KalbarOnline.com – Fenomena doom spending atau belanja impulsif yang dipicu oleh stres dan ketidakpastian, semakin marak terjadi di era modern, terutama yang dihadapi oleh milenial dan Gen Z.
Istilah tersebut muncul dari gabungan kata doom scrolling dan impulsive spending, di mana individu cenderung melakukan pembelian barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan sebagai pelarian dari perasaan cemas, tertekan, atau bosan.
Fenomena ini kerap terjadi saat orang menghadapi kondisi sosial, ekonomi, atau lingkungan yang tidak stabil, seperti krisis keuangan, pandemi, atau ketidakpastian politik.
Rasa cemas yang berlebihan mendorong seseorang untuk mencari kenyamanan instan melalui belanja.
Alih-alih menenangkan, aktivitas ini justru dapat memicu permasalahan keuangan baru, menambah rasa stres, dan menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.
Penyebab Utama Doom Spending
- Stres dan Kecemasan: Kondisi ketidakpastian sering kali membuat seseorang merasa kehilangan kendali. Belanja dapat memberikan ilusi kendali dan kepuasan sementara.
- Konsumsi Media Sosial: Iklan, konten influencer, dan promosi di media sosial mendorong perilaku belanja impulsif. Konten-konten ini menampilkan gaya hidup tertentu yang mempengaruhi pola pikir dan keputusan finansial seseorang.
- Kurangnya Edukasi Finansial: Rendahnya pemahaman akan pentingnya manajemen keuangan sering kali membuat seseorang sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
- Pengaruh Lingkungan: Tekanan dari teman atau keluarga yang memiliki pola konsumsi tinggi dapat mempengaruhi individu untuk mengikuti kebiasaan serupa.
Dampak Negatif Doom Spending
- Masalah Keuangan: Pengeluaran berlebihan yang tidak direncanakan dapat menguras tabungan dan menyebabkan utang.
- Stres Tambahan: Alih-alih meredakan stres, belanja impulsif sering kali menambah rasa bersalah dan menyesal.
- Kesehatan Mental Terganggu: Doom spending dapat memperburuk kecemasan, depresi, dan bahkan mengarah pada gangguan perilaku konsumtif yang serius.
Cara Mengatasi Doom Spending
- Mengenali Pemicu Emosional: Langkah pertama adalah menyadari apa yang memicu keinginan untuk belanja berlebihan. Jika belanja dilakukan sebagai pelarian dari emosi negatif, coba cari alternatif lain seperti meditasi, berbicara dengan teman, atau aktivitas fisik.
- Membuat Anggaran Belanja yang Ketat: Tentukan anggaran bulanan dan patuhi batasan tersebut. Simpan uang yang dianggarkan untuk tabungan atau investasi agar tidak tergoda untuk menghabiskannya.
- Mengurangi Paparan pada Media Sosial: Batasi waktu yang dihabiskan di media sosial, terutama yang berisi konten promosi dan iklan. Gunakan aplikasi pemantau waktu layar untuk mengontrol konsumsi konten digital.
- Mempraktikkan Mindful Spending: Sebelum membeli sesuatu, tanyakan pada diri sendiri, “Apakah ini benar-benar dibutuhkan?” dan “Apakah ini akan memberikan nilai jangka panjang?”. Hal ini akan membantu menunda keputusan impulsif.
- Mencari Bantuan Profesional: Jika sudah sulit mengontrol perilaku konsumtif, mencari bantuan dari konselor keuangan atau psikolog dapat membantu mengidentifikasi masalah yang mendasari serta memberikan strategi manajemen yang tepat.
- Menciptakan Pengalihan yang Positif: Cari hobi baru atau kegiatan yang bisa mengalihkan pikiran dari keinginan untuk berbelanja, misalnya membaca buku, berolahraga atau mengembangkan keterampilan baru. (*)
Comment