Ahli Penyakit Menular AS Sebut Covid-19 Bisa Bersifat Kronis

Belakangan ini negara-negara di Asia bergolak. Aksi turun ke jalan terjadi di banyak negara. Mereka menuntut pemerintah untuk tidak bertindak seenaknya.

IKLANSUMPAHPEMUDA

MONUMEN Demokrasi di Thailand berselimut kain merah pekan lalu. Para aktivis menyebut warna merah itu representasi darah para pejuang demokrasi di Negeri Gajah Putih. Massa berang dan kembali turun ke jalan setelah empat aktivis ditangkap dan dijerat dengan pelanggaran undang-undang lese majeste. UU karet itu bisa menangkap siapa saja yang dituding menghina keluarga kerajaan.

Baca Juga :  Selidiki Asal Mula Covid-19, Tim WHO Akan Tiba di Tiongkok 14 Januari

Mereka yang ditahan adalah Parit Chiwarak, Arnon Nampa, Somyos Prueksakasemsuk, dan Patiwat Saraiyaem. Dakwaan mereka terkait aksi di Thammasat University, Bangkok, 19 September tahun lalu. Rabu (17/2) pengadilan menolak membebaskan mereka dengan jaminan. Massa yang berang berjanji akan turun ke jalan dengan kekuatan lebih besar lagi.

Aksi massa menuntut penghapusan UU lese majeste itu sempat memanas tahun lalu. Massa juga menginginkan Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha mundur dari jabatannya. Tetapi, pandemi Covid-19 membuat aksi kembali sepi.

Baca Juga :  Satgas Pamtas Yonif 642 Apel Sterilisasi dan Penegakan Protokol Kesehatan Cegah Kasus Impor dari Malaysia

Namun, perjuangan menuntut demokrasi di negeri tetangga, Myanmar, membuat semangat para demonstran kembali berkobar. Terlebih dengan adanya penangkapan tadi. Penduduk Thailand dan Myanmar saling menginspirasi.

Mereka sama-sama menggunakan salam tiga jari alias three finger salute dalam hampir setiap aksi. Itu adalah simbol perlawanan yang diadopsi dari film The Hunger Games.

Comment