KalbarOnline, Pontianak, – Warga Kabupaten Sekadau melaporkan dugaan tindak pidana korupsi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2023 di Kabupaten Sekadau ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar, pada Senin (06/05/2024).
Warga yang enggan namanya disebut itu menyampaikan, dugaan korupsi tersebut terkait mark up pada belanja barang bangunan 503 unit rumah pada program yang diperuntukkan bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tersebut.
Selain laporan, dirinya juga menyerahkan sejumlah bukti penunjang. Laporan itu diterima oleh Staf Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati Kalbar, Mefi, dengan surat terima laporan yang ditandatangani dan cap basah.
“Kami datang ke Kejati ini memberikan informasi sekaligus menyerahkan dokumen penunjang penyelidikan,” katanya.
Pelapor menjelaskan, program BSPS tahun 2023 di Kabupaten Sekadau ini merupakan proyek aspirasi dari salah satu Anggota DPR RI dapil Kalbar 2. Biaya program itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022/2023 dengan total nilai sebesar Rp 10,6 miliar l, dengan rincian masing-masing satu unit rumah sebesar 20 Juta Rupiah.
“Oleh pelaksana pekerjaan berinisial SU, anggaran tersebut hanya diberikan Rp 2,5 juta rupiah kepada KPM ditransfer melalui rekening. Sisanya dikelola oleh SU sebagai pelaksana proyek, jadi semua material bangunan semua dia yang beli kerja sama dengan toko dan mebel yang ditunjuk oleh tim mereka,” terang pelapor.
Dalam rincian dokumen laporan, pelapor menjabarkan, kalau mark up yang dilakukan SU antara lain harga semen Rp 80 ribu di mark up menjadi Rp 105 ribu hingga Rp 125 ribu per sak. Atap seng dari harga Rp 45 ribu menjadi Rp 75 ribu per keping.
Kemudian harga pintu bahan kayu, dari harga Rp 450 ribu menjadi Rp 950 ribu sampai Rp 1 juta per unit, dan jendela kayu dari harga Rp 350 ribu menjadi Rp 500 sampai Rp 660 ribu per unit.
“Sementara untuk jumlah nilai bantuan bukti di lapangan berupa faktur barang untuk KPM tidak diberikan. Yang ada hanya berupa rekapitulasi daftar rencana pemanfaatan bantuan yang tanpa ditandatangani,” terang pelapor.
Pelapor menilai keuntungan dari pelaksana program PSPS ini rata-rata per unit rumah mencapai Rp 5 juta, sehingga total nilai mark up sebesar 2,5 miliar.
“Berharap Kajati menindaklanjuti laporannya ini,” katanya.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Subeno mengatakan, bahwa pihaknya akan menindaklanjuti laporan warga tersebut.
“Silakan kalau memang ada yang mau melapor sampaikan saja melalui PTSP kita,” katanya. (Jau)
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…