Penyakit Vektor Virus Nipah: Cegah Sebelum Menjadi Pandemi

Penyakit Vektor Virus Nipah: Cegah Sebelum Menjadi Pandemi

Devi Ayu Prasetyoningsih

IKLANSUMPAHPEMUDA

Mahasiswa Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

KalbarOnline, Opini – Berawal dari pemberitaan yang disampaikan oleh Suara Pemred Kalbar pada Februari 2021, bahwa pemerintah kabupaten Sanggau mengeluarkan surat edaran terkait pencegahan penularan penyakit vektor virus Nipah. Saat ini mungkin masih banyak masyarakat awam yang belum mengetahui terkait virus Nipah baik itu penyebab, vektor, dan dampak dari penularan penyakit vektor virus Nipah.

Penyakit virus Nipah (Nee-pa) adalah infeksi zoonosis dan penyakit emerging yang disebabkan oleh virus Nipah (NiV), virus RNA dari genus Henipavirus, famili Paramyxoviridae yang memiliki selubung berukuran 40—600 nmin yang ditularkan oleh kelelawar buah jenis tertentu, terutama Pteropus spp. yang merupakan host utama virus Nipah (Reddy, 2018; Singh, et al., 2018). Dalam penularannya ke manusia, kelelawar buah yang membawa virus Nipah menginfeksi hewan lain, misalnya hewan ternak seperti babi. Kemudian, dari hewan ternak tersebut, virus Nipah masuk ke tubuh manusia melalui beberapa cara seperti kontak langsung dengan hewan melalui cairan saliva/liur hewan, urine, maupun kotoran hewan.

Kelelawar Buah dari Genus Pteropus spp. (Sumber: Reddy, 2018)

Seperti yang dikemukakan oleh Singh, et al. (2018), hewan yang melakukan kontak dengan kelelawar (terinfeksi) atau inang perantara (vektor) seperti babi yang bertanggung jawab atas infeksi pada manusia. Dari kontak tersebut, manusia yang terinfeksi oleh virus Nipah akan merasakan/mengalami beberapa gejala, seperti demam disertai sesak napas, batuk dan sakit kepala. Bahkan, dalam keadaan yang lebih parah, pada manusia yang terinfeksi virus Nipah dapat terjadi radang otak atau ensefalitis bersama dengan kejang yang akan menimbulkan komplikasi (Singh, et al., 2018).

Penularan penyakit virus Nipah dapat terjadi karena adanya kontak atau terpapar langsung dengan hewan yang terinfeksi virus Nipah, baik itu kelelawar maupun hewan vektor perantara (babi, dan lain-lain) melalui cairan yang dikeluarkan oleh hewan tersebut maupun kotorannya. Penularan virus Nipah juga terjadi akibat manusia mengonsumsi daging hewan yang ternyata terinfeksi virus Nipah. Selain itu, infeksi virus Nipah dapat terjadi kepada manusia ketika manusia memakan buah yang telah digigit oleh kelelawar buah sehingga saliva atau liur dari kelelawar buah yang terinfeksi virus Nipah tersebut menempel pada permukaan buah dan dapat terdistribusi ke manusia secara oral dengan memakan buah tersebut.

Baca Juga :  Bingkai Pancasila dan Nasionalime Buta

Manusia yang telah terinfeksi virus Nipah dapat menjadi agen penularan antar manusia itu sendiri, sehingga terjadi peningkatan jumlah penularan virus Nipah pada manusia. Berdasarkan pernyataan Reddy (2018), penyakit vektor virus Nipah awalnya diidentifikasi pada tahun 1998 akibat adanya wabah ensefalitis (radang otak) dan penyakit pernapasan yang terjadi antara babi dan peternaknya, serta orang-orang yang berkontak dekat dengan babi yang terjadi pada sebuah desa bernama Kampung Sungai Nipah di Malaysia.

Wabah ini terjadi pada tahun 1998-1999 yang akhirnya sampai ke Singapura. Sejauh ini, berdasarkan data yang dihimpun oleh Singh, et al. (2018), terdapat total 639 kasus infeksi NiV (virus Nipah) pada manusia yang dilaporkan dari Bangladesh (261 kasus), India (85 kasus), Singapura (11 kasus), Filipina (17 kasus) dan Malaysia (265 kasus), dengan tingkat kematian sekitar 59 kasus. Akibat dari peningkatan penularan/penyebaran virus Nipah pada manusia, ditambah dengan belum adanya vaksin yang dalam mengatasi penyakit vektor virus Nipah, hal ini tentu akan menimbulkan potensi penyakit tersebut menjadi suatu pandemi apabila tidak dicegah sejak dini. Saat ini satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah pencegahan.

