Paslon Lain Masih Menebar Janji, Perjuangan Midji Dorong WPR Telah Membuahkan Hasil

KalbarOnline, Kubu Raya – Mewujudkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai salah satu solusi mengatasi Pertambangan Tanpa Izin (PETI), menjadi salah satu isu yang mencuat di debat publik pertama pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) Kalbar yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalbar di Q Hall Convention Center, Qubu Resort, Kabupaten Kubu Raya, Rabu (23/10/2024) malam.

Jika calon lain masih berandai-andai atau baru menebar janji untuk mengakomodir WPR di daerah, calon Gubernur Kalbar nomor urut 1, Sutarmidji sudah jauh lebih dulu berjuang mewujudkannya.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Ketika masih menjabat sebagai gubernur pada 2018 – 2023 lalu, dorongan Sutarmidji mewujudkan WPR sebagian telah membuahkan hasil. Di mana pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyetujui usulan WPR untuk dua kabupaten di Kalbar, yakni Kapuas Hulu dan Ketapang.

“Yang akan saya selesaikan sudah mulai terselesaikan, tapi belum tuntas, adalah masalah PETI. Saya bilang supaya masyarakat nambang emas itu tidak lagi ilegal, ya kita legalkan dengan pemerintah daerah (pemda) mengusulkan WPR. Kalau pengusaha-pengusaha besar bisa menguasai sekian ratus ribu hektare lahan (tambang), kenapa untuk rakyat tidak. Akhirnya bupati waktu itu Ketapang mengajukan, dan Kapuas Hulu mengajukan, kita (pemprov) urus di Jakarta (Kementerian ESDM),” ungkapnya.

Perjuangan mewujudkan WPR memang tidak mudah, perlu proses hingga bertahun-tahun. Mengingat kewenangan itu ada di pemerintah pusat. Sejak awal menjabat sebagai gubernur, Sutarmidji cukup getol mengusulkan WPR, dengan meminta pemerintah kabupaten/kota mengajukan usulan. Bahkan Sutarmidji selaku gubernur kala itu, menyurati langsung para bupati dan wali kota.

Baca Juga :  Dinas PUPR Targetkan Pembangunan Jembatan Melawi 2 Tuntas Akhir Tahun

Usulan WPR telah dimulai Midji–sapaan karibnya, sejak 2021 lalu. Dengan menindaklanjuti surat Dirjen Minerba, Kementerian ESDM perihal permintaan tanggapan atas usulan perubahan wilayah pertambangan tertanggal 15 Maret 2021.

Adapun WPR yang diusulkan untuk Kabupaten Kapuas Hulu seluas 10.017,71 hektare, dan Kabupaten Ketapang seluas 1.830,29 hektare. Hingga akhirnya persetujuan WPR oleh Kementerian ESDM dikeluarkan pada pertengahan tahun 2023.

Namun untuk bisa melaksanakan usaha pertambangan dalam WPR, masyarakat harus mengantongi Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang diberikan dalam bentuk koperasi. Masing-masing koperasi maksimal boleh mengusulkan tambangnya seluas 10 hektare.

Dari dua kabupaten tersebut, baru Kabupaten Kapuas Hulu yang telah mengantongi IPR. Di mana dari 24 koperasi dari Kabupaten Kapuas Hulu yang dalam proses pengusulan, baru keluar tiga IPR pada November 2023.

Ketiga IPR tersebut antara lain Koperasi Produsen Setia Kawan Berlian di Desa Entibab, Kecamatan Bunut Hilir dengan luas 9,94 hektare. Kedua ada Koperasi Produsen Setia Kawan Bersatu di Desa Entibab, Kecamatan Bunut Hilir dengan luas 9,97 hektare. Lalu yang ketiga Koperasi Produsen Tahta Kencana Hulu di Desa Nanga Suruk, Kecamatan Bunut Hulu dengan luas 9,97 hektare. Ketiganya mendapat IPR untuk pertambangan emas, dan perak.

Baca Juga :  Gerindra Minta Presiden Jokowi Pecat Moeldoko: Bikin Malu Bapak

Sedangkan untuk di Ketapang sudah diusulkan, namun belum ada ketetapan IPR. Sebab dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang masih mengajukan perubahan, karena ingin mencari lagi lokasi yang dianggap potensial.

“Masing-masing ada tiga izin (IPR) di wilayah pertambangan rakyat (Kapuas Hulu) yang sudah keluar izinnya,” kata Midji.

Pada intinya, mewujudkan WPR hingga bisa dikeluarkannya IPR bukan lah hal yang mudah. Perlu komitmen tinggi antar pemerintah, mulai dari pemerintah kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Di mana ada tiga hal mendasar yang harus dipenuhi untuk menetapkan WPR. Pertama pernyataan dari kepala daerah kabupaten/kota, yang menyatakan wilayah usulan sebagai WPR tidak akan berubah dari aspek tata ruang. Kedua, adanya kajian teknis terkait daya lingkungan, dan ketiga kajian tentang perekonomian.

“Kita mendorong kerja sama proses perizinan antara pusat dengan daerah harus betul-betul linier. Jangan sampai dimudahkan di provinsi tapi di pusatnya sulit. PTSP kita (provinsi) itu sudah dinilai KPK nilainya 100, artinya sudah sangat baik. Tapi di pusat kadang masih lama, ini yang harus kita dorong (ke depan) agar investasi mudah masuk,” tegasnya. (**)

Comment