KalbarOnline, Pontianak – Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang digelar di Masjid As-Salam, pada Selasa (14/06/2022) malam–segenap unsur masyarakat yang tinggal di Jalan Budi Karya, Kelurahan Benua Melayu Darat, Kecamatan Pontianak Selatan–bersepakat bahwa layanan “ajeb-ajeb” yang berada dibalik neon box “Cafe Win One” harus ditutup selamanya.
Rapat ini melibatkan para jemaah, pengurus masjid, para alim ulama, para guru, tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat serta ketua-ketua RT yang berada di satu lingkungan tersebut.
“Saya menolak adanya usaha Win One di sekitaran Jalan Budi Karya, khususnya di wilayah Masjid As-Salam ini. Mungkin itu saja yang perlu saya sampaikan,” tegas Mulyadi, Ketua RT 001/RW 023 dalam rapat yang turut dihadiri pihak kepolisian dan TNI tersebut.
Terkait soal perizinan, Mulyadi pun menyatakan, bahwa dirinya sudah mengecek langsung data Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem Online Single Submission (OSS)–untuk melacak perizinan Win One. Dan hasilnya memang cukup mengejutkan.
“Saya pernah buka OSS. Terkait Win One ini, rupanya izin dia belum terverifikasi dan kewenangan itu dari pemerintah daerah izinnya,” beber Mulyadi.
Penolakan serupa juga disampaikan Ketua RT 002/RW 023, Syarif Usman. Ia menilai, bahwa fungsi “Cafe” Win One sudah jauh bergeser. Dari yang semula hanya tempat minum biasa (seperti kopi, dsb), kemudian berubah menjadi diskotek dan karaoke–yang notabene turut menyediakan minuman keras/beralkohol dan lainnya.
“Kami dari RT 002 tidak berharap adanya Cafe Win One yang tertutup. Kecuali di situ cafe terbuka sebagaimana cafe-cafe mestinya,” jelas Syarif Usman.
Pada pertemuan itu, Syarif Usman yang juga Ketua Harian Masjid As-Salam meminta agar semua warga untuk berbicara, menyampaikan unek-uneknya. Nantinya, protes warga akan ditampung untuk disampaikan ke pemerintah.
“Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Karena kita tidak berharap adanya konflik di dekat masjid. Hasil rapat malam ini akan kita sampaikan ke pihak berwenang. Supaya ada tindakan-tindakan,” ujarnya.
Syarif Usman berharap, pihak-pihak berwenang untuk segera menindaklanjuti apa yang telah disampaikan masyarakat. Lagi-lagi, agar tidak terjadi ekses-ekses yang diinginkan.
“Saya yakin beliau (Wali Kota, red) pun pasti tidak mau terjadi konflik. Apalagi saat sekarang ini dekat dengan Pilkada. Kita takut ini akan ditunggangi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab,” ucapnya.
Sementara itu, Saldi, perwakilan RT 003/RW 023 menjelaskan, bahwa jarak antara rumahnya ke Win One, boleh dibilang hanya sepanjang lapangan sepakbola.
“Kalau bicara soal terganggu. Saya lah orang pertama di sini yang merasa terganggu dengan keributan. Perlu kita ketahui dan catat. Bahwa seminggu itu, lebih dari empat kali ada keributan (di Win One, red),” terang Saldi.
Ia berpendapat, Pemerintah Kota Pontianak harus benar-benar bijak dan cepat menyikapi hal ini, karena jangan sampai gesekan yang tidak diinginkan timbul oleh karena pemerintah lamban memutuskan.
Saldi pun menyesalkan, bahwa usaha Win One seharusnya dapat menyesuaikan diri dengan keberadaan Masjid As-Salam. Karena Masjid As-Salam sudah sangat lama dan lebih dulu dibangun dari pada “Cafe” itu.
“Siapa yang harus menyesuaikan? Win One yang menyesuaikan atau masjid yang menyesuaikan tempat hiburan?!” kata Saldi memberikan pertanyaan retorik.
Terkait soal pemerintah, Saldi kembali menekankan, bahwa masalah ini hendaknya dapat dijadikan pelajaran serius bagi Pemkot Pontianak, agar dapat lebih selektif dan berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan, perizinan dan lain sebagainya.
Karena menurutnya lagi, persinggungan antara Masjid As-Salam dengan Win One tidak harus terjadi dan meruncing seperti ini, kalau OPD teknis yang terkait “beres” kerjanya.
“Kita yang hadir di sini semua adalah umat Islam. Ketika masjid diganggu. Hak dia (umat) untuk membela masjid,” tegasnya.
Disisi lain, Ketua RT 004, Samhono yang juga ikut menanggapi soal kemelut Win One ini, secara lantang menyatakan menolak tempat hiburan malam (THM) berada di muka umum atau di tengah pemukiman masyarakat dan tempat ibadah.
Sebagai Ketua RT, Samhono sejatinya tidak menolak siapapun yang mau berusaha, dan justru bagus untuk perekonomian masyarakat sekitar. Namun jika usaha itu sudah berpotensi merusak dan tak sesuai dengan aturan yang berlaku, maka tak ada jalan lain, harus dilarang.
Di hadapan Ketua-ketua RT, alim ulama, tokoh agama, polisi dan TNI, Samhono menegaskan, bahwa pihaknya tidak pernah dimintai dan memberi rekomendasi izin kepada pemerintah soal Win One.
“Untuk izinnya itu. Saya belum pernah melakukan tanda tangan. Yang dikeluarkan OSS pada 2021. Ini saya buka di sini. Kalau pun mau dicatat, ya silakan dicatat,” beber Samhono.
Menurutnya, pada medio 2021, untuk melakukan permohonan OSS, harus ada Surat Keterangan Domisili Usaha. Untuk mendapatkan Surat Keterangan itu, harus ada rekomendasi dari RT setempat.
“Soalnya saya juga pelaku usaha. Saya juga mempunyai izin usaha. Jadi apa yang dilihat dari kebenarannya di situ, saya terangkan lewat tulisan. Tulisan itulah yang dilanjutkan ke atasan (pemerintah). Kalau pun belum ada Surat Keterangan dari saya, berarti gelap (ilegal). Mungkin itu saja. Terima kasih,” jelas Samhono. (Tim)
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…