KalbarOnline.com – Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW), mengapresiasi sikap MUI, NU, Muhammadiyah, yang dengan tegas menolak wacana normalisasi hubungan dengan Israel. Diketahui, wacana tersebut sudah diopinikan oleh sejumlah pihak, termasuk media-media zionis.
Dalam opini, itu diwacanakan seolah-olah, Indonesia bakal mengikuti langkah beberapa negara di Timur Tengah, melakukan normalisasi hubungan dengan Israel. Karena sejak awal, Indonesia konsisten dengan sikap dasarnya untuk membela Palestina menjadi negara merdeka dengan ibukota Yerusalem Timur.
“Ditegaskan juga dengan sikap resmi Presiden RI Joko Widodo yang disampaikan langsung, melalui telepon kepada Presiden Palestina Mahmud Abbas, bahwa Indonesia tidak mengikuti arus normalisasi dengan Israel,” ujar HNW dalam keterangan tertulisnya pada KalbarOnline.com.
Dalam posisi ini, HNW menilai, manuver politik Amerika Serikat (AS) patut dicurigai, terlebih ketika Donald Trump yang berada di bulan terakhir kekuasaannya, mencoba memperdagangkan pengaruhnya dan mengiming-imingi dana investasi USD 2 miliar (setara kurang lebih Rp 28,35 triliun), bila Indonesia mau menormalisasi hubungan dengan Israel. Pernyataan tersebut sebagaimana dinyatakan melalui Kepala lembaga investasi AS untuk luar negeri (DFC) Adam Boehler (21/12).
HNW yang juga Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta II, mengecam iming-iming investasi Amerika Serikat (AS) agar Indonesia ikut melakukan normalisasi dengan Israel.
“Itu jelas pelecehan terhadap kedaulatan Indonesia, yang secara historis dipeganginya sejak zaman Presiden Sukarno dan seterusnya. Marwah dan jati diri bangsa itu sangat mahal dan tentunya tak bisa dibeli apalagi dengan harga murah, hanya Rp 28,35 Triliun,” ujarnya.
HNW juga menuturkan, dari Tenaga Kerja Migran Indonesia saja, bisa dihadirkan devisa senilai Rp 157 Triliun. Apalagi, iming-iming itu jelas melecehkan sikap rakyat dan Pemerintah Indonesia.
Menurut HNW, iming-iming yang bisa jadi sogokan untuk pemerintah Indonesia, tersebut membuktikan bahwa normalisasi dengan Israel tidak ada hubungannya dengan membantu Palestina untuk mendapatkan kemerdekaannya. Melainkan lebih merupakan proyek ekonomi dan bisnis yang (diperkirakan) menguntungkan bagi negara yang melakukan normalisasi dan Israel serta sponsornya; Amerika Serikat.
Bahkan, sebaliknya justru sangat merugikan kepentingan politik, ekonomi, sosial serta perjuangan Palestina untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara yang merdeka secara penuh. Justru yang akan terjadi adalah makin banyak negara yang meakui Israel sebagai negara bukan penjajah, dengan Yerusalem sebagai ibukota abadinya.
Faktanya, lanjut HNW, Israel masih menjajah Palestina, bahkan menolak resolusi DK/SU PBB untuk mengakui Palestina sebagai Negara Merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. Itulah yang sering disebut sebagai Two State Solution.
“Maka wajar bila pihak yang paling pertama menolak normalisasi dengan Israel adalah Palestina, karena Palestinalah yang paling dirugikan,” tegasnya.
HNW juga menyarankan, agar Presiden Jokowi secara terbuka menolak iming-iming sogokan itu. Pada saat bersamaan Presiden perlu menyampaikan kembali pernyataan jujurnya bahwa Indonesia punya hutang terhadap Palestina. Yaitu hadirnya Palestina sebagai Negara yang merdeka, sebagaimana negara-negara merdeka lainnya.
Dirinya memandang pentingnya penolakan serius terhadap isyarat pihak Amerika Serikat dan Israel untuk mewujudkan normalisasi Indonesia dengan Israel. Baik berupa iming-iming investasi dari AS, maupun ketika Menteri Kerjasama Regional Israel Ofir Akunis mengisyaratkan normalisasi Israel dengan negara Muslim “yang tidak kecil” di Asia (23/12).
“Jika sebelumnya Jokowi meyakinkan Mahmud Abbas, kini saatnya Presiden Joko Widodo meyakinkan pemerintahan baru di AS dan dunia internasional bahwa Indonesia tidak terpengaruh oleh isyarat-isyarat tersebut. Indonesia konsisten memegangi kesepakatan Internasional terkait Palestina, dan tetap menolak normalisasi dengan Israel demi terwujudnya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” jelas HNW.
Lebih lanjut, HNW mengusulkan, agar Jokowi menegaskan penolakan tersebut sesegera mungkin, baik di akhir tahun 2020 atau pun di awal tahun 2021.
“Penyampaian sikap terbuka Presiden dapat menjadi pesan pemersatu bagi lanskap politik Indonesia pada hari-hari ini. Tentu akan menguatkan komitmen untuk membantu Palestina, jika Presiden Jokowi juga sekaligus menyatakan membatalkan calling visa untuk Israel,” pungkas HNW.
Comment