KalbarOnline, Ketapang – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ketapang berharap Mahkamah Konstitusi (MK) segera melakukan revisi terhadap Undang-undang Pilkada nomor 10 tahun 2016. Harapan tersebut lantaran adanya beberapa pasal yang dinilai tumpang tindih dengan norma yang mengatur fungsi, tugas dan wewenang pengawasan pemilu dengan norma yang ada di UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
“Saat ini memang sudah ada upaya pengajuan Judicial Review ke MK di antaranya pada pasal krusial seperti Pasal 1 ayat (17), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 24,” ungkap Anggota Bawaslu Ketapang Divisi Hukum, Data dan Informasi, Ronny Irawan, Rabu (28/8/2019).
Ronny berujar, dengan adanya Judicial Review ini, diharapkan MK dapat segera memproses permohonan tersebut mengingat tahapan Pilkada yang akan berlangsung disejumlah daerah termasuk di Ketapang sudah semakin dekat.
“Namun saat ini informasinya masih menunggu register oleh MK,” jelasnya.
Ronny menambahkan, beberapa hal yang perlu di revisi mengingat terdapat reduksi terhadap norma yang mengatur kewenangan Bawaslu Provinsi, Kabupaten Kota dalam mengawasi tahapan Pilkada seperti penyebutan istilah Panwaslu di UU Pilkada yang membuat status Bawaslu tidak memiliki legalitas dan kewenangan dalam pengawasan Pilkada.
“Dampaknya serius, karena institusi pengawas Pilkada di level Kabupaten/Kota hanya diawasi oleh kepanitian pengawasan yang sifatnya ad hoc bukan Bawaslu,” jelasnya.
Selain itu, yang jadi permasalahan mengenai jumlah anggota pengawas pemilu di level Provinsi, Kabupaten Kota yang tereduksi hanya berjumlah 3 orang, tentunya kondisi berdampak pada keanggotaan pengawas pemilu di sejumlah daerah yang ada sebanyak 5 hingga 7 orang.
“Termasuk mengenai tenggat waktu penanganan pelanggaran tereduksi dari 14 hari di UU Pemilu menjadi 5 hari di UU Pilkada, serta proses penanganan pelanggaran tidak dilakukan melalui proses pemeriksaan namun hanya sebatas rekomendasi yang sifatnya tidak mengikat,” pungkasnya. (Adi LC)
Comment