Shopping cart
Your cart empty!
Terms of use dolor sit amet consectetur, adipisicing elit. Recusandae provident ullam aperiam quo ad non corrupti sit vel quam repellat ipsa quod sed, repellendus adipisci, ducimus ea modi odio assumenda.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Sit amet consectetur adipisicing elit. Sequi, cum esse possimus officiis amet ea voluptatibus libero! Dolorum assumenda esse, deserunt ipsum ad iusto! Praesentium error nobis tenetur at, quis nostrum facere excepturi architecto totam.
Lorem ipsum dolor sit amet consectetur adipisicing elit. Inventore, soluta alias eaque modi ipsum sint iusto fugiat vero velit rerum.
Do you agree to our terms? Sign up
|
|
Oleh : Jauhari Fatria |
| Rabu, 28 Agustus 2019 |
KalbarOnline,
Ketapang – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ketapang berharap
Mahkamah Konstitusi (MK) segera melakukan revisi terhadap Undang-undang Pilkada
nomor 10 tahun 2016. Harapan tersebut lantaran adanya beberapa pasal yang
dinilai tumpang tindih dengan norma yang mengatur fungsi, tugas dan wewenang
pengawasan pemilu dengan norma yang ada di UU nomor 7 tahun 2017 tentang
Pemilu.
“Saat ini memang sudah ada upaya pengajuan Judicial Review ke MK di antaranya pada
pasal krusial seperti Pasal 1 ayat (17), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) dan
Pasal 24,” ungkap Anggota Bawaslu Ketapang Divisi Hukum, Data dan Informasi,
Ronny Irawan, Rabu (28/8/2019).
Ronny berujar, dengan adanya Judicial Review ini, diharapkan MK dapat segera memproses
permohonan tersebut mengingat tahapan Pilkada yang akan berlangsung disejumlah
daerah termasuk di Ketapang sudah semakin dekat.
“Namun saat ini informasinya masih menunggu register oleh
MK,” jelasnya.
Ronny menambahkan, beberapa hal yang perlu di revisi
mengingat terdapat reduksi terhadap norma yang mengatur kewenangan Bawaslu
Provinsi, Kabupaten Kota dalam mengawasi tahapan Pilkada seperti penyebutan
istilah Panwaslu di UU Pilkada yang membuat status Bawaslu tidak memiliki
legalitas dan kewenangan dalam pengawasan Pilkada.
“Dampaknya serius, karena institusi pengawas Pilkada di
level Kabupaten/Kota hanya diawasi oleh kepanitian pengawasan yang sifatnya ad
hoc bukan Bawaslu,” jelasnya.
Selain itu, yang jadi permasalahan mengenai jumlah anggota
pengawas pemilu di level Provinsi, Kabupaten Kota yang tereduksi hanya
berjumlah 3 orang, tentunya kondisi berdampak pada keanggotaan pengawas pemilu
di sejumlah daerah yang ada sebanyak 5 hingga 7 orang.
“Termasuk mengenai tenggat waktu penanganan pelanggaran
tereduksi dari 14 hari di UU Pemilu menjadi 5 hari di UU Pilkada, serta proses
penanganan pelanggaran tidak dilakukan melalui proses pemeriksaan namun hanya
sebatas rekomendasi yang sifatnya tidak mengikat,” pungkasnya. (Adi
LC)
KalbarOnline,
Ketapang – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Ketapang berharap
Mahkamah Konstitusi (MK) segera melakukan revisi terhadap Undang-undang Pilkada
nomor 10 tahun 2016. Harapan tersebut lantaran adanya beberapa pasal yang
dinilai tumpang tindih dengan norma yang mengatur fungsi, tugas dan wewenang
pengawasan pemilu dengan norma yang ada di UU nomor 7 tahun 2017 tentang
Pemilu.
“Saat ini memang sudah ada upaya pengajuan Judicial Review ke MK di antaranya pada
pasal krusial seperti Pasal 1 ayat (17), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) dan
Pasal 24,” ungkap Anggota Bawaslu Ketapang Divisi Hukum, Data dan Informasi,
Ronny Irawan, Rabu (28/8/2019).
Ronny berujar, dengan adanya Judicial Review ini, diharapkan MK dapat segera memproses
permohonan tersebut mengingat tahapan Pilkada yang akan berlangsung disejumlah
daerah termasuk di Ketapang sudah semakin dekat.
“Namun saat ini informasinya masih menunggu register oleh
MK,” jelasnya.
Ronny menambahkan, beberapa hal yang perlu di revisi
mengingat terdapat reduksi terhadap norma yang mengatur kewenangan Bawaslu
Provinsi, Kabupaten Kota dalam mengawasi tahapan Pilkada seperti penyebutan
istilah Panwaslu di UU Pilkada yang membuat status Bawaslu tidak memiliki
legalitas dan kewenangan dalam pengawasan Pilkada.
“Dampaknya serius, karena institusi pengawas Pilkada di
level Kabupaten/Kota hanya diawasi oleh kepanitian pengawasan yang sifatnya ad
hoc bukan Bawaslu,” jelasnya.
Selain itu, yang jadi permasalahan mengenai jumlah anggota
pengawas pemilu di level Provinsi, Kabupaten Kota yang tereduksi hanya
berjumlah 3 orang, tentunya kondisi berdampak pada keanggotaan pengawas pemilu
di sejumlah daerah yang ada sebanyak 5 hingga 7 orang.
“Termasuk mengenai tenggat waktu penanganan pelanggaran
tereduksi dari 14 hari di UU Pemilu menjadi 5 hari di UU Pilkada, serta proses
penanganan pelanggaran tidak dilakukan melalui proses pemeriksaan namun hanya
sebatas rekomendasi yang sifatnya tidak mengikat,” pungkasnya. (Adi
LC)
Bayar Sekarang, Tahu Lebih Banyak
Masukkan nomor WhatsApp Anda untuk mendapatkan akses penuh ke berita premium ini