Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Jumat, 07 Desember 2018 |
KalbarOnline,
Pontianak – Kebijakan melonggarkan ekspor mineral mentah oleh Pemerintah diduga
menjadi pemicu minimnya realisasi pembangunan fasilitas pengolahan dan
pemurnian mineral (smelter) sebagai amanat Undang-undang Minerba. Karena itu
pembangunan smelter di Kalbar masih belum terlihat atau belum terealisasi.
Padahal kebijakan mengizinkan perusahaan pertambangan
melakukan ekspor mineral mentah merupakan bentuk intervensi Pemerintah untuk menekan
biaya pembangunan smelter oleh perusahaan. Tapi realisasinya masih sangat
rendah. Hal ini menjadi bertolak belakang.
Jika mengacu pada Undang-undang nomor 4 tahun 2009 Pasal 103
dan Pasal 104 bahwa pemerintah baru boleh memberikan izin ekspor bagi
perusahaan-perusahaan yang memurnikan seluruh hasil tambangnya di dalam negeri baik
dengan membangun smelter sendiri ataupun dengan bekerjasama dengan perusahaan
smelter lainnya.
Di Kalimantan Barat terdapat 3 perusahaan pertambangan yang
sudah memanfaatkan kebijakan ekspor oleh Pemerintah diantaranya PT. Laman
Mining, PT. Kalbar Bumi Perkasa dan PT Dinamika Sejahtera Mandiri.
“Jadi di Kalbar ini ada 2 perusahaan tambang yang sudah ada
smelter yaitu PT. Indonesia Chemical Alumina (Antam Group) dan PT. WHW (Harita
Group). Sementara ada 5 perusahaan yang baru merencanakan pembangunan smelter, 3
diantaranya sudah memanfaatkan izin ekspor pemerintah,” ungkap Kepala Bidang
Minerba Dinas ESDM Kalbar, Sigit Nugroho.
Sigit Nugroho enggan mengomentari terkait masih rendahnya
progres pembangunan smelter perusahaan tambang di Kalbar sekalipun telah memanfaatkan
izin ekspor mineral mentah untuk menekan angka pembangunan smelter.
“Itu sebenarnya ranahnya perusahaan, kenapa tidak bisa ‘kebut’
progresnya. Yang pasti pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan izin ekspor
dengan catatan dia membangun smelter, itu sudah jelas,” tukasnya.
Sampai saat ini diakui Sigit, pihaknya juga belum pernah
melakukan peninjauan progres pembangunan perusahaan smelter di Kalbar. Sigit
berdalih hal tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat.
“Tapi awal tahun 2019 kita berencana akan melakukan
peninjauan, agar kita mengetahui juga kesulitan mereka (perusahaan) dimana,”
ucapnya.
Rendahnya realisasi pembangun smelter di Kalbar menimbulkan
dugaan bahwa kebijakan pelonggaran ekspor mineral mentah disalahgunakan. Karena
setelah jutaan ton nikel dan bauksit diekspor tanpa dimurnikan, tapi tak
satupun smelter terbangun. (Fat)
KalbarOnline,
Pontianak – Kebijakan melonggarkan ekspor mineral mentah oleh Pemerintah diduga
menjadi pemicu minimnya realisasi pembangunan fasilitas pengolahan dan
pemurnian mineral (smelter) sebagai amanat Undang-undang Minerba. Karena itu
pembangunan smelter di Kalbar masih belum terlihat atau belum terealisasi.
Padahal kebijakan mengizinkan perusahaan pertambangan
melakukan ekspor mineral mentah merupakan bentuk intervensi Pemerintah untuk menekan
biaya pembangunan smelter oleh perusahaan. Tapi realisasinya masih sangat
rendah. Hal ini menjadi bertolak belakang.
Jika mengacu pada Undang-undang nomor 4 tahun 2009 Pasal 103
dan Pasal 104 bahwa pemerintah baru boleh memberikan izin ekspor bagi
perusahaan-perusahaan yang memurnikan seluruh hasil tambangnya di dalam negeri baik
dengan membangun smelter sendiri ataupun dengan bekerjasama dengan perusahaan
smelter lainnya.
Di Kalimantan Barat terdapat 3 perusahaan pertambangan yang
sudah memanfaatkan kebijakan ekspor oleh Pemerintah diantaranya PT. Laman
Mining, PT. Kalbar Bumi Perkasa dan PT Dinamika Sejahtera Mandiri.
“Jadi di Kalbar ini ada 2 perusahaan tambang yang sudah ada
smelter yaitu PT. Indonesia Chemical Alumina (Antam Group) dan PT. WHW (Harita
Group). Sementara ada 5 perusahaan yang baru merencanakan pembangunan smelter, 3
diantaranya sudah memanfaatkan izin ekspor pemerintah,” ungkap Kepala Bidang
Minerba Dinas ESDM Kalbar, Sigit Nugroho.
Sigit Nugroho enggan mengomentari terkait masih rendahnya
progres pembangunan smelter perusahaan tambang di Kalbar sekalipun telah memanfaatkan
izin ekspor mineral mentah untuk menekan angka pembangunan smelter.
“Itu sebenarnya ranahnya perusahaan, kenapa tidak bisa ‘kebut’
progresnya. Yang pasti pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan izin ekspor
dengan catatan dia membangun smelter, itu sudah jelas,” tukasnya.
Sampai saat ini diakui Sigit, pihaknya juga belum pernah
melakukan peninjauan progres pembangunan perusahaan smelter di Kalbar. Sigit
berdalih hal tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat.
“Tapi awal tahun 2019 kita berencana akan melakukan
peninjauan, agar kita mengetahui juga kesulitan mereka (perusahaan) dimana,”
ucapnya.
Rendahnya realisasi pembangun smelter di Kalbar menimbulkan
dugaan bahwa kebijakan pelonggaran ekspor mineral mentah disalahgunakan. Karena
setelah jutaan ton nikel dan bauksit diekspor tanpa dimurnikan, tapi tak
satupun smelter terbangun. (Fat)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini