KalbarOnline, Pontianak – Nasib malang harus menimpa seorang bayi berusia lima bulan, Muhammad Fahmi, asal Desa Sungai Tengar, Kecamatan Kendawangan. Nyawanya tak tertolong saat perjalanan menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Agoesdjam Ketapang.
Mobil yang membawa Fahmi tak dapat melaju kencang akibat buruknya kondisi jalan dari arah Kendawangan menuju Kota Ketapang, pada Rabu 24 Juli 2024 lalu.
Kasus kematian Fahmi ini pun sontak menyita perhatian masyarakat luas serta mengundang keprihatinan dari berbagai pihak. Namun yang mirisnya, di tengah upaya dan kerja keras dalam menanggulangi persoalan jalan daerah, terdapat pula segelintir politisi yang belakangan menggunakan isu ini sebagai komoditas politik.
Mereka sengaja mengarah-arahkan moncong publik ke pemerintah daerah yang notabene terus berjuang hingga ke level pusat. Mencari celah dengan memanfaatkan situasi jelang pemilihan umum kepala daerah. Padahal politisi tersebut tak kurang memiliki kekuasaan untuk ikut mendesak pemerintah pusat dalam rangka penyelesaian jalan di Ketapang.
Targetnya tak harus ada perbaikan, namun bagaimana jalan pergantian kekuasaan berlangsung mulus pada 27 November 2024 nanti, dengan meremukkan citra pihak-pihak yang sedang menjabat terlebih dahulu sembari memoles diri sebagai pahlawan yang kesiangan.
Pada tataran kabupaten misalnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang sendiri pada dasarnya telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasi permasalahan jalan ini, termasuk jalan poros Ketapang – Kendawangan. Hal itu dapat dilihat dari langkah-langkah Pemkab Ketapang dalam mencari solusi, diantaranya dengan berkoordinasi baik lisan maupun tulisan kepada pemerintah provinsi dengan percepatan perbaikan jalan yang ada.
Selain itu, Pemkab Ketapang juga aktif melakukan rapat-rapat koordinasi dengan berbagai stakeholder, termasuk kepada perusahaan agar membagi porsi CSR-nya untuk perbaikan jalan, di mana terakhir rapat koordinasi itu dilaksanakan pada tanggal 13 Juli 2024 atau sekitar dua pekan sebelum insiden Muhammad Fahmi terjadi.
“(Tapi) kesannya pemerintah kabupaten diam melihat kondisi yang ada, padahal tidak seperti itu, segala cara dan upaya terus dilakukan, seperti melakukan kerja sama dengan pihak swasta, terutama program CSR-nya, namun sifatnya hanya fungsional saja,” kata Wabup Ketapang, Farhan baru-baru ini.
Begitupun dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar, yang terus mendorong agar perbaikan jalan-jalan daerah, utamanya yang berstatus provinsi yang menjadi kewenangan kementerian untuk segera diperbaiki.
Namun kembali disayangkan, bukan malah bersatu mendesak pemerintah pusat, oknum politisi bernalar sempit dan berjiwa hipokrit malah mengumbar perpecahan, menuding antar satu dan lainnya, seenaknya main salah-salahan. Padahal gonggongan mereka hanya memperdalam luka masyarakat Ketapang.
Pengamat kebijakan publik Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Zulkarnain menilai, bahwa praktik gasal para oknum politisi tersebut sungguh tak elok, memainkan peran seolah protagonis namun yang sebenarnya menutupi akar permasalahan yang ada.
“Isu yang harus dikedepankan tentu pada pelayanan publiknya. (Beberapa komentar politisi) itu yang liar banyak saya nilai, dan itu tentu saja bisa lalu dinilai publik, ada kepentingan konteks pemilu itu,” katanya.
Zulkarnain menilai, kasus kematian Muhammad Fahmi dapat dialamatkan kepada dua pembenahan pelayanan publik, yakni kesehatan dan infrastruktur jalan. Pada pelayanan kesehatan, pemerintah memang perlu menginisiasi rute pelayanan agar semakin cepat dan ringkas, terutama dalam hal merujuk pasien. Karena pemerintah dan masyarakat di Ketapang tentu sudah tahu bagaimana kondisi jalan di sana.
“Mereka sudah mengetahui jalan itu rusak, bagaimana seharusnya bisa diantisipasi,” katanya.
Kedua soal infrastruktur jalan. Zulkarnain berpandangan, bahwa permasalahan yang satu ini sememangnya bukanlah tanggung jawab eksekutif semata, tapi juga legislatif, dan bahkan juga swasta. Maka dari itu, ia sejak awal terus mendorong bagaimana semua pihak itu dapat berkomunikasi dan berkolaborasi, pada semua level, tak hanya daerah kabupaten kota namun juga provinsi atau nasional.
“Yang ada sekarang ini salah kalau lalu ada saling tuding menuding, itu akan mengorbankan masyarakat juga,” jelasnya.
Zulkarnain juga mengingatkan, jika persoalan ini terus-terusan ditarik ke ranah politik praktis jelang pilkada, tanpa adanya kesadaran dan pengakuan bersalah kepada masyarakat dari pihak-pihak tersebut, maka ia khawatir kesejahteraan masyarakat akan sulit tercapai. Karena bagaimanapun, pada konteks kasus Muhammad Fahmi ia menegaskan, masyarakat lah yang dikorbankan, bukan elit.
“Salahnya semua pihak ini. Ini berkaitan dengan koordinasi yang lemah. Masyarakat tetap dirugikan. Ke depan ini nanti, siapapun yang terpilih jadi gubernur tentu harus memperjelas status (kewenangan jalan) itu. Perkuat kolaborasi dan koordinasi kedepannya,” pintanya.
Terakhir, Zulkarnain kembali menyarankan agar semua pihak bersatu. Kematian Muhammad Fahmi hendaknya dijadikan momentum untuk berpadu demi kesejahteraan daerah ini.
“Tidak ke belakang, lihatlah ke depan, supaya memang betul-betul orientasinya kepada masyarakat di sana. Tidak lalu dimanfaatkan untuk kepentingan yang sesaat itu, kepentingan pilkada saja. Masyarakat (juga) jangan mau dimanfaatkan,” tegasnya.
Daftar penanganan jalan prioritas Inpres Jalan Daerah (IJD) di Kalimantan Barat oleh pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR. (Foto: Dinas PUPR Kalbar/Kementerian PUPR) Paket Fisik dan Pengawasan IJD 2024_01 03 24_FINAL
Di sisi lain, pengamat politik dari Universitas Tanjungpura, Jumadi turut menegaskan, memainkan nyawa orang lain demi kepentingan politik praktis sungguh merupakan perbuatan yang tidak etis. Ia pun berharap, agar masyarakat jangan mau dibeli dengan kepentingan sesaat itu.
“Kalau persoalan nyawa orang itu ndak etis, kalau (niatnya) soal perbaikan infrastruktur wajar-wajar saja. Tinggal masyarakat cerdas untuk menyikapi, jangan justru terprovokasi hanya dengan jualan-jualan yang sesaat,” katanya.
Terkait kewenangan. Jumadi mengaku, bahwa dirinya saja, yang notabene bukan orang pemerintah, cukup memahami alur penganggaran jalan Kendawangan – Ketapang, yang seharusnya hal ini juga cukup dipahami oleh pejabat eksekutif dan legislatif atau bahkan masyarakat sendiri.
“Ini (kebetulan) kampung saya ya, saya dari Kendawangan, saya tau, sebenarnya itu kan jalan statusnya jalan provinsi dan dianggarkan melalui APBD, tapi kan ada Inpres (Jalan Daerah). Karena ada Inpres itulah kemudian pengalokasian anggaran jalan itu tidak lagi dialokasikan APBD tapi APBN. Jadi itu tanggung jawab pusat, dan publik harus tau, jadi tidak saling menyalahkan,” terangnya.
Menurut Jumadi, informasi sesederhana itu harusnya bisa disosialisasikan ke bawah, buka malah menjadi polemik antar sesama dan menyalahkan kawan seiring. Maksud dia, baik pemerintah provinsi maupun DPR RI harusnya menyatukan energi untuk mendesak pemerintah pusat.
“Kan kawan-kawan Komisi V (DPR RI) juga yang memperjuangkan ini (Inpres Jalan Daerah). Mereka juga harus tanggung jawab. Tidak boleh diam juga menurut saya. Pemerintah provinsi juga, sama-sama duduk. Kawan-kawan Anggota DPR RI dari Kalimantan Barat di Komisi V itu harus sama-sama mempertanyakan itu,” katanya.
“Jangan saling lempar tanggung jawab, pemprov dan Komisi V harusnya bersatu menjolok Kementerian PU, bukan justru sebaliknya,” tambah Jumadi.
Sembari kekuatan provinsi dan legislatif RI bersatu, giliran pemerintah daerah di Kabupaten Ketapang pula yang juga harusnya ikut menyelesaikan PR mereka dengan stakeholder di bawah. Bagaimana para pengusaha tambang, sawit, dan lainnya, yang dinilai sangat andil atas kerusakan jalan di daerah tersebut ikut bertanggung jawab. Tagih para pengusaha itu lewat CSR dan sebagainya.
“Kendaraan-kendaraan di sana itu melebih tonase. Perusahaan yang ada di Kendawangan punya tanggung jawab moral loh! Sawitnya, tambangnya. Jadi sebaik apapun jalan dibangun (akan hancur lagi)—saya ini orang Kendawangan (tau lah),” katanya.
Pemkab Ketapang menurutnya mesti tegas terhadap kendaraan perusahaan-perusahaan yang melintas di kabupaten itu. Tanpa ada monitoring yang jelas dan sanksi yang tegas, maka camkan saja, kerusakan jalan akan terus terjadi sampai kapanpun.
“Kita berharap kejadian ini (meninggalnya Muhammad Fahmi) menjadi momentum. Pemerintah kabupaten harus punya sense (pengertian), bukan soal menyalahkan lagi nih,” katanya.
Kembali, Jumadi sangat berharap, agar semua pihak, baik eksekutif, legislatif maupun stakeholder dan masyarakat di berbagai level, sudahi pertikaian yang dipandang hanya memperburuk suasana ini. Fokus saja dengan kepentingan rakyat Kalbar. Jangan seolah semua ingin memperbaiki, tapi tak mau berkolaborasi.
“Saya melihat ini harapan masyarakat (soal perbaikan jalan) yang kemudian dimanfaatkan oleh kalangan elit tertentu untuk menyalahkan kelompok tertentu. Saya ni aduh, sedih saya melihat jalan tuh,” ujarnya.
Dua Kali “Dikerjai” Pemerintah Pusat
Sebelumnya, Pj Gubernur Kalbar, Harisson Azroi telah memberikan perhatian serius terhadap peningkatan infrastruktur Jalan Kendawangan – Pesaguan di Kabupaten Ketapang.
Dia pun telah secara tegas meminta kejelasan dari Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat terkait progres penanganan ruas jalan tersebut.
Menurutnya, pembangunan ruas jalan ini sudah menjadi perhatian khusus, karena penanganannya didukung oleh Instruksi Presiden (Inpres) terkait Jalan Daerah (IJD) yang berasal dari pemerintah pusat.
Namun sayangnya, hingga kini, pelaksanaan perbaikan Jalan Kendawangan – Pesaguan belum menunjukkan perkembangan yang jelas.
“Masih belum ada kejelasan mengenai kapan pelaksanaan peningkatan Jalan Kendawangan – Pesaguan akan dimulai, mengingat Inpres Jalan Daerah merupakan kewenangan pemerintah pusat,” ujar Harisson.
Dia menambahkan, bahwa ruas jalan tersebut seharusnya sudah mendapatkan penanganan melalui anggaran IJD yang disalurkan oleh pemerintah pusat. Namun, BPJN Kalbar belum memberikan informasi pasti mengenai waktu pelaksanaan pengerjaan peningkatan jalan tersebut.
“BPJN Kalbar harus memberikan kejelasan tentang kapan pengerjaan ruas Jalan Kendawangan – Pesaguan ini akan dimulai,” tegas Harisson.
