KALBARONLINE.com – Sikap Kalimantan Barat terhadap program transmigrasi nasional makin keras. Setelah DPRD menolak, kini Wakil Gubernur Kalbar, Krisantus Kurniawan, dengan lantang menyuarakan penolakan secara terbuka.
Krisantus menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat tidak mendukung rencana perpindahan penduduk dari luar provinsi ke wilayah Kalbar. Ia menilai program transmigrasi yang jadi salah satu agenda pemerintah pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto sudah tidak relevan lagi dengan kondisi sosial ekonomi Kalbar saat ini.
“Kenapa tidak bantu mereka yang sudah ada di sini? Masih banyak warga Kalbar yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka seharusnya jadi prioritas program relokasi atau pemberdayaan,” ujar Krisantus saat menemui massa aksi di Kantor Gubernur Kalbar, Senin, 21 Juli 2025.
Menurutnya, struktur sosial di Kalbar yang majemuk dan cukup kompleks bisa terganggu jika program transmigrasi dari luar daerah tetap dipaksakan. Ia menyebut pemerintah provinsi sudah memantau dinamika ini dan telah berkoordinasi dengan Gubernur Ria Norsan untuk mengambil sikap bersama, mendengarkan aspirasi masyarakat, dan menolak kebijakan transmigrasi yang tidak mengutamakan warga lokal.
Krisantus juga meluruskan simpang siur informasi yang menyebut DPR RI menyetujui pengiriman transmigran ke Kalbar. Ia menegaskan bahwa yang disetujui hanya anggaran operasional kementerian terkait, bukan distribusi pendatang ke provinsi ini.
“Kita sudah cukup padat dan kompleks secara budaya. Kalau mau bantu, bantu masyarakat lokal. Kalau ada program transmigrasi internal, kami dukung. Tapi kalau dari luar Kalbar, kami tolak,” ujarnya.
Warga Kalbar Turun ke Jalan, Tuntut Hentikan Transmigrasi
Sikap tegas Krisantus itu sejalan dengan aksi demonstrasi ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Kalimantan Barat. Mereka menggelar aksi di depan Gedung DPRD Kalbar, menolak keras program transmigrasi yang dianggap merugikan masyarakat lokal.
Koordinator aksi, Endro Ronianus, menyebut pemerintah telah berlaku tidak transparan. Ia menunjukkan bukti bahwa website resmi Kementerian Transmigrasi masih mencantumkan Kalbar sebagai daerah tujuan.
“Kami dibohongi. Di website masih ada program aktif. Mereka (transmigran) diberi lahan dan fasilitas, sedangkan masyarakat lokal malah sulit dapat hak yang sama,” tegas Endro.
Ia juga menyinggung ketimpangan yang makin terasa. Banyak warga lokal justru harus bekerja di luar negeri seperti Malaysia demi bisa membeli tanah di kampung sendiri, sementara para pendatang langsung dapat lahan.
“Desa kami malah dimasukkan ke kawasan hutan lindung, sedangkan pendatang bebas dapat tanah. Ini menyakitkan,” tambahnya.
Aliansi Kalbar mendesak agar program transmigrasi diubah jadi program revitalisasi berbasis masyarakat lokal, terutama yang tinggal di kawasan konservasi dan hutan lindung. Mereka memberi ultimatum dua minggu kepada pemerintah untuk merespons tuntutan. Bila tidak, massa mengancam akan kembali turun ke jalan.
DPRD Kalbar Siap Kawal Petisi Rakyat
Ketua DPRD Kalbar, Aloysius, menyambut langsung massa aksi dan menerima petisi penolakan transmigrasi. Ia menyatakan akan menyampaikan aspirasi ini secara resmi ke Kementerian Transmigrasi dan DPR RI.
“Kami sangat memahami keresahan masyarakat. Petisi ini akan kami kirim secara formal. Harus ada hitam di atas putih. Tidak bisa hanya janji,” ujar Aloysius.
Ia mengingatkan agar program transmigrasi jangan sampai jadi ajang ‘memindahkan masalah’ dari luar ke Kalbar. Menurutnya, permasalahan internal Kalbar, seperti keterbatasan lahan untuk warga lokal, masih belum selesai.
