KalbarOnline, Pontianak – Ratusan buruh melakukan aksi demonstrasi ke perusahaan sawit PT Mitra Aneka Rezeki (MAR) yang berlokasi di Desa Sungai Deras, Kecamatan Teluk Pakedai, Kabupaten Kubu Raya, Selasa (31/01/2023).
Para buruh mengaku tidak terima dengan upah murah yang diberikan perusahaan dengan dalih penerapan kebijakan sistem upah proporsi.
“Sistem proporsi ini mengakibatkan upah yang kami terima jauh lebih murah,” bongkar Santa, salah seorang buruh PT MAR kepada wartawan.
Santa menyebut, bahwa inti dari gerakannya bersama rekan-rekan buruh lainnya ini ialah untuk menuntut agar perusahaan segera menghapus sistem upah proporsi yang dinilai tidak sesuai aturan ketenagakerjaan.
Menurut dia, sistem upah proporsi ala PT MAR itu telah membuat upah yang mereka terima setiap bulannya menjadi sangat kecil. Terlebih para buruh, aku Santa, tidak diperbolehkan izin untuk tidak masuk kerja.
“Kami tidak boleh izin (tidak masuk) bekerja, tidak masuk sehari gaji dipotong dua hari kerja,” keluh Santa.
Dalam aksi itu, buruh turut mengancam akan melakukan aksi mogok kerja jika perusahaan tidak segera menindaklanjuti apa yang menjadi tuntutan mereka.
Rahmad, salah seorang buruh lainnya menjelaskan, setidaknya ada tiga tuntutan buruh hari ini. Pertama, penghapusan sistem pengupahan proporsi, kedua, dikembalikannya izin P1 (tidak masuk kerja tidak dibayar) dan tidak dilakukan pemotongan gaji, serta yang ketiga, kembalikan izin istirahat kepada karyawan yang lemah fisik.
Rahmad pun menerangkan, bahwa semua tuntutan di atas sebenarnya sudah para butuh sampaikan pada pertemuan tripartit pada tanggal 6 Januari 2023 di Kantor Bupati Kubu Raya, namun sampai saat ini tidak digubris oleh pihak perusahaan.
“Di pertemuan itu, perusahaan berjanji akan meninjau kembali sistem pengupahannya. Dan batas waktu yang diberikan pemerintah yakni sampai dengan 31 Januari (2023),” kata Rahmad.
lebih lanjut Rahmad menjelaskan, bahwa sistem upah proporsi sendiri telah diberlakukan PT MAR sejak Februari 2020. Ia mengaku, dengan kebijakan itu, upah yang diterima para buruh dalam sebulannya hanya di kisaran Rp 200 sampai Rp 700 ribu saja.
“Akibat upah murah, anak-anak buruh banyak putus sekolah. Tak hanya itu sudah beberapa kasus buruh bercerai dengan istrinya, karena tidak sanggup hidup melarat,” terang Rahmad.
Kondisi itu semakin diperparah dengan dengan dihapuskannya izin P1. Karena ketika buruh tidak masuk bekerja satu hari, perusahaan bakal memotong gaji buruh selama dua hari bekerja.
“Jadi kami buruh menuntut perusahaan untuk mengembalikan izin P1, seperti sebelumnya,” tuntut Rahmad.
Rahmad juga meminta agar perusahaan mengakui surat keterangan sakit yang dikeluarkan bidan atau mantri di kampung terhadap buruh yang sakit atau lemah fisiknya. Karena jika surat keterangan sakit harus dibuat di klinik yang disediakan perusahaan, maka posisinya sangat jauh dari tempat tinggal buruh.
“Kami akan melakukan mogok kerja sampai tuntutan ini diterima,” tegas Rahmad.
Sementara itu, Humas PT MAR, Didik yang dikonfirmasi mengaku tidak tahu menahu apa alasan dari aksi demonstrasi yang dilakukan para buruh. Menurutnya, kalau terkait ketiga tuntutan yang disampaikan, hal itu bisa dijelaskan langsung oleh manajer perkebunan.
“Saya tidak paham aturan yang dibuat di (bagian) kebun, Jadi dari manajer kebun lah yang lebih tahu,” singkat Didik sekenanya.
Terpisah, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kubu Raya, Wan Iwansyah membenarkan, kalau pihaknya telah menerima pengaduan dari para buruh PT MAR dan sudah menindaklanjutinya dengan pertemuan tripartit, di kantor Bupati Kubu Raya, 6 Januari lalu.
Wan menjelaskan, kalau pertemuan tersebut bertujuan dalam rangka memediasi persoalan para buruh dengan pihak perusahaan. Bahkan dalam pertemuan, kata Wan, juga telah dibuatkan kesepakatan bersama antara buruh dan perusahaan, di mana perusahaan akan melakukan kajian dan revisi peraturan yang dinilai memberatkan karyawan.
“Pada 30 Januari, perusahaan telah mengirimkan revisi aturannya ke kami. Saat ini prosesnya sedang dilakukan kajian atau telaah terhadap perubahan aturan yang dibuat PT MAR,” kata dia.
Wan sependapat, jika sistem upah proporsi jelas menyalahi aturan. Maka dari itu, ia menilai kebijakan yang dikeluarkan perusahaan harus dikaji lebih lanjut dan diubah dan disesuaikan dengan undang undang dan atau aturan pemerintah.
“Sistem upah proporsi jelas menyalahi aturan. Makanya dalam pertemuan itu sepakat akan dilakukan perubahan,” jelasnya. (Jau)
Comment