Jika sudah punya anak dan bergaul dengan keluarga lain, Mums akan mempelajari satu hal dengan cepat, yaitu hubungan setiap orang tua dan anaknya unik. Meskipun setiap keluarga bisa berbeda, ahli mengidentifikasi beberapa gaya parenting atau pola asuh yang paling umum.
Setiap pola asuh ini dibedakan berdasarkan dukungan yang diberikan orang tua dan seberapa besar kontrol yang orang tua tetapkan pada anak. Setiap pola asuh ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, meskipun beberapa jenis pola asuh dianggap lebih bermanfaat untuk anak. Jadi, apa saja jenis pola asuh tersebut? Berikut penjelasannya!
Baca juga: Mums, Perhatikan 6 Cara Mengajarkan Anak Menulis Ini!
6 Jenis Pola Asuh yang Perlu Mums Ketahui
Berikut 6 jenis pola asuh yang perlu Mums ketahui:
1. Pola Asuh Otoriter
Apa artinya
Ini merupakan pendekatan parenting yang ketat. Orang tua menetapkan ekspektasi tinggi dan peraturan tegas tanpa memberikan anak dukungan yang cukup atau menanyakan pendapat mereka. Orang tua otoriter percaya bahwa seorang anak harus melakukan hal yang mereka katakan. Jika anak tidak mengikuti aturan, akan ada hukuman yang diberikan. Tujuan pola asuh otoriter adalah kepatuhan.
Bagaimana penerapannya
Orang tua otoriter mungkin belum bisa menetapkan peraturan ketat pada anaknya jika masih kecil. Namun, mereka biasanya membuat jadwal makan dan tidur yang kaku. Ketika anak berusia 3-6 tahun, orang tua otoriter bisa saja menetapkan jadwal ketat tentang waktu makan, potty training, waktu tidur, dan menetapkan hukuman keras jika anak rewel. Contoh nyatanya seperti memaksa anak menghabiskan makanan bahkan meskipun ia mengatakan sudah kenyang.
Dampaknya pada anak
Mengajarkan kepada anak untuk harus menghargai peraturan sebenarnya baik. Karena pola asuh orang tua ketat, anak jadi cenderung berpikir dulu sebelum melakukan sesuatu, sehingga ia cenderung tidak membuat pilihan impulsif. Namun, penelitian menunjukkan bahwa pendekatan ketat dan keras bisa memberi tekanan pada anak untuk menjadi sempurna, serta membuat mereka rentan terhadap perilaku seperti pendiam, kesepian, atau takut.
2. Pola Asuh Otoritatif
Apa artinya
Orang tua otoritatif bertujuan mencapai keseimbangan antara bersikap ketat namun juga hangat dan memberi dukungan pada anak. Daripada memaksa anak untuk mengikuti aturan begitu saja, orang tua otoritatif akan mengajak anak berdiskusi tentang aturan dan ekspektasi. Namun, mereka menetapkan secara jelas tentang tugas masing-masing dan akan menghukum anak jika ia tidak melakukan hal yang seharusnya ia lakukan. Pola asuh otoritatif menerapkan kedisiplinan dalam bentuk mengajarkan dan mendidik, serta menetapkan konsekuensi yang masuk akal.
Bagaimana penerapannya
Untuk orang tua otoritatif, jika anak masih kecil, mungkin mereka tetap akan membuat jadwal makan dan tidur. Namun, mereka juga akan membuat penyesuaian sesuai kebutuhan dan yang terbaik untuk anak. Ketika anak sudah memasuki usia 3 tahun, orang tua otoritatif akan menetapkan aturan ketat tentang kesehatan dan keselamatan (misalnya tidak boleh menggigit kuku atau melempar mainan) dan mewujudkannya dengan cara yang logis. Contohnya seperti menyimpan mainan dari anak jika ia melemparnya kepada Mums.
Dampaknya pada anak
Jenis pola asuh otoritatif secara luas dianggap sebagai pola asuh yang sehat untuk anak. Menurut penelitian, anak yang dididik dengan jenis pola asuh otoritatif umumnya mudah berteman, ceria, mudah diajak bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, mandiri, dan memiliki tujuan yang jelas.
3. Pola Asuh Kasih (Attachment)
Apa artinya
Jenis pola asuh kasih berasal attachment theory, yang percaya bahwa anak lahir dengan kebutuhan untuk dipelihara dan dekat secara fisik dengan pengurus utamanya (dalam hal ini orang tua) selama beberapa tahun awal kehidupannya. Beberapa ahli menganggap pola asuh kasih ini bagian dari pola asuh otoritatif, namun lebih menitikberatkan pada kasih sayang dan sentuhan fisik. Baik pola asuh otoritatif maupun pola asuh kasih bersifat responsif terhadap perspektif anak dan sama-sama selalu mengajak anak untuk berdiskusi.
Bagaimana penerapannya
Jenis pola asuh kasih paling sering diterapkan pada masa bayi dan kanak-kanak, yaitu waktu-waktu dimana anak memiliki kebutuhan lebih tinggi untuk tetap dekat secara fisik dengan pengurus utamanya. Salah satunya seperti mengutamakan kebutuhan menyusu anak, kontak fisik, dan sebisa mungkin mengurangi perpisahan dengan si Kecil.
