Cara Ganjar-Mahfud Dongkrak Bauran EBT dan Realisasikan Transisi Energi

KalbarOnline, Nasional – Pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) sudah punya strategi terperinci untuk menjalankan transisi energi “kotor” menuju energi baru terbarukan (EBT).

Jika memenangi pilpres 2024, Ganjar-Mahfud menargetkan bauran EBT hingga kisaran 25 – 28% dicapai dalam satu periode kepemimpinan.

IKLANSUMPAHPEMUDA

“Karena di depan mata kita ini, sudah ada (transisi energi) yang kita laksanakan. Apabila kami laksanakan secara tepat, rasanya target- target itu pasti tercapai,” kata Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Agus Hermanto kepada wartawan di Jakarta, Jumat (12/01/2024).

Pada 2022, sumbangsih EBT dalam bauran energi nasional masih sekitar 14%. Padahal, Indonesia memiliki potensi EBT yang berlimpah, yakni mencapai 3.687 GW jika diakumulasikan dalam bentuk energi listrik. Potensi energi surya merupakan yang terbesar, yakni mencapai 3.294 GW.

Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau Conference of the Parties (COP) dari yang ke-21 hingga COP ke-28, mewajibkan negara-negara di dunia untuk menggenjot transisi energi ke bentuk energi yang ramah lingkungan. Indonesia termasuk salah satu negara yang menyetujui kesepakatan internasional tersebut.

Agus menjelaskan transisi energi ala Ganjar-Mahfud bakal dilakukan secara bertahap. Harapannya, penggunaan batu bara sebagai sumber energi bisa dipangkas dan Indonesia mampu mencapai net zero emission atau emisi nol pada tahun 2060.

Baca Juga :  Menag Ajak Milenial Bangun dan Jaga Persatuan di Hari Sumpah Pemuda

Pada tahap pertama, Ganjar-Mahfud akan menggelar dedieselisasi alias konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) ke pembangkit listrik berbasis EBT, seperti tenaga surya dan angin.

“Kita tidak lagi merencanakan PLTU yang baru. Jangan lagi membuat PLTU batu bara lagi. Kita mulai yang paling aman dulu. Tentu pertama kali energi surya. Energi surya sudah banyak dibangun, perbanyak,” ujar Agus.

Untuk PLTS, Agus mencontohkan pembangkit yang sudah beroperasi di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Ia meyakini PLTS bisa direplikasi di berbagai daerah yang potensi energi anginnya besar dan stabil.

“Tetapi pembangkit listrik energi angin itu masih menunggu power purchase agreement dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau perjanjian pembelian tenaga listrik yang dilakukan oleh PT. PLN dengan pengembangan listrik swasta,” kata Agus.

Untuk tahap selanjutnya, menurut Agus, Ganjar-Mahfud bakal memperbanyak membentuk desa mandiri energi berbasis EBT lokal. Ia mencontohkan desa-desa yang mengandalkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) atau berbasis bioenergi dari bahan organik seperti biomassa dan biogas.

“Beberapa di Jawa Tengah ada juga (yang pemenuhan energinya didapat) dari kotoran-kotoran sapi. Jadi, ada biogas dan itu bisa juga dipergunakan kalau untuk keperluan rumah tangga,” ungkapnya.

Tahap, selanjutnya ialah mengembangkan energi panas bumi yang ketersediaannya melimpah ruah di Indonesia. Banyaknya potensi energi panas bumi di Indonesia tak lepas dari lokasi Indonesia yang dilewati oleh cincin api Pasifik.

Baca Juga :  Jokowi Terima 5 Calon Kapolri Baru, Ini Daftarnya

“Kita punya sumber panas bumi yang tinggi, kurang lebih sebesar 30 giga watt. Tetapi, kita baru memanfaatkannya masih belasan persen, yaitu sekitar sebelas sampai dua belas persen,” sebut Agus.

Agus mengakui pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) tidak gampang. Pasalnya, Indonesia perlu teknologi geothermal yang bisa menembus perut bumi dan mendekati magma hingga sekitar 2000 meter.

“kemungkinan memerlukan waktu lebih dari 5 tahun hingga beroperasi,” kata dia.

Segala ikhtiar transisi EBT itu, kata Agus, perlu didukung dengan transformasi format power purchase agreement (PPA) PLN yang lebih mendukung transisi EBT.

“Dalam mengerjakan ini, tinggal PPA dengan PLN nantinya yang harus kita benahi. PLN itu kan di satu sisi dia sebagai korporat  harus mendapatkan laba. Tetapi, dia juga harus jadi pelayan masyarakat,” tuturnya.

Langkah terakhir ialah mendorong percepatan penggunaan kendaraan bermotor listrik untuk mengurangi emisi karbon.

“Walau mungkin tidak selesai dalam waktu setahun. Tetapi, urutan kita harus menuju ke arah sana,” tukas Agus. (Indri)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Comment