KalbarOnline, Pontianak – Anggota VI BPK RI, Prof. Harry Azhar Azis, M.A., Ph.D mengatakan bahwa dengan kondisi Kalbar terkini diakuinya memang krusial bagi Gubernur Kalbar yang baru.
“Apalagi tadi Pak Gubernur katakan IPM Kalbar berada diurutan 29 dari 34 provinsi, itu terlalu rendah menurut saya. Tetapi berdasarkan standar IPM yang ditetapkan yakni sekitar 66 itupun belum termasuk tinggi, karena batas IPM itu 70,” tukasnya.
Lanjut dia, IPM ada 3 (tiga) variabel ukuran diantaranya pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat.
“Nah, itu ketiganya harus meningkat. Artinya partisipasi orang lulus sekolah harus tinggi, masyarakat sehat dan daya belinya tidak boleh turun, itu yang harus jadi perhatian. Caranya salah satunya dengan menciptakan lapangan kerja, jadi anggaran-anggaran itu harus dihitung sedemikian rupa, tiap rupiahnya harus dihitung, berapa dapat menciptakan lapangan kerja untuk penduduk Kalbar,” paparnya.
Harry Azhar juga menjelaskan sejumlah kendala dalam mencapai IPM yang sesuai itu yakni pada poin pendidikan dan kesehatan.
“Kalau saya perhatikan rata-rata dari pendidikan dan kesehatan, membiarkan orang-orang miskin tetap miskin bahkan banyak masyarakat yang meninggal kelaparan karena gizi buruk seperti di Asmat, masa sudah 73 tahun merdeka kita biarkan masyarakat mati karena gizi buruk, jangan sampai itu terjadi di Kalbar karena tak terperhatikan Pemerintah. Dulu saya sekolah di Amerika, kalau disana ada penduduk yang mati, Walikotanya itu digugat, kalau kita kan tidak,” tuturnya mengingatkan.
Ia juga menyampaikan harapannya untuk Gubernur Kalbar, Sutarmidji agar dapat menjadikan Kalbar sejahtera, maju dan terdepan.
“Saya percaya karena saya kenal dengan Gubernur yang baru ini, Pak Sutarmidji dan dulu waktu Wali Kota pernah beberapa kali berhubungan dengan saya, saya lihat konsennya, semangatnya, mudah-mudahan Kalbar lebih bagus di masa yang akan datang,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa suatu pemerintahan tidak cukup hanya dengan meraih predikat WTP. “Tidak cukup WTP, itu syarat minimal, kewajiban itu malahan. Dia harus tunjukan berapa angka kemakmuran selama pemerintahannya, tadi saya ambil contoh, begitu dia dilantik Bupati angka kemiskinan yang awalnya 1000 lalu lima tahun kemudian meningkat 2000, di mata saya dia gagal sebagai Bupati sepantasnya jangan dipilih lagi, tapi kita kan tidak ada sistem begitu. Nah, itu yang mau saya terus dorong, mudah-mudahan kita menerapkan sistem itu, kalau bisa itu jadi syarat untuk yang akan datang tidak boleh pimpinan daerah dipilih kembali selama dia memerintah angka kemiskinan bertambah banyak,” tandasnya. (Fat)
Comment