KalbarOnline.com – Para pelaku industri tahu dan tempe sangat terbebani dengan adanya kenaikan harga kedelai yang mencapai hampir sebesar 50 persen pada awal tahun 2021 ini. Kenaikan harga kedelai tersebut memukul para pelaku industri tahu dan tempe, sehingga mereka memutuskan untuk melakukan mogok produksi.
Terkait hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina mengatakan bahwa adanya kenaikan harga kedelai yang hampir mencapai 50 persen menjadi kado pahit bagi industri tahu dan tempe di awal tahun 2021, mengingat di tengah pandemi Covid-19 saat ini daya beli masyarakat menurun.
“Kedelai sebagai bahan baku utama bagi industri tahu dan tempe tentu akan sangat mempengaruhi harga produk tahu dan tempe di masyarakat. Jika harga kedelai naik, maka harga tahu dan tempe di masyarakat juga akan ikut naik. Dengan begitu kenaikan harga kedelai akan menimbulkan efek berganda, mengingat para pelaku UMKM juga menggunakan tahu dan tempe sebagai bahan baku produk makanan yang mereka jual,” ucap Nevi dalam siaran persnya, belum lama ini.
Mengutip catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Nevi memaparkan, impor kedelai sepanjang semester-I 2020 mencapai 1,27 juta ton atau senilai 510,2 juta dollar AS atau sekitar Rp7,52 triliun (dengan menggunakan kurs Rp14.700). Dari total impor tersebut, sebanyak 1,14 juta ton di antaranya berasal dari AS.
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, khususnya pada pasal 54 ayat (3), Pemerintah dapat membatasi impor barang dengan alasan untuk membangun, mempercepat, dan melindungi industri tertentu di dalam negeri, atau untuk menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca perdagangan. Tentunya hal tersebut harus diimbangi peran pemerintah untuk dapat meningkatkan produksi kedelai dari dalam negeri, sehingga kebutuhan kedelai untuk industri dapat dipenuhi tanpa harus impor.
Oleh karenanya, ia meminta agar Pemerintah dapat memperbaiki tata niaga kedelai dalam negeri. Selain itu dibutuhkan kolaborasi aktif antara Kementerian dan Lembaga terkait serta melibatkan pelaku industri dan UMKM agar dapat menciptakan stabilitas harga kedelai.
“Melonjaknya harga kedelai juga dapat meresahkan pedagang kecil. Karena nanti penjual gorengan tidak dapat menjual tahu dan tempe goreng, sehingga pendapatan mereka pun bisa berkurang,” tuntasnya.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin terus mengamati gejolak harga yang terjadi pada beberapa komoditas pangan seperti kedelai, cabai, telur ayam, hingga daging sapi akhir-akhir ini. Ia mengatakan, hal tersebut menjadi sebuah early warning atau peringatan dini kepada pemerintah untuk dijadikan sebagai tantangan utama dalam menghadapi persoalan sepanjang tahun 2021.
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ini seringkali mengingatkan kepada pemerintah agar selalu waspada pada setiap pergantian tahun, untuk mengevaluasi kinerja dalam pelayanan kepada rakyat sehingga menjadi program prioritas baik dari sisi pengaggaran, sisi fokus Sumber Daya Manusia (SDM) maupun dalam penentuan target tujuannya.
“Hingga saat ini persoalan energi, pangan, pendidikan dan kesehatan menjadi tantangan berat bagi negara ini untuk membuat langkah-langkah menjadi negeri yang berdaulat. Daulat akan pangan dan energi semestinya mampu diciptakan tidak terlalu lama akibat dukungan sumber daya alam yang memadai. Untuk penguatan sektor kesehatan dan pendidikan juga akan menjadi sangat vital berkaitan dengan daya saing negara kita di dunia internasional,” tutur Akmal.
Akmal sangat menyayangkan persoalan kenaikan kedelai saat ini yang merupakan kejadian berulang tiap tahun. Seperti dikabarkan, kenaikan harga kedelai hingga menjadi Rp 9.200 per kilogram telah memicu sejumlah protes hingga mogok produksi para pengusaha tahu tempe di Jabodetabek, sebagian Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Banten, hingga Aceh.
Menurutnya, protes yang dilakukan pengusaha tersebut sangat wajar dilakukan untuk mendapat perhatian pemerintah agar ada solusi berkaitan dengan persoalan harga ini.
Selain itu, Akmal juga memantau adanya kenaikan cabai terjadi secara berkelanjutan, dimana harga rata-rata cabai merah di angka Rp50.300 per kilogramhingga Rp57.300 per kilogram. Sedangkan untuk harga daging sapi sudah mencapai Rp118.850 per kilogram dari harga normal Rp110.000 per kilogram.
Legislator dapil Sulawesi Selatan II itu mengingatkan pemerintah, agar ada formula tersistem dalam menangani persoalan harga pangan ini. Ia sering kali mengungkapkan berkaitan dengan stabilitas komoditas pangan dan pertanian ini dalam suasana pandemi sangat kokoh akibat kebutuhan yang stabil.
Bahkan pihak pemerintah melalui kementan beserta seluruh jajarannya pun sudah sering menyampaikan dalam berbagai forum kenegaraan, bahwa sektor pangan perlu dukungan kebijakan yang lebih dari saat ini.
“Saya berharap pemerintah mulai membuat prioritas tinggi dalam menghadapi persoalan pangan dan pertanian ini. Bukti terhadap dukungan pemerintah di sektor pangan dan pertanian ini adalah, adanya alokasi APBN yang proporsional terhadap sektor pangan dan pertanian. Awal kemajuan pertanian kita adalah, semua dukungan SDM dan Anggaran mulai dari riset, produksi, sarana pra sarana, hingga industri pasca panen perlu dikembangkan,” tutup Akmal. [ind]
KalbarOnline, Jakarta - PT PLN (Persero) terus menggalang kolaborasi global demi mendukung upaya pemerintah dalam…
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…