Sahkah APBD 2023 di Tengah Perebutan Kursi Pimpinan DPRD Kubu Raya?
KalbarOnline, Kubu Raya – Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Kubu Raya telah terlaksana. Hasil pembahasan serta penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023 pun segera disahkan.
Sebagaimana diketahui, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di daerah itu sendiri.
Di DPRD Kabupaten Kubu Raya, perebutan kursi pimpinan antara Suharso dan Abdullah, belum kunjung selesai. Permasalahannya sangat ruwet.
Dengan demikian, ada pihak yang mengkhawatirkan akan terjadi permasalahan atau dampak besar pada kebijakan yang dikeluarkan. Terutama berkaitan dengan anggaran.
“Misalnya apabila nanti APBD 2023 diketok palu oleh pemerintah daerah dan disetujui DPRD, akan tidak sah jika ditandatangani oleh pimpinan DPRD yang sudah diganti oleh partai,” kata seorang sumber yang enggan namanya disebutkan.
Menurut dia, jika tetap memaksa mengesahkan kebijakan tanpa tandatangan unsur pimpinan definitif, terutama berkaitan dengan anggaran, maka akan bisa menjadi temuan bagi lembaga penegak hukum.
“Jika itu (kebijakan ditandatangani oleh pimpinan yang sudah diganti) tetap dilanjutkan, kemungkinan besar akan menjadi atensi buat kejaksaan atau lembaga-lembaga penegak hukum yang lain,” ucapnya.
Ini juga menjadi dilema bagi pemerintah daerah. Karena, jika tidak juga segera disahkan, akan menjadi masalah yang merugikan rakyat.
“Makanya, perlu dipandang siapa sebenarnya pimpinan definitif. Apalagi sudah ada surat dari Mendagri dan Gubernur Kalbar menyikapi konflik ini. Saya rasa, itu sudah menjawab atas apa yang direbutkan,” tutupnya.
Sementara itu, Pengamat Politik yang juga akademisi Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr. Jumadi berpandangan, selama belum keluarnya keputusan dalam sidang paripurna berkaitan soal pelantikan unsur pimpinan yang baru, tidak ada persoalan terkait pengesahan kebijakan.
“Tidak masalah. Jika belum ada paripurna pengesahan atau pelantikan unsur pimpinan yang baru,” kata Jumadi dihubungi pada Kamis, 24 Maret 2022.
Jumadi mengaku mengikuti permasalahan yang terjadi di DPRD Kubu Raya. Menurut dia, apa yang terjadi antara Suharso dan Abdullah adalah internal Partai Golkar.
“Ini sebenarnya soal mekanisme. Etikanya memang, semestinya DPRD itu menyerahkan sepenuhnya ke partai politik untuk penyelesaian. Partai politik pun harus bijak memutuskan persoalan ini,” kata Jumadi.
Jumadi mengatakan, persoalan antara Abdullah dan Suharso ini menjadi ruwet karena ada ranahnya partai politik yang bercampur dengan ranahnya DPRD.
Menurut dia, DPRD memang punya mekanisme berdasarkan tata tertib kelembagaan. Tapi sangat tidak begitu etis partai lain menolak usulan dari partai lain terkait siapa yang ditunjuk sebagai pimpinan DPRD.
“Karena sudah jelas, diawal saja pimpinan DPRD tidak dipilih, juga tidak ada pakai voting. Ketua dan Wakil Ketua DPRD di Kubu Raya bahkan seluruh Indonesia itu diusulkan oleh fraksi yang tentu direkomendasikan dari partai politik masing-masing,” jelas Jumadi.
Tetapi, memang untuk pengesahan unsur pimpinan DPRD itu harus melalui sidang paripurna. Sidang paripurna itu mekanismenye DPRD. Sifatnya hanya menyampaikan ada usulan dari partai politik.
“Jadi, partai politik lain tidak etis untuk mencampuri. Fraksi lain pun tidak etis menolak penetapan ini. Ini sebenarnya masalah internal. Yang tahu persoalan internal partai politik ini ya partai itu sendiri. Soal APBD tidak ada masalah. Karena belum ada pelantikan unsur pimpinan yang baru,” pungkas Jumadi.
Surat Mendagri dan Gubernur Kalbar
Seperti diketahui, saat paripurna pada 29 Juni 2021, Ketua DPRD Kubu Raya Agus Sudarmansyah melakukan voting terkait pergantian Wakil Ketua DPRD Kubu Raya Suharso.
Hasilnya dari 45 anggota DPRD Kubu Raya, 30 orang di antaranya tidak setuju Suharso meninggalkan kursi Wakil Ketua DPRD Kubu Raya. Hasil voting itu disampaikan ke Pemerintah Provinsi Kalbar.
Melihat kejanggalan terkait prosedur tersebut, Gubernur Sutarmidji pun konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kemudian pada 30 Juli 2021, terbit Surat Kemendagri bernomor 170.61/4971/OTDA yang ditandatangani Direktur Jenderal Otonomi Daerah Akmal Malik.
Dalam surat itu disebutkan, berdasarkan ketentuan Pasal 183 ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menegaskan untuk memberhentikan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota kuorum terpenuhi jika dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota DPRD kabupaten/kota dan keputusan rapat dinyatakan sah apabila disetujui oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPRD kabupaten/kota yang hadir.
Berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (3) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota menegaskan bahwa Pimpinan DPRD diberhentikan sebagai Pimpinan DPRD dalam hal partai politik yang bersangkutan mengusulkan pemberhentian yang bersangkutan sebagai Pimpinan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun proses administrasi pemberhentian Pimpinan DPRD dapat dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
Maka, berkenaan dengan hal tersebut di atas, agar Gubernur Kalimantan Barat dapat memfasilitasi proses pemberhentian Pimpinan DPRD Kabupaten Kubu Raya sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
Intinya, surat Kemendagri itu mengintruksikan Gubernur Sutarmidji untuk memfasilitasi pergantian Wakil Ketua DPRD Kubu Raya Suharso.
Menindaklanjuti hal tersebut Gubernur Sutarmidji melalui surat bernomor 170/4408/Pem-B tanggal 16 Desember 2021 memerintahkan Bupati Kubu Raya memfasilitasi proses dan kelengkapan administrasi pemberhentian dan pengganti pimpinan DPRD Kubu Raya.
Sutarmidji berpandangan, harusnya penggantian pimpinan itu tidak pakai voting-votingan. Sesuai prosedur, menurut dia, paripurna untuk penggantian pimpinan DPRD Kubu Raya itu seharusnya hanya menyampaikan atau mengumumkan
“Misalnya, ada partai mau mengganti Wakil Pimpinan dari partainya, cukup disampaikan di paripuna. Tidak ada pakai pemungutan suara. Tetapi yang dilakukan di Kubu Raya ini pemungutan suara, mana ada yang gitu-gitu tuh,” tegas Sutarmidji. (*)
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…