Tangani Anak Nakal, KPPAD Kalbar: Kalau Mau Limpahkan ke Kami, Tambah Anggaran dan SDM Sekalian!

KALBARONLINE.com – Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, Eka Nurhayati Ishak, menanggapi alasan Gubernur Kalbar Ria Norsan yang enggan meniru pendekatan barak militer ala Jawa Barat dalam membina anak-anak bermasalah karena alasan biaya.

Ia menilai, jika pemerintah serius ingin mencari solusi, maka bukan anggaran yang jadi soal, tapi kemauan politik dan koordinasi lintas sektor. Menurutnya, penanganan anak seharusnya tak dikerdilkan hanya menjadi soal biaya atau pencitraan politik.

Taserna

Menjawab pertanyaan soal apakah pendekatan barak militer relevan diterapkan di Kalimantan Barat, Eka menyatakan hal itu bisa saja menjadi salah satu solusi. Namun patut diiringi regulasi yang jelas dan dukungan dari semua sektor.

“Kalau saya senang sekali (kalau diterapkan di Kalbar). Tapi semua lini juga harus siap. Misalnya ada aturan jam malam, ada ketertiban soal anak-anak kita yang sekarang banyak tawuran, bawa sajam, dan sebagainya. Ini juga harus ditertibkan dari sisi regulasi,” tegas Eka.

Ia menekankan bahwa pembinaan anak tidak cukup hanya dengan pendekatan moral atau disiplin semata, tapi juga perlu didukung oleh regulasi yang menyesuaikan realitas zaman.

Eka menyoroti derasnya arus informasi digital yang diakses bebas oleh anak-anak. Menurutnya, tanpa pengawasan dan aturan yang memadai, anak-anak sangat mudah terpengaruh konten kekerasan dan perilaku menyimpang dari media sosial dan televisi.

“Anak sekarang buka HP saja langsung ke seluruh dunia. Tapi kita, orang dewasa, justru gak bisa sembarangan buka HP anak karena diatur UU ITE. Edukasi lewat tontonan juga sangat tidak mendidik. Akhirnya anak-anak mencontoh dari apa yang mereka lihat,” katanya.

Ia mendorong agar Kementerian Kominfo dan pihak terkait ikut melakukan penyaringan konten yang beredar, serta menghadirkan tayangan dan hiburan yang lebih mendidik.

“Jangan cuma menyerahkan solusi ke satu lembaga atau kebijakan. Tapi lihat juga kebijakan lain yang tidak suportif. Kalau semua saling support, ini bisa jadi role model yang diterapkan di Kalbar,” ujarnya.

Eka bahkan menyebut bahwa pendekatan serupa sudah diterapkan di salah satu daerah di Kalbar.

“Kalau misalnya di Singkawang sudah jalan dan berhasil, kenapa tidak dijadikan percontohan untuk kabupaten/kota lain?,” kata Eka.

Menanggapi alasan Gubernur Kalbar, Ria Norsan yang menyebut persoalan pembiayaan sebagai salah satu penyebab enggan meniru pendekatan barak militer seperti di Jawa Barat, Eka pun memberikan respons tegas.

Baca Juga :  Dukungan Dari Semua Etnis Terus Mengalir, Sutarmidji Optimis Menang di Ketapang

Menurutnya, jika anggaran menjadi hambatan, maka solusinya bisa diambil melalui mekanisme penganggaran tahunan atau lewat APBD Perubahan.

“Sebenarnya kalau soal anggaran, kalau memang belum tersedia tahun ini, tinggal dianggarkan tahun depan atau lewat APBD Perubahan, itu bisa dilakukan,” tegas Eka.

Namun, ia menekankan bahwa justru yang jadi soal adalah ketika tanggung jawab pembinaan anak dilempar ke KPPAD secara sepihak, tanpa memperhitungkan kapasitas lembaga.

“Kalau semua diserahkan ke KPPAD, padahal kami lembaga independen dengan anggaran yang hanya Rp900 juta per tahun dan tak memiliki rumah rehabilitasi sosial, lalu anak-anak ini mau ditaruh di mana?” cetusnya.

Eka menegaskan bahwa tugas utama KPPAD adalah pengawasan dan perlindungan anak, bukan menjadi pelaksana teknis pembinaan.

“Tupoksi kami pengawasan dan perlindungan. Kalau anak berperkara, lalu ditanya taruh di mana? Itu bukan di tupoksi kami, walaupun memang selama ini kami tidak tutup mata. Yang punya shelter itu Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Dinas Sosial Provinsi,” tegasnya.

