KalbarOnline.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Staf Ahli Menteri di Kementerian Sosial (Kemensos) Restu Hapsari dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial yang menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara sebagai tersangka. Restu mengaku dicecar penyidik KPK mengenai tugas dan fungsi kerjanya sebagai staf Ahli.
“Ditanya tentang saya saja selama ini seperti apa di Kemensosnya. Jadi, lebih banyak ke umum saja, tentang apa-apa saja yang terkait dengan saya,” kata Restu usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (26/1).
Restu juga mengaku ditelisik pengetahuannya mengenai mekanisme pengadaan hingga penyaluran bantuan sosial paket sembako Jabodetabek hingga berujung rasuah. Dia menyebut, secaea rinci bisa dijelaskan KPK.
Kendati demikian, Restu mengklaim tak mengetahui soal kasus korupsi bansos Covid-19 yang saat ini sedang ditangani KPK.
“Saya di direktorat pemberdayaan sosial, jadi tidak terkait secara langsung, karena saya tim menteri saja,” tandas Restu.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka. Sebagai tersangka penerima suap diantaranya Juliari Peter Batubara selaku Menteri Sosial (Mensos); Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kemensos. Selain itu sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Sidabuke (HS) selaku pihak swasta.
KPK menduga, Juliari menerima fee sebesar Rp 17 miliar dari dua periode paket sembako program bantuan sosial (Bansos) penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek. Penerimaan suap itu diterima dari pihak swasta dengan dimaksud untuk mendapatkan tender sembako di Kementerian Sosial RI.
Juliari menerima fee tiap paket Bansos yang di sepakati oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) sebesar Rp 10 ribu perpaket sembako dari nilai Rp 300 ribu perpaket Bansos.
Sebagai Penerima MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, JPB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Pihak pemberi AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)
Saksikan video menarik berikut ini:
KalbarOnline, Pontianak - Empat Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Barat (Kalbar) resmi dilantik.…
KalbarOnline, Pontianak - Aloysius, anggota dari Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi ditunjuk sebagai Ketua…
KalbarOnline, Pontianak - Logistik pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 mulai didistribusikan ke berbagai kecamatan hingga…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr.…
KalbarOnline, Pontianak - Logistik pemungutan suara dalam rangka pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak untuk Kota…
KalbarOnline, Pontianak - Ribuan guru berpakaian adat daerah mengikuti upacara peringatan Hari Guru Nasional (HGN)…