Dunia media sosial terutama Twiter, dalam dua hari terakhir ramai dengan kasus artis Zara Adisty. Tokoh utama film Dua Garis Biru ini tidak sengaja mengunggah Instagram Story saat ia bersama pacarnya. Ada kejadian di story mantan anggota JKT48 ini yang dianggap tidak pantas. Tak bisa dihindari, artis berusia 17 tahun ini pun di-bully berjamaah oleh warganet.
Kejadian yang dialami Zara sebenarnya bukan hal yang baru. Sering sekali unggahan di media sosial, bahkan bukan oleh artis, berujung pada perundungan dan hujatan tiada akhir. Semua kejadian ini tidak lepas dari kehidupan masyarakat saat ini yang sepertinya belum lengkap kalau belum aktif bermain di media sosial (medsos) seperti Instagram, Facebook dan Twitter.
Ancaman, bullying, hingga persekusi paksa dapat dapat terjadi bermula dari status yang ditulis oleh seseorang di akun media sosial. Anak-anak juga tak luput dari sasaran. Menurut Damar Juniarto dari SafeNet, aksi bully pada anak melalui media sosial mulai terdeteksi sejak 27 Januari lalu, dan targetnya sudah mencapai 59 orang dari berbagai wilayah.
Bukan artinya anak-anak tidak boleh main di medsos lagi, tapi berita-berita seperti ini tentu bisa menjadi sebuah peringatan agar kita bisa lebih berhati-hati ketika bermain di medsos.
Baca juga: Yuk, Lakukan Konmari Media Sosial!
Cerdas Bermain Media Sosial
Geng Sehat, sebagai orang tua, ada cara cerdas mendampingi anak bermain media sosial agar tidak berakhir dengan mimpi buruk. Jika perlu minta bantuan ahli jika tidak mampu mendampingi anak yang kecanduan media sosial.
Dengarkan Keinginan dan Pendapat Anak
Orang tua memegang peran yang sangar besar dalam memastikan anaknya yang beranjak remaja tidak mem-posting hal-hal yang sensitif di medsos. Ketika anak menyampaikan argumen negatif seperti “aku tidak suka hal ini!,” cobalah untuk diajak berdiskusi bersama.
Dengan begitu, anak akan memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya ke orang terdekat dan tidak langsung ke medsos. Terkadang anak hanya ingin pendapatnya untuk didengar. Jika tidak ada orang yang memberinya kesempatan, maka medsos-pun akan menjadi pelarian mereka.
Baca juga: Hidup Berumah Tangga Tidak Seindah Feed Media Sosial
Bantuan Psikolog
Jika kasus sudah terlanjur terjadi, menurut psikolog anak dan remaja, Reneta Kristiani, MPsi, ada tiga langkah penting yang bisa dilakukan untuk menolong anak. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan memindahkan anak ke tempat yang lebih aman. Berada di lokasi kejadian dalam jangka waktu yang lama dapat membuat anak menjadi lebih takut dan merasa tidak tenang.
Langkah kedua adalah dengan mendengarkan anak secara aktif agar anak bisa melakukan refleksi diri. Tahap ini sangatlah penting agar anak bisa merasa diterima dengan apapun perasaannya saat itu.
Langkah terakhir adalah untuk mengembalikan keberfungsian anak. Dibantu dengan pihak lain, anak harus secara perlahan kembali melakukan rutinitas kesehariannya.
Anak-anak dan remaja memang tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena mereka masih belum begitu mengerti konsekuensi dari apa yang mereka lakukan. Mereka masih sering melakukan sesuatu tanpa dipikir terlebih dahulu apa yang dapat menjadi dampak akhirnya.
Oleh karena itu sudah sepantasnya pihak yang lebih dewasa dapat membantu mengawasi dan menolong anak-anak dan remaja untuk mencegah ataupun mengatasi kasus-kasus seperti ini.
Tak hanya pengunggah konten yang mesti diedukasi. Sebagai orang yang aktif di media sosial, kita juga sebaiknya tidak mudah memberikan komentar negatif pada unggahan seseorang. Biasakan pula hal ini diajarkan pada anak-anak kita. Simak video dari Guesehat di bawah ini, tentang akibat sering memberikan komentar negatif di media sosial!
Baca juga: 1 dari 10 Orang Akhiri Pertemanan Karena Media Sosial
Comment