“Masalah kita sendiri belum tuntas, jangan ditambah beban dari luar. Komisi V nanti saya arahkan untuk kawal ini,” tegasnya.
Empat Wilayah di Kalbar Masuk Prioritas Transmigrasi Nasional 2025–2029
Seperti diketahui, terdapat empat wilayah di Kalimantan Barat yang masuk dalam daftar prioritas nasional Kementerian Transmigrasi untuk program pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi tahun 2025–2029. Hal ini tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, khususnya pada bagian arah pembangunan kewilayahan.
Adapun empat wilayah tersebut meliputi Kawasan Transmigrasi Rasau Jaya di Kabupaten Kubu Raya, Gerbang Mas Perkasa di Kabupaten Sambas, Sekayam-Entikong di Kabupaten Sanggau, serta Ketungau Hulu di Kabupaten Sintang.
Dalam dokumen RPJMN tersebut, pembangunan kawasan transmigrasi akan difokuskan pada infrastruktur permukiman dan aksesibilitas logistik. Output pembangunan mencakup jalan non-status, jembatan, sistem drainase, hingga sarana pendukung permukiman.
Tak hanya itu, pemerintah pusat juga mencantumkan sejumlah program lanjutan seperti bantuan sarana produksi pertanian, redistribusi aset berupa tanah transmigrasi, hingga fasilitasi pengurusan sertifikat hak milik (SHM) bagi para transmigran.
Program ini juga mencakup penataan persebaran penduduk dan penyediaan tenaga kerja terampil, dengan target utama berupa proses perpindahan dan penempatan transmigran ke kawasan-kawasan tersebut.
Program Transmigrasi Prabowo: Dari “Trans Tuntas” sampai “Trans Gotong Royong”
Sebagaimana diketahui, program transmigrasi yang saat ini menuai penolakan di Kalbar sejatinya telah diamini oleh Presiden Prabowo Subianto. Hal ini terungkap usai Rapat Terbatas di Istana Negara pada Selasa, 18 Februari 2025.
Dalam rapat tersebut, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya pembangunan infrastruktur yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, baik nasional maupun lokal, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Rapat terbatas ini dihadiri oleh 11 menteri, termasuk lima menteri di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK).
Dari hasil pembahasan, pemerintah menetapkan lima program unggulan transmigrasi yang akan segera diimplementasikan, yakni Transmigrasi Tuntas (T2), Transmigrasi Karya Nusa (TKN), Transmigrasi Lokal (Translok), Transmigrasi Gotong Royong (Trans GR), dan Transmigrasi Patriot.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyatakan bahwa arah kebijakan transmigrasi di bawah pemerintahan Presiden Prabowo sudah lebih terarah dan beradaptasi dengan tantangan zaman.
“Setelah sekian lama, program transmigrasi tentu mengalami perubahan. Kini, Indonesia di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto memiliki arah transmigrasi yang jelas,” ujar AHY dalam peluncuran program Trans Tuntas (T2) di Gedung Kementerian Transmigrasi, Jakarta.
AHY menambahkan, pendekatan transmigrasi yang baru harus mengedepankan keadilan dan keberlanjutan, tanpa ada satu daerah atau kelompok masyarakat pun yang tertinggal, baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Ia juga memuji langkah Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, yang telah merancang strategi menyeluruh untuk menjawab tantangan transmigrasi ke depan.
Salah satunya adalah program Transmigrasi Tuntas (T2), yang bertujuan memberikan kepastian hukum atas hak tanah bagi warga di kawasan transmigrasi.
“Hidup di atas tanah yang tidak bersertifikat itu menghadirkan rasa was-was. Bisa bikin orang kehilangan kepercayaan diri dalam hidup maupun mengembangkan usaha,” jelas AHY.
Program kedua adalah Transmigrasi Lokal (Translok), yang fokus pada pemberdayaan masyarakat lokal sebagai tuan rumah pembangunan di kawasan transmigrasi.
Ketiga, Transmigrasi Patriot, program pengembangan SDM unggul melalui beasiswa pendidikan di wilayah transmigrasi. Tujuannya, melahirkan putra-putri daerah dengan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan untuk memetakan potensi kawasan.
“Tak semua daerah punya potensi yang sama. Ada yang kuat di pertanian, ada di pariwisata, ada pula di ekonomