Plt Kepala BKN Akui Kesulitan Tuntaskan Masalah Tenaga Honorer

KalbarOnline, Jakarta – Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana mengakui kesulitan dalam menuntaskan permasalahan tenaga honorer yang ada di seluruh daerah di Indonesia.

Hal itu lah yang akhirnya mendorong pemerintah secara resmi membatalkan rencana penghapusan honorer mulai tanggal 28 November tahun 2023 mendatang.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Sangat tidak mungkin menuntaskan masalah honorer pada November 2023, waktunya sangat mepet,” kata Bima, dicuplik dari JPNN, Jumat (30/09/2022),

Menurut Bima, butuh waktu setidaknya 3-4 tahun kedepan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Oleh karenanya, BKN pun mengusulkan untuk melakukan revisi atau penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah (PP) tentang Manajemen PPPK, terkait batasan waktu 28 November 2023 itu.

Data Amburadul

Masih berdasarkan ulasan JPNN, bahwa salah satu faktor yang mendorong pemerintah membatalkan rencana penghapusan honorer mulai tanggal 28 November tahun 2023 mendatang, yakni soal pendataan yang dinilai masih amburadul.

Seperti diketahui, bahwa kebijakan penghapusan honorer ini merupakan amanat PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, yang mewajibkan status kepegawaian di lingkungan Instansi Pemerintah terdiri harus dari dua jenis kepegawaian saja, yaitu PNS dan PPPK, terhitung mulai 28 November 2023.

Dimana tindak lanjut dari PP 49 Tahun 2018 itu kemudian dilakukan pendataan non-ASN yang berada di instansi pemerintah pusat dan pemda oleh BKN. Pendataan non-ASN ini pun dilakukan setelah terbit Surat Edaran Pelaksana Tugas (Plt) MenPAN-RB, Mahfud MD, bernomor B/ISII IM SM.01.OO/2022 tertanggal 22 Juli 2022.

Baca Juga :  PGRI Minta Agar Tidak Ada Guru Siluman Lolos Seleksi PPPK

Bima menjelaskan, bahwa pendataan non-ASN atau honorer ini bukan dalam rangka pengangkatan mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK. Namun, dalam rangka pemetaan tenaga honorer.

Selanjutnya, di dalam SE tersebut Mahfud MD meminta, agar penyampaian data honorer harus disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK)

Adapun syarat pendataan tenaga non-ASN berdasar Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) nomor B/1511/M.SM.01.00/2022, sebagai berikut:

  1. Masih aktif bekerja di instansi pendaftar non-ASN.
  2. Mendapatkan honorarium dengan mekanisme pembayaran langsung yang berasal dari APBN untuk instansi pusat, dan APBD untuk instansi daerah. Dan bukan melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa, baik individu maupun pihak ketiga.
  3. Diangkat paling rendah oleh pimpinan unit kerja. Telah bekerja paling singkat 1 tahun pada tanggal 31 Desember 2021.
  4. Berusia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 56 tahun pada 31 Desember 2021.
Baca Juga :  Wabup Subandrio Tinjau Persiapan Lokasi Tes PPPK Sekadau

Dari sini, Bima meyatakan, terungkap kalau masih banyak masalah terkait pendataan honorer yang dilakukan, yang diantaranya soal kelengkapan dokumen yang dicantumkan.

Tak hanya itu, Bima juga mengungkap adanya kejanggalan, dimana hingga 19 September 2022, baru ada 74.832 orang honorer K2 yang datanya masuk ke aplikasi pendataan non-ASN BKN. Padahal, seharusnya ada 366.220 honorer K2 yang tersisa (masuk database BKN). Dengan kata lain, masih ada selisih 291.388 honorer K2 belum masuk pendataan non-ASN.

Kesimpulannya, menurut Bima, jika pada tahap pendataan non-ASN saja sudah muncul kejanggalan, bagaimana bisa dilakukan penghapusan honorer? Data mengenai siapa saja honorer yang akan dihapus juga belum beres.

Kendala lainnya juga, yakni terkait adanya keberatan yang disampikan sejumlah kepala daerah, dengan alasan tenaga honorer yang masih sangat dibutuhkan.

Sedangkan untuk mengangkat honorer menjadi PPPK, pemda-pemda mengaku tidak kuat menanggung gajinya. Pasalnya, pemerintah pusat sendiri hanya dapat menanggung sebagian anggaran dari gaji PPPK tersebut. (Jau)

Comment