Dampaknya pada anak
Sama seperti jenis pola asuh otoritatif, jenis pola asuh kasih dapat membantu anak menghadapi kesulitan dan stres, sehingga ia lebih siap menghadapi tantangan kehidupan. Kebanyakan ahli setuju bahwa pola asuh kasih tidak memiliki kekurangan yang signifikan. Namun, pola asuh kasih bisa menyulitkan orang tua. Mengurus anak setiap hari, memenuhi kebutuhan menyusu anak, dan memberi respon penuh setiap anak menangis bisa melelahkan. Ada pula risiko Mums dan Dads malah lupa mengurus diri sendiri.
Baca juga: Tidak Semua Suplemen dan Vitamin Baik untuk Kesehatan Anak!
4. Pola Asuh Permisif
Apa artinya
Jenis pola asuh permisif bersifat hangat, namun cenderung longgar (atau tidak konsisten) dalam hal aturan dan kedisiplinan. Orang tua dengan pola asuh permisif bersikap lebih seperti teman ketimbang panutan. Jadi, anak cenderung memiliki banyak kebebasan dan tidak selalu diamati secara dekat. Anak yang dididik dengan jenis pola asuh permisif juga cenderung tidak memiliki banyak tanggung jawab atau tugas. Keseharian mereka juga tidak terdiri dari rutinitas yang terlalu tetap.
Bagaimana penerapannya
Contoh sikap permisif pada bayi atau balita adalah tidak menetapkan jadwal makan atau tidur. Ketika si Kecil sudah memasuki usia 3 tahun atau usia pra sekolah, ia diperbolehkan untuk makan dan ngemil kapanpun diinginkan tanpa jadwal waktu tertentu. Orang tua dengan jenis pola asuh permisif juga tidak akan menyuruh anaknya untuk membersihkan mainannya setelah selesai bermain. Mereka juga tidak menetapkan jadwal tidur, melainkan lebih membiarkan anak tidur kapan saja ketika mereka sudah mengantuk.
Dampaknya pada anak
Anak yang tumbuh dengan jenis pola asuh permisif cenderung berpikir bebas dan tidak takut mengutarakan apa yang ada di pikiran mereka. Ia bukan tipe anak yang mudah diperintah atau disuruh melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Ini bisa berarti, anak akan memiliki kreativitas yang lebih. Namun, dididik dengan pola asuh tanpa batasan juga memiliki kekurangan. Anak yang dididik dengan pola asuh permisif cenderung lebih sering rewel ketika mereka tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
5. Pola Asuh Bebas Berjarak (Free-range)
Apa artinya
Jenis pola asuh bebas berjarak mirip dengan pola asuh permisif. Keduanya fleksibel dan tidak banyak peraturan. Perbedaannya, tidak seperti pola asuh permisif yang cenderung membiarkan ketika anak rewel dan marah, orang tua yang mengikuti jenis pola asuh bebas berjarak mengajarkan anak untuk lebih independen. Artinya, membiarkan anak melakukan apa yang menurutnya bisa ia lakukan, namun tidak berarti membiarkannya melakukan setiap hal yang ingin ia lakukan.
Bagaimana penerapannya
Jenis pola asuh bebas berjarak umumnya hanya berhasil pada anak yang sudah besar, namun konsepnya bisa diaplikasikan pada anak usia berapapun. Contohnya, seperti membiarkan bayi dan balita eksplor lingkungan baru tanpa mengganggu atau membantu mereka (selama masih aman). Orang tua yang mengikuti jenis pola asuh bebas berjarak bisa membiarkan anak yang sudah masuk usia sekolah untuk bermain di halaman belakang tanpa pengawasan.
Dampaknya pada anak
Penelitian menunjukkan bahwa membiarkan anak menjadi lebih independen atau mandiri bisa membentuk ketahanan diri, sehingga kelak anak bisa lebih baik mengatasi tantangan dan kemunduran. Jenis pola asuh bebas berjarak juga mendorong kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah. Untuk kekurangannya, tidak semua orang memiliki definisi ‘bebas berjarak’ yang sama. Mungkin Mums tidak masalah membiarkan si Kecil main di halaman tanpa pengawasan, namun orang lain bisa melihatnya sebagai sesuatu yang berbahaya.
6. Pola Asuh Tidak Terlibat (Uninvolved)
Apa artinya
Jenis pola asuh tidak terlibat tidak dapat memenuhi kebutuhan emosional ataupun fisik anak. Orang tua yang mengikuti jenis pola asuh ini tidak menerima atau terlibat dengan anak, mereka juga hanya memberikan sedikit pengawasan.
Bagaimana penerapannya
Jenis pola asuh tidak terlibat bisa beragam bentuknya, namun mudah dilihat. Misalnya pada bayi dengan tidak memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti makanan, tidur, dan perlindungan. Pada balita dengan tidak mempedulikan keselamatannya, tidak menyaring apa yang mereka katakan ketika berada di sekitar anak, tidak menyaring tontonan anak, membiarkan anak berada di lingkungan apapun, atau tidak mempedulikan anak.
Dampaknya pada anak
Hampir semua ahli setuju bahwa jenis pola asuh tidak terlibat berdampak negatif pada anak. Anak membutuhkan hubungan emosional dan ketika ia tidak mendapatkanyya dari orang tua, sistem sarafnya tidak bekerja dengan baik. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang tumbuh dengan pola asuh tidak terlibat cenderung memiliki penghargaan diri rendah dan sulit menjalin hubungan sehat dan percaya dengan orang lain. (UH)
Baca juga: Mengapa Anak Takut Tidur Sendirian?
Referensi
What To Expect. The Different Parenting Styles and What to Know About Them. Agustus 2019.
Comment