Diabetes tipe 2 merupakan kondisi yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengontrol kadar gula darahnya. Untuk mengendalkan kadar gula darah agar berada di kisaran normal, salah satu caranya adalah dengan mengatur jenis dan porsi makanan yang dikonsumsi. Coklat hitam (dark chocolate) ternyata bisa membantu menurunkan kadar gula darah. Kok Bisa?
Salah satu mitos yang banyak dipercaya oleh penderita diabetes ialah harus mengonsumsi makanan khusus. Gula memang dibatasi, sehingga coklat yang manis tentu saja sebaiknya dihindari. Namun, dark chocolate atau cokelat hitam aman dikonsumsi penderita diabetes tipe 2.
Jika dikonsumsi dalam jumlah moderat, dapat menyebabkan beberapa manfaat kesehatan yang signifikan, di antaranya menurunkan kadar gula darah. Manfaat lain dark chocolate menurut American Diabetes Association ialah peningkatan fungsi otak, tekanan darah, kolesterol, dan kesehatan jantung.
Baca juga: Penyebab Kadar Gula Darah Rendah di Pagi Hari
Dark Chocolate Mengandung Polifenol
Dark chocolate mengandung polifenol, senyawa alami yang sifat antioksidan, melindungi tubuh dari kerusakan akibat molekul berbahaya. Polifenol yang dimiliki dark chocolate dapat meningkatkan sensivitas insulin yang pada gilirannya, dapat membantu mengontrol gula darah, menurut penelitian yang diterbitkan oleh Endocrine Abstracts.
Peningkatan sensivitas insulin dapat menunda atau bahkan mencegah timbulnya diabetes.“Antioksidan dalam cokelat hitam dapat membantu tubuh menggunakan insulin lebih efisien untuk membantu mengendalikan gula darah yang pada gilirannya, membantu menurunkan kadar gula darah secara alami dan benar-benar membantu tubuh Kamu menggunakan insulin dan membantu mengurangi resistensi insulin penderita diabetes tipe 2,” kata Anna Simon, CDE, manajer program pendidikan dan pencegahan diabetes di Stanford Health Care, Palo Alto, California, Amerika Serikat.
Penelitian lain yang terbit di Journal Community Hospital Internal Medicine Perspectives mengungkapkan bahwa kakao dapat menginduksi regenerasi sel β pankreas dan merangsang sekresi insulin, memiliki efek hipoglikemik, dan meningkatkan toleransi glukosa.
Efek vasodilatasi kakao juga dapat meningkatkan sensitivitas insulin yang dimediasi oleh fungsi endotel.Maka dari itu, apabila Kamu menderita diabetes tipe 2 dan mengonsumsi kakao dalam jangka waktu lama, dapat memengaruhi resistensi insulin pada tingkat yang lebih besar.
Baca juga: Efek Pemanis Buatan pada Kenaikan Kadar Gula Darah
Cara Memilih Dark Chocolate untuk Penderita Diabetes
Ketika memilih dark chocolate untuk Kamu yang memiliki diabetes tipe 2, ada beberapa hal untuk diperhatikan. Ya, ada beberapa varietas dark chocolate yang lebih sehat untuk penderita diabetes tipe 2.
1. Lihat persentase kakao. Hanya karena diberi label “dark”, bukan berarti cokelat itu sehat. “Untuk mendapatkan manfaat kesehatan paling banyak, pilihlah dark cokelat yang mengandung 70 persen kakao atau lebih,” kata Anna Taylor, RD, CDE, ahli nutrisi di Cleveland Clinic, Ohio.
2. Lihat kandungan gula. Semua cokelat, termasuk dark cokelat yang tidak diberi pemanis, mengandung karbohidrat. Maka dari itu, cobalah untuk menjaga asupan karbohidrat saat mengonsumsi dark chocolate. “Maksimalnya itu, dark chocolate yang aman dikonsumsi penderita diabetes berkisar antara 15 hingga 30 gram. Bagaimanapun, menghitung karbohidrat sangat penting untuk mengelola diabetes,” ujar Simon.
3. Hati-hati terhadap bahan tambahan yang manis. “Batasi mengonsumsi dark chocolate yang mengandung karamel atau pemanis lain. Dark chocolate tidak boleh mengandung lebih dari 8 gram gula untuk 28 gram cokelat hitam. Lebih baik, pilih dark chocolate yang mengandung kacang almon karena bersifat mengenyangkan dan memperlambat kenaikan gula darah,” jelas Taylor.
Baca juga: Puasa 14 Jam Setiap Hari Menurunkan Kadar Gula Darah
Referensi:
Everyday Health. The Best Ways to Enjoy Dark Chocolate When You Have Diabetes
Express. Type 2 diabetes: The sweet treat proven to lower blood sugar
Abbott. Dark Chcolate and Diabetes: The Benefits of This Tasty Snack
NCBI. Use of dark chocolate for diabetic patients: a review of the literature and current evidence
Comment