KALBARONLINE.com – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ketapang terhadap vonis bebas Yu Hao (49), terdakwa kasus pencurian emas seberat 774 kilogram di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Putusan ini sekaligus membatalkan vonis bebas yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Pontianak terhadap warga negara China tersebut.
“Betul (putusan kasasi). Kami segera eksekusi putusannya,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Ketapang, Panter Rivay Sinambela, saat dikonfirmasi, Rabu (25/6/2025).
Panter juga membenarkan isi dokumen putusan Mahkamah Agung Nomor 5691 K/Pid.Sus/2025, yang dibacakan pada 13 Juni 2025, menyatakan Yu Hao terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin.
Majelis hakim menjatuhkan pidana 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp30 miliar, dengan ketentuan bila denda tidak dibayar akan diganti dengan kurungan selama 6 bulan. Masa penahanan yang telah dijalani Yu Hao juga diperhitungkan dan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Persidangan kasasi ini dipimpin oleh Hakim Agung Yohanes Priyana sebagai ketua majelis, didampingi Sigid Triyono dan Noor Edi Yono sebagai anggota. Sidang digelar terbuka untuk umum, namun tanpa kehadiran terdakwa maupun jaksa.
Sebelumnya Bebas di Tingkat Banding
Putusan Mahkamah Agung ini membatalkan vonis Pengadilan Tinggi Pontianak yang sebelumnya menyatakan Yu Hao bebas dari segala dakwaan. Padahal di tingkat pertama, Pengadilan Negeri Ketapang telah menjatuhkan vonis 3,5 tahun penjara dan denda Rp30 miliar kepada Yu Hao.
Keputusan banding ini sempat menimbulkan kontroversi. Jaksa menilai kerugian negara dalam kasus ini sangat besar, sehingga tidak boleh dibiarkan. “Kita wajib kasasi,” tegas Panter pada 14 Januari 2025 lalu.
Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun
Dalam dakwaan sebelumnya, Yu Hao diduga terlibat dalam operasi tambang emas ilegal yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,020 triliun.
Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, aktivitas tambang ilegal ini menyebabkan hilangnya 774,27 kg emas dan 937,7 kg perak. Operasi ini dijalankan dengan menyalahgunakan izin usaha pertambangan (IUP) dari dua perusahaan, yakni PT BRT dan PT SPM, yang semestinya hanya digunakan untuk perawatan tambang.
Namun di lapangan, kedua IUP itu dimanfaatkan untuk pembongkaran emas dengan bahan peledak serta pengolahan bijih secara ilegal. Penyidik menemukan berbagai alat berat dan fasilitas pemurnian emas, mulai dari pemecah batu, induction furnace, hingga cetakan bullion.
Tak hanya itu, lebih dari 80 tenaga kerja asing (TKA) asal China juga terlibat dalam operasi ini, dengan warga lokal sebagai pendukung lapangan. Produk akhir berupa bullion emas bernilai tinggi kemudian dijual ke luar lokasi tambang. Hasil uji sampel menunjukkan kadar emas mencapai 337 gram per ton batu tergiling, dengan kandungan merkuri (Hg) sebesar 41,35 mg/kg.
Besarnya potensi kerugian dan dampak lingkungan dari operasi ilegal ini memicu perhatian publik. Kejaksaan menegaskan, kasasi yang diajukan merupakan bentuk komitmen untuk menjaga kedaulatan hukum dan perlindungan sumber daya alam Kalimantan Barat dari eksploitasi ilegal berskala besar. (Jau)
Comment