Selama pembelajaran jarak jauh ini di masa pandemi, orang tua yang mendampingi anak-anaknya sekolah daring tentu merasakan tantangan yang cukup berat. mengapa anak susah sekali sih diminta konsentrasi? Mums, mau anak mintar kan? Nah. fakta menunjukkan ternyata salah satu penyebabnya kecukupan zat besi.
Mums tidak sendirian. Banyak anak usia prasekolah, mulai usia 1 tahun yang mengalami anemia. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 (Riskesdas) menunjukkan 1 dari 3 anak balita Indonesia mengalami anemia. Data penelitian internasional pun menunjukkan, lebih dari 40 persen anak balita di negara berkembang menderita anemia dan 50-60% kasus anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi.
Dalam jangka panjang, dampak kekurangan zat besi dikaitkan dengan kemampuan belajar akan sangat serius lho, Mums. Saat kemampuan belajar menurun, tentunya skor akademik anak merosot. Anak tidak akan menjadi pandai seperti harapan orang tua. Di masa depan, kualitas manusia di Indonesia akan kalah jauh dari negara lain yang konsumsi gizinya sangat baik.
Zat besi adalah unsur utama dalam Hb (hemoglobin), yang berfungsi mengantarkan oksigen dari paru ke seluruh tubuh. Defisiensi zat besi membuat konsentrasi Hb dalam darah rendah. Akibatnya, pasokan oksigen untuk sel-sel tubuh pun berkurang. Padahal, semua sel tubuh sangat membutuhkan oksigen untuk bisa berfungsi optimal.
Kekurangan zat besi khususnya pada anak memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang, misalnya gangguan pada perkembangan kognitif, motorik, sensorik serta perilaku dan emosi. Terlebih saat anak memasuki pra sekolah, kekurangan zat besi akan berdampak pada kurangnya konsentrasi saat belajar, ketidakmampuan belajar, hingga perkembangan yang tertunda.
Dijelaskan Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, ahli Gizi Ibu dan Anak, dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, bahwa zat besi adalah salah satu mikronutrien atau sering juga dikenal sebagai vitamin dan mineral yang sangat penting untuk mendukung kemampuan belajar anak.
“Grafik pertumbuhan otak dan fisik mengalami peningkatan paling pesat dalam 5 tahun pertama, setelah itu mulai melandai. Bila kita tidak bisa mengoptimalkan pertumbuhan itu, sel-sel otak pun tidak tumbuh optimal, dan tidak bisa dikejar lagi setelahnya,” jelas Prof. Fika dalam diskusi tentang “Dampak Kekurangan Zat Besi terhadap Kemampuan Belajar Anak” yang diadakan secara daring oleh Danone Specialized Nutrition Indonesia, pada Senin (25/01).
Anak kekurangan gizi, maka dampaknya irreversible, artinya bila sudah rusak maka permanen, dan tidak bisa diperbaiki. Salah satu zat gizi penting untuk mendukung kemampuan belajar anak adalah zat besi.
Sayangnya, data UNICEF (2016) menyebutkan, secara global, jumlah konsumsi makanan sumber hewani yang merupakan sumber zat besi utama pada anak usia 12-23 bulan sangat kurang. “Sekitar sepertiga anak usia 2 tahun hampir tidak mengonsumsi makan sumber hewani sama sekali, atau sangat sedikit mengonsumsinya,” ujar Prof. Fika.
Kebutuhan zat besi pada anak sangat tinggi sejak usia 1 tahun, dan harus dipenuhi melalui MPASI (makanan pendamping ASI). Untuk itu setelah mendapat MPASI, anak harus mendapat makanan sumber zat gizi dari makanan hariannya.
“Kekurangan zat besi tidak terjadi secara mendadak, namun bertahap. Diawali dari penurunan jumlah zat besi, lalu tubuh pun mulai membuat lebih sedikit sel darah merah,” ujar Prof. Fika.
