu, diabetes gestasional bisa menyebabkan bayi mengalami asfiksia, RDS (Respiratory Distress Syndrome), hingga kematian. Dalam jangka panjang, anak yang lahir dari ibu dengan kondisi diabetes gestasional juga lebih berisiko mengalami obesitas di masa mendatang.
Karenanya, untuk menghindari kondisi diabetes gestasional dan sejumlah dampaknya, sangat penting bagi ibu hamil untuk melakukan langkah pencegahan. Bahkan, hal ini sebaiknya dilakukan sejak merencakan kehamilan. Ketika hamil, skrining juga sangat diperlukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan diabetes gestaional.
“Jika memang ada riwayat diabetes keluarga atau memiliki faktor risiko lain, skrining biasanya dilakukan dengan tes gula darah. Tes gula darah ini dilakukan 1-2 kali selama kehamilan, biasanya saat awal kehamilan atau menjelang 6 bulan, dan di trimester kedua atau ketiga,” tambah dr. Dara.
Di samping itu, menerapkan gaya hidup dan pola makan sehat, terutama membatasi konsumsi makanan manis juga menjadi kunci penting menghindarkan ibu hamil dari diabetes gestasional beserta komplikasinya.
Sedangkan bagi ibu hamil yang memang sudah didiagnosis berisiko atau mengalami diabetes gestasional, mengonsumsi suplemen khusus untuk mengontrol diabetes dan mengganti gula dengan pemanis khusus untuk diabetesi juga bisa membantu. Namun, pastikan hal ini sudah dikonsultasikan terlebih dulu dengan dokter.
KalbarOnline, Ketapang - Kecelakaan lalu lintas tragis terjadi di Jalan Trans Kalimantan, tepatnya di daerah…
KalbarOnline, Ketapang - Bupati Ketapang, Martin Rantan menghadiri Pagelaran Seni Budaya Melayu "Pawai Astagune Raksasa…
KalbarOnline, Ketapang - Pj Sekretaris Daerah Kabupaten Ketapang, Donatus Franseda menghadiri senam massal dalam rangka…
KalbarOnline, Ketapang - Dewan Pertimbangan Partai Golkar Ketapang, Martin Rantan menegaskan, pasangan calon bupati dan…
KalbarOnline, Ketapang - Ribuan pendukung Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Ketapang nomor…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Internasional, Universitas Tanjungpura (Untan)…