KALBARONLINE.com – Polemik penggunaan wilayah izin pertambangan milik perusahaan lain oleh PT Silica Jayaraya Mineral (SJM) kian mengemuka di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Perusahaan tambang pemegang izin operasi produksi pasir kuarsa ini diduga kuat menggunakan jalan hauling dan sebagian wilayah kerja di konsesi milik PT Gajah Emas Silica Asia (GESA) untuk menunjang aktivitas tambangnya.
Padahal, jalan hauling yang diketahui masuk dalam area lahan hutan produksi tersebut jelas berada di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) milik PT SJM. Berdasarkan penelusuran dan konfirmasi sejumlah pihak, praktik itu telah berlangsung sejak awal operasional perusahaan.
Puncaknya terjadi pertengahan April 2025 lalu. PT GESA melakukan pemortalan jalan hauling yang digunakan PT SJM, sebagai bentuk keberatan atas penggunaan lahan tanpa izin. Pemortalan jalan houling PT SJM menandai batas klaim wilayah konsesi mereka yang dianggap dilanggar oleh SJM.
Tak hanya itu, polemik turut menyeret aspek sosial dan budaya. PT SJM sebelumnya juga pernah menuai protes dari masyarakat adat. Penolakan itu disimbolkan dengan penempatan tempayan tanah liat di tengah jalan hauling, tradisi lokal sebagai tanda larangan keras. Aksi ini mencerminkan kekecewaan warga atas aktivitas perusahaan yang dinilai mengabaikan norma adat dan kearifan lokal.
“Kami khawatir pembuatan jalan dan pembuatan stockpile akan jadi masalah buat kami mengurus peningkatan izin karena ada kawasan hutan produksi yang dirusak,” ujar Person In Charge (PIC) PT GESA, Martinus saat ditemui media, Rabu 21 Mei 2025.
Tidak hanya menggunakan jalan hauling, PT SJM juga disebut menjadikan area konsesi PT GESA sebagai tempat penumpukan sementara (stockpile) hasil tambangnya. Pasir kuarsa tersebut, berdasarkan informasi lapangan, dipersiapkan untuk diekspor ke Tiongkok.
“Kami sudah melaporkan pelanggaran ini ke instansi terkait. Kami khawatir, jika terus berlanjut, proses peningkatan izin kami akan terganggu,” lanjut Martinus.
Kepala Teknik Tambang (KTT) sementara PT SJM, Andreas, tak menampik bahwa perusahaan menggunakan wilayah di luar konsesinya. “Memang benar sempat terjadi pemortalan. Jalan itu bukan termasuk WIUP kami,” katanya kepada wartawan, Sabtu 17 Mei 2025.
Berdasarkan dokumen yang dihimpun, PT SJM mengantongi izin operasi produksi pasir kuarsa seluas 4.370 hektar, berlaku dari April 2024 hingga 2044. Dalam izin tersebut, batas wilayah eksploitasi ditentukan secara tegas. Penggunaan area di luar konsesi, bahkan untuk infrastruktur seperti jalan hauling, berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Barat belum memberikan tanggapan resmi terkait polemik ini. Namun, sumber internal di lingkungan dinas menyebut, “Jika terbukti menggunakan area di luar WIUP tanpa perjanjian resmi, sanksinya bisa berat. Termasuk pencabutan izin.” ucap sumber media ini.
PT SJM masih enggan memberikan keterangan lebih lanjut terkait langkah yang akan mereka tempuh. Namun, kasus ini kembali menegaskan lemahnya pengawasan terhadap praktik pertambangan di daerah yang kaya sumber daya tapi minim kontrol.
Di Ketapang, jejak silika bukan hanya meninggalkan lubang tambang. Tapi juga konflik antar perusahaan, protes adat, dan dugaan pelanggaran hukum yang belum disentuh penegakan. (Adi LC)
Comment