Tanda-tanda dan gejala anak kekurangan zat besi yang bisa Mums temukan adalah konsentrasi belajar menurun. Jika dibiarkan akan menyebabkan performa belajarnya pun turun. Si Kecil malas mengerjakan tugas dan PR.
Sedangkan tanda secara fisik, tambah bagian bawah mata anak terlihat pucat, sering pusing, kuku dan telapak tangan tampak pucat, serta mengalami gejala 5L (lemah, letih, lesu, lelah, lalai). Penelitian menunjukkan, anak usia 6-16 tahun yang mengalami defisiensi besi memiliki nilai matematika dan membaca yang lebih rendah ketimbang anak yang normal.
Anak usia 1-3 tahun membutuhkan 7 mg zat besi setiap hari. Sumber utama zat besi adalah protein hewani seperti daging, ikan, unggas, dan hati. Bahan makanan ini adalah sumber zat besi heme, yang penyerapannya sangat baik di saluran cerna.
Agar daging mudah dikunyah dan tidak ditolak oleh anak, Mums harus memasak daging hingga lunak. Anak sudah mengonsumsi protein hewani yang kaya zat besi, tapi kok masih belum cukup ya?
Nah Mums, bisa jadi penyerapan zat besinya tidak maksimal. Minuman yang mengandung tanin seperti teh, kopi, dan cokelat, serta bikarbonat dalam minuman bersoda bisa menghalangi penyerapan zat besi.
Oleh karena itu, beri jeda 2 jam sebelum atau sesudah makan bila ingin memberi anak makanan/minuman tersebut. Selain itu, untuk meningkatkan penyerapan zat besi, barengi dengan asupan vitamin C. Vitamin C sebaiknya diberikan sebelum makan karena dengan situasi yang asam, zat besi lebih mudah diserap di saluran cerna.
Satu lagi Mums. Selain protein hewani dalam bentuk makanan, susu bisa menjadi alternatif yang sangat baik untuk memenuhi kecukupan zat besi anak. Menurut Prof Fika, susu memiliki skor cerna protein yang paling tinggi dibandingkan makanan lainnya.
Tentunya pilihlah susu yang sudah difortifikasi zat besi agar mudah diserap usus. Bahkan sekarang pun sudah tersedia susu yang difortifikasi vitamin C untuk memaksimalkan penyerapan zat besi.
Saat Mums tidak sempat memasak, susu bisa menjadi solusi sangat praktis. Bentuknya yang cair lebih mudah dikonsumsi oleh anak. Susu fortifikasi bisa diberikan untuk anak usia 1 tahun ke atas.
Dengan memastikan kebutuhan gizi anak terpenuhi, Mums sudah menjadi ibu hebat yang memenuhi hak anak untuk sehat dan pintar. Seperti dijelaskan Prof. Dr. Ir. Netti Herawati, M.Si, ketua HIMPAUDI Pusat, hak sehat adalah hak bagi setiap anak Indonesia. Anak berhak mendapat kesehatan dan makanan.
“Anak kekurangan zat besi menunjukkan belum terpenuhinya hak anak mendapatkan makanan dan pendidikan yang berkualitas. Otak anak sudah disiapkan untuk belajar. Pintunya ada dua, yakni nutrisi gizi dan nutrisi hati,” jelas Prof. Netti.
Analisis perkembangan anak usia dini Indonesia (2018) mengukur perkembangan sosial emosional anak usia 36-59 bulan melalui tiga indikator kemampuan. “Tampak bahwa pada anak dengan anemia defisiensi besi, bahwaketahanan konsentrasi anak lebih rendah. Sangat disayangkan karena hal ini berhubungan dengan kemampuan literasi dan numerasi anak,” ujar Prof. Netti.
Sumber:
Presnetasi Prof. DR. IR Netti Herawati M.SI. Efek Kekurangan Zat Besi Terhadap Kemampuan Belajar Anak, Januari 2021
Presentasi Prof. Drg. Sandra Fikawati, MPH. Pentingnya Zat Besi untuk Anak Usia PAUD, Januari 2021
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…