KALBARONLINE.com – Sidang praperadilan antara seorang pegawai negeri sipil (PNS) berinisial OJ sebagai pemohon melawan Kejaksaan Negeri (Kejari) Landak sebagai termohon, memasuki hari ketiga pada Rabu, 25 Juni 2025. Agenda sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Landak, Ngabang, Kalimantan Barat, fokus pada pembuktian dari kedua belah pihak.
Kuasa hukum OJ, D. Kurnia dan Sesilia Kurniati menegaskan bahwa gugatan ini merupakan langkah konstitusional untuk melawan dugaan kesewenang-wenangan penegak hukum. Menurut mereka, penetapan OJ sebagai tersangka dan perintah penahanan dinilai tidak memenuhi syarat formil hukum acara pidana.
“Ini upaya hukum untuk menjaga hak asasi dan prinsip keadilan,” kata Kurnia.
Perkara yang menjerat OJ berkaitan dengan dugaan korupsi dalam penggunaan dana operasional pelayanan tera/tera ulang terhadap alat UTTP (Alat Ukur, Takar, Timbang dan Perlengkapannya) di bawah UPT Metrologi Legal Kabupaten Landak.
Menurut kuasa hukum, pembiayaan pelayanan itu memang dibebankan kepada para pelaku usaha pemilik alat, bukan dari APBD. Bahkan, retribusi dari sektor tersebut tercatat rutin menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari tahun 2021 hingga 2024.
“Tidak ada kerugian negara. Tuduhan gratifikasi atau suap terhadap OJ tidak berdasar,” ujar Kurnia. Ia juga mempertanyakan mengapa para pelaku usaha yang memberikan dana pelayanan tidak turut ditetapkan sebagai tersangka.
Kurnia menjelaskan, OJ sebelumnya dua kali dipanggil sebagai saksi oleh Kejari Landak. Pertama pada 5 Desember 2024, dan kedua pada 27 Mei 2025. Namun, langsung ditetapkan sebagai tersangka tak lama setelah pemeriksaan kedua selesai.
“Penetapan tersangka harus punya minimal dua alat bukti dan melalui prosedur yang sah. Tapi ini justru langsung loncat,” jelasnya, mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Ia menyebut tindakan penyidik sebagai bentuk pelanggaran prosedur, karena tidak melalui tahapan pemeriksaan terhadap calon tersangka sebagaimana mestinya dalam hukum acara pidana.
“Ini sudah masuk kategori tindakan sewenang-wenang dan batal demi hukum,” tegas Kurnia.
Dalam sidang pembuktian Rabu itu, dua jaksa dari pihak Kejari Landak, yakni Ricardo dan Erwin, menurut tim kuasa hukum, tidak menjelaskan secara gamblang pasal apa yang sebenarnya dikenakan kepada OJ—apakah terkait suap, gratifikasi, atau korupsi yang menyebabkan kerugian negara.
Padahal, lanjut Kurnia, OJ hanya menjalankan tugas sebagai pejabat peneraan yang sah, berdasarkan Surat Keputusan dari Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia.
Sidang praperadilan ini masih akan berlanjut, dan publik menunggu apakah hakim akan mengabulkan gugatan OJ atau menolaknya. (Jau)
Comment