KALBARONLINE.com – Truk-truk besar bermuatan pasir kuarsa tampak lalu lalang di jalan tanah yang melintasi semak belukar di Kecamatan Kendawangan. Debu mengepul, meninggalkan jejak panjang menuju pelabuhan muat.
Namun tak banyak yang tahu, roda-roda kendaraan tambang itu sesungguhnya menggulung tanah yang bukan milik mereka.
PT Silica Jayaraya Mineral (SJM), perusahaan tambang pemegang izin operasi produksi pasir kuarsa, diketahui menggunakan jalan hauling yang melintas di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) miliknya. Jalan tersebut masuk ke dalam WIUP milik perusahaan lain yang berada di kawasan yang sama. Aktivitas ini diduga telah berlangsung sejak awal kegiatan operasional mereka.
”Memang benar sempat ada pemortalan. Jalan itu bukan di wilayah kita,” ucap Andreas, Penanggung Jawab Sementara (PJS) Kepala Teknik Tambang (KTT) PT SJM saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu 17 Mei 2025.
Pemortalan tersebut, menurutnya merupakan bentuk keberatan dari pihak yang merasa lahannya diserobot untuk kepentingan logistik tambang.
“Tapi sekarang sudah clear,” imbuhnya singkat.
Portal Adat dan Proses Mediasi
Sumber internal menyebutkan, pemortalan yang terjadi tak hanya soal kepemilikan lahan, tapi juga berhubungan dengan praktik adat. Sebuah tempayan tanah liat yang ditempatkan di tengah jalan menjadi simbol penolakan masyarakat lokal.
“Itu bentuk penolakan adat. Dan mereka minta kejelasan,” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.
Pihak PT SJM menyatakan telah melakukan mediasi dengan tokoh adat, kepala desa, dan sejumlah elemen masyarakat.
“Sudah diselesaikan, sudah ada kesepahaman,” ujar Andreas.
Namun hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan resmi dari pihak perusahaan pemilik WIUP yang terdampak maupun dari dinas ESDM terkait keabsahan penggunaan wilayah tersebut.
Izin 20 Tahun, Tapi Meluas?
PT SJM mengantongi izin usaha pertambangan untuk pasir kuarsa seluas 4.370 hektar yang berlaku sejak 3 April 2024 hingga 2044. Dalam dokumen izin tersebut, batas-batas wilayah eksploitasi ditentukan secara ketat. Penggunaan area di luar konsesi—meskipun untuk jalan hauling—berpotensi melanggar ketentuan yang berlaku dalam UU Minerba.
Aktivitas PT SJM saat ini terpantau telah memasuki tahap pengangkutan hasil tambang. Pasir kuarsa dari lokasi tambang dibawa dengan truk menuju pelabuhan kecil, dimuat ke tongkang, lalu dibawa ke kapal besar di laut untuk selanjutnya diekspor ke luar negeri. Sumber lain menyebutkan, ekspor dilakukan ke negara China.
Dilema Jalan Hauling Tambang
Masalah jalan hauling di luar WIUP bukan kali pertama terjadi di Indonesia. Sejumlah kasus serupa pernah muncul di daerah lain, memunculkan polemik antara pemilik lahan, pemerintah daerah, dan perusahaan tambang. Idealnya, pemanfaatan jalan di luar wilayah konsesi harus melalui mekanisme izin pinjam pakai atau kerja sama legal.
Pertanyaannya kini, apakah PT SJM telah mengantongi izin serupa dari pemilik WIUP yang dilintasinya? Atau jalan itu hanya ‘dipinjam’ secara informal dengan mediasi adat sebagai solusi darurat?
Diketahui, kalau perusahaan pemilik WIUP yang terdampak jalan-jalan dan dijadikan tempat stockpile PT SJM yakni wilayah PT PT Gajah Emas Silika Asia (GESA). Saat dikonfirmasi perwakilan PT GESA, Acai enggan memberikan berkomentar banyak dan memilih bungkam.
”Maaf bang, saat ini kami belum bisa memberikan keterangan Mengani permasalahan tersebut,” ucapnya singkat, Minggu, 18 Mei 2025.
Media ini tengah berupaya mengonfirmasi ke Dinas ESDM Kalimantan Barat serta kepada pihak terkait. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi yang diberikan. (Adi LC)
Comment