KalbarOnline, Pontianak – Fenomena permainan layang-layang dengan menggunakan kawat di Kalimantan Barat masih mendominasi mengganggu kelancaran pasokan listrik PLN kepada pelanggan.
Menurut data terbaru dari PLN Unit Induk Penyaluran Pusat Pengatur Beban (UIP3B) Kalimantan, dalam tiga tahun terakhir yakni dari tahun 2022 sampai 2024, gangguan listrik di Kalbar masih didominasi oleh layang-layang, kemudian diikuti oleh gangguan akibat petir dan pohon.
Disebutkan, gangguan layangan pada 2022 sebanyak 73 kali atau 89 persen dari total seluruh gangguan yang ada. Kemudian pada tahun 2023 meningkat hingga 186 kali atau 85 persen. Namun pada tahun 2024 mengalami penurunan, yakni ada gangguan 35 kali atau 78 persen.
Sementara itu, pelanggan padam akibat layangan sendiri pada 2022 dan 2023 berdampak pada kurang lebih 300 ribu pelanggan padam di setiap tahunnya. Untuk 2024 tidak ada, karena upaya pencegahan dimaksimalkan dan tentu semua terus dimaksimalkan serta perlu peran semua pihak.
Senior Officer Performance Assistant UPT Pontianak, Nur Agus Willy Hendri mengungkapkan, bahwa benang layangan, terutama yang dilapisi dengan serbuk gelas atau kawat, sering kali menjadi penyebab putusnya kabel listrik atau korsleting.
“Benang gelasan yang tajam dapat memotong kabel atau menyebabkan korsleting yang berdampak pada kerusakan trafo dan pemadaman listrik massal,” ujarnya.
Bermain layangan sudah menjadi tradisi masyarakat Kalimantan Barat, khususnya saat musim angin. Banyak anak-anak hingga orang dewasa yang menjadikan kegiatan ini sebagai hiburan. Namun, tidak sedikit yang abai terhadap aturan keselamatan.
Pemerintah daerah sebenarnya telah mengeluarkan larangan bermain layangan di dekat jaringan listrik, bahkan disertai ancaman denda. Namun, implementasi aturan ini masih menemui kendala.
Pemadaman listrik akibat layangan bukan hanya merugikan PLN. Pelaku usaha kecil seperti pemilik warung, pengrajin, dan pelaku UMKM juga mengeluhkan dampaknya.
Untuk mengatasi masalah ini, PLN terus menggalakkan kampanye edukasi di sekolah-sekolah dan komunitas lokal. Selain itu, PLN juga mulai menerapkan teknologi jaringan listrik bawah tanah di beberapa kawasan rawan gangguan. Namun, langkah ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama untuk realisasi secara menyeluruh.
Dengan kerja sama semua pihak, diharapkan gangguan listrik akibat layangan dapat diminimalkan, sehingga masyarakat Kalimantan Barat dapat menikmati pasokan listrik yang stabil dan aman. (Lid)
Comment