Beberapa langkah/cara yang dapat dilakukan sebagai bentuk pencegahan terhadap penyakit vektor virus Nipah, yaitu pertama, melakukan pengendalian virus Nipah pada babi, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia ketika terjadi wabah virus Nipah tahun 1999, yaitu dengan melakukan pembersihan dan disinfeksi peternakan babi secara rutin dan menyeluruh dengan deterjen yang tepat dan efektif untuk mencegah infeksi, apabila teridentifikasi potensi wabah penyakit vektor virus Nipah, maka dapat dilakukan pemusnahan hewan yang terinfeksi virus Nipah melalui penguburan atau pembakaran bangkai hewan terinfeksi dengan pengawasan yang ketat untuk mengurangi penularan infeksi ke manusia.

Kedua, dengan mengurangi risiko infeksi pada manusia melalui 3 cara, yaitu (1) mengurangi risiko penularan dari kelelawar buah ke manusia dengan cara meminimalisir risiko penularan dari konsumsi buah dengan mencuci bersih dan mengupas buah yang akan dikonsumsi, membuang buah yang memiliki tanda bekas gigitan kelelawar buah maupun hewan lainnya, serta menghindari penggunaan air sumur yang dikerubungi oleh kelelawar; (2) mengurangi risiko penularan dari hewan ke manusia dengan cara menghindari kontak dengan hewan terinfeksi virus Nipah seperti babi, dan hewan lainnya yang kemungkinan menjadi vektor virus Nipah.

Baca Juga :  Tren Bisnis Berbasis Umat di Era Digital Saat Ini

Ketika kontak dengan hewan harus dilakukan, maka dapat menggunakan sarung tangan dan pakaian pelindung sehingga dapat menghindari kontak secara langsung; (3) mengurangi risiko penularan dari orang ke orang (antar manusia) dengan cara menjaga jarak (physical distancing), mencuci tangan serta membersihkan diri setelah melakukan kontak fisik dengan orang yang terinfeksi virus Nipah atau setelah merawat dan mengunjungi orang sakit.

Ketiga, dengan mengendalikan infeksi virus Nipah melalui pengaturan perawatan kesehatan. Petugas kesehatan yang merawat atau menangani pasien yang diduga terinfeksi virus Nipah maupun sampel dari pasien yang terinfeksi virus Nipah harus menerapkan tindakan pencegahan pengendalian infeksi standar setiap saat, seperti pencegahan kontak dan droplet yang terbawa udara melalui penggunaan masker, sarung tangan, dan baju pelindung sekali pakai, karena petugas kesehatan ini memiliki risiko tinggi untuk terpapar dan menularkan dari orang ke orang.

Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan, yaitu pengawasan dan kesadaran akan potensi mencegah wabah virus Nipah dapat membantu mencegah terjadinya pandemi virus Nipah di masa depan. Walaupun saat ini para peneliti telah melakukan penelitian menggunakan protein virus Hendra untuk menciptakan suatu vaksin dalam menanggulangi penyakit virus Hendra dan virus Nipah, namun, alangkah lebih baik jika masyarakat melakukan tindakan pencegahan sejak dini.

Referensi

Kiwi. (2021, Februari 22). Suara Pemred. Retrieved from Suara Pemred Kalbar: https://www.suarapemredkalbar.com/read/sanggau/21022021/dikhawatirkan-menjadi-pandemi-barupemkab-sanggau-diminta-waspadai-virus-nipah

Reddy, K. R. (2018). Nipah Virus (NiV) Infection: An Emerging Zoonosis of Public Health Concern. Journal of Gandaki Medical College-Nepal11(02).

Singh, R. K., Dhama, K., Chakraborty, S., Tiwari, R., Natesan, S., Khandia, R., … & Mourya, D. T. (2019). Nipah virus: epidemiology, pathology, immunobiology and advances in diagnosis, vaccine designing and control strategies–a comprehensive review. Veterinary Quarterly39(1), 26-55.

Comment