Ia menyampaikan dengan nada blak-blakan, meminta agar jika memang KPPAD dilibatkan penuh, maka dukungan riil pun harus disiapkan.

“Kalau memang semua mau dilimpahkan ke KPPAD Kalbar, ya tinggal diserahkan saja, tapi sekalian tambah anggaran dan SDM-nya. Saya orangnya blak-blakan,” ujarnya menutup.

Menurutnya, yang dibutuhkan sekarang bukan sekadar perdebatan atau tarik-ulur anggaran, tapi koordinasi lintas sektor yang nyata. Ia mendorong adanya rapat koordinasi bersama antara Gubernur, Wakil Gubernur, dinas-dinas terkait, hingga unsur militer jika memang dibutuhkan.

“Harus ada duduk bersama. Ini urusan anak, aset bangsa. Tapi kok kita masih bicara angka? Maaf, mau jalan aja perlu bensin, apalagi mengurus anak-anak dalam krisis seperti sekarang, sementara semua anggaran direfocusing dan dipangkas,” tegasnya.

Eka menekankan bahwa jika persoalan anak selalu dikembalikan ke soal pembiayaan, maka tidak akan pernah ada solusi yang tuntas.

“Pemecahan masalah tidak akan pernah ada kalau kita hanya bicara soal duit. Kuncinya adalah kesadaran dan komitmen dari semua institusi untuk ambil peran aktif,” katanya.

Ia mencontohkan bentuk komitmen itu misalnya Dinas Sosial menyediakan shelter, Dinas Ketahanan Pangan membantu dari sisi gizi dan makanan, BKKBN menyuplai dari anggaran terkait anak dan keluarga.

Baca Juga :  Di Sungai Itik, Cagub Kalbar Sutarmidji Serukan Tolak Politik Uang

“Kalau semua sudah satu kata, tinggal sinergikan saja. Ini tanggung jawab kita bersama,” tegas Eka.

Eka lagi-lagi menegaskan bahwa pendekatan terhadap anak bermasalah tidak boleh dibingkai dengan retorika atau kepentingan pencitraan. Ia mengajak semua pihak fokus pada solusi, bukan saling berebut panggung gagasan.

Bahkan Eka menilai, tak ada yang salah jika harus mengadopsi pendekatan dari daerah lain selama orientasinya jelas dan tidak melanggar hak anak. Menurutnya, yang lebih penting adalah komitmen menyelesaikan masalah secara bersama-sama, bukan saling cari panggung.

“Kalau bicara soal anak, tidak perlu gengsi untuk meniru hal yang sudah terbukti baik. Ini bukan soal ide siapa, bukan soal prestise, tapi soal solusi. Jangan hanya retorika, anak adalah aset bangsa, masa depan bangsa—tapi kita tidak sungguh-sungguh mencari jalan keluar,” pungkas Eka.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Kalimantan Barat Ria Norsan tampaknya sejalan dengan Wakil Gubernur Krisantus Kurniawan soal penanganan anak-anak bermasalah. Pemprov Kalbar tidak tertarik meniru kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengirimkan anak-anak nakal ke barak militer untuk dibina.

Menurut Norsan, Kalbar memiliki pendekatan tersendiri dalam menangani persoalan anak, yakni melalui lembaga yang sudah ada seperti Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD).

“Kita kan ada itu, yang urusan anak, KPPAD. Nah itu kita cukup KPPAD dulu yang menangani,” ujarnya saat diwawancarai wartawan, Selasa (14/5/2025).

Ia menilai bahwa penanganan terhadap anak-anak bermasalah sebaiknya dilakukan oleh lembaga yang memang memiliki kapasitas dan kewenangan di bidang perlindungan anak. Selain pertimbangan efektivitas, faktor biaya juga menjadi alasan.

“Kalau dikirim ke sana (barak militer), itu kan masalah biaya juga. Kedua, rasanya belum pas lah kita mengirim anak-anak kita ke sana,” kata Norsan.

Ia tidak menutup kemungkinan adanya pembinaan khusus terhadap anak-anak yang dinilai benar-benar sulit ditangani. Namun, menurutnya, pembinaan itu tetap sebaiknya dilakukan di Kalbar, bukan dengan mengirim ke luar daerah.

“Kecuali sudah nakal sekali, dan itupun tidak dikirim ke sana. Mungkin kita bina di sini saja,” pungkasnya.

Pernyataan ini mempertegas bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memilih pendekatan yang lebih humanis dalam menangani persoalan sosial anak. (Lid/FikA/Jau)

Comment