Selain menyampaikan tuntutan terhadap kejelasan pengerjaan jalan, Harisson juga menyampaikan belasungkawa mendalam kepada keluarga bayi yang meninggal dunia saat dalam perjalanan usai dirujuk dari puskesmas menuju Rumah Sakit Agoesdjam Ketapang.
Senada dengan Harisson, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalbar, Iskandar Zulkarnaen menjelaskan, bahwa anggaran perbaikan tahap kedua tahun 2024 terhadap jalan provinsi Kendawangan – Pesaguan—yang seharusnya ditangani oleh pemerintah pusat melalui IJD, memang belum terealisasi sampai saat ini.
“Sedangkan kita tidak bisa mengalokasikan anggaran penanganannya, karena sudah menjadi tanggungan IJD dari tahun 2023 sampai sekarang,” katanya.
Zulkarnaen mengabarkan, kalau pemerintah provinsi jelas tidak dapat lagi melakukan penganggaran jalan tersebut, karena sejak awal penanganan jalan itu sudah diambil alih oleh pemerintah pusat.
“Tadi saya tanyakan lagi, kapan kepastiannya, terkesan kami tidak peduli dengan jalan provinsi. Kami mau anggarkan (awalnya), tapi sudah ditanggung sama mereka (pusat) secara berturut-turut,” ujar Zulkarnaen.
Kalaupun mau dipaksakan penganggaran itu, maka kata dia akan menjadi temuan, tumpang tindih anggaran oleh APH. Sementara di satu sisi, desakan publik terutama secara politis menuntut adanya penyegeraan perbaikan itu.
“Ini yang bikin pusing, saat gejolak politik, dimainkannya anggaran, jadi kita dinilai pembual oleh masyarakat. Kalau mereka tidak mengeluarkan surat resmi (hanya isu) mungkin kita yang salah, tapi mereka secara resmi mengeluarkan surat, dan kita tidak diperkenankan menganggarkan di lokasi yang ditanggung (oleh pemerintah pusat),” jelasnya.
“Kita ngomonglah di masyarakat bahwa akan ditangani, tapi (kenyataannya) ditahan-tahan anggarannya, tak ada kepastian,” tambah Zulkarnaen.
Dirinya pun turut menyesalkan, jika BPJN tidak menjanjikan hal ini, maka dari awal perbaikan jalan itu pastinya sudah akan dianggarkan oleh Pemprov Kalbar dari tahun-tahun sebelumnya.
“Tak paham saya. Tapi kenapa ditahan-tahan dana IJD itu? Kalau tak ada (anggaran, red), bilang dari awal tak ada. Jadi kita menyusun programnya jelas,” kata dia.
Menurut Zulkarnaen lagi, bukan pertama kalinya Pemprov Kalbar “dikerjai” seperti ini oleh pemerintah pusat, yang pada buntut-buntutnya pemerintah daerah lagi yang menjadi sasaran bulan-bulanan warga.
“Mereka sudah 2 kali merusak perencanaan penanganan jalan kami, tahun 2022 saat Pak Midji mau menuntaskan ruas Jalan Melano – Teluk Batang. Mereka meminta untuk IJD yang menangani Melano – Teluk Batang, kami yang Sukadana – Teluk batang. Ternyata mereka mengalihkan anggaran ke Kendawangan – Pesaguan,” tandasnya. (Jau)
KalbarOnline - Film Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu tayang di bioskop Indonesia mulai Kamis, 21…
KalbarOnline - Baru-baru ini, Nana Mirdad curhat lewat akun Instagram pribadinya soal pengalaman tidak menyenangkan…
KalbarOnline, Pontianak - Dalam meningkatkan kualitas pelayanan dan peralatan medis di Kalimantan Barat, Pemerintah Provinsi…
KalbarOnline, Sambas - Dalam rangka optimalisasi lahan (oplah) pertanian di Kalimantan Barat, Menteri Pertanian RI,…
KalbarOnline, Ketapang - Anggota DPRD Kabupaten Ketapang dari Fraksi Partai Demokrat, Rion Sardi melakukan reses…
KalbarOnline, Ketapang - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang bakal membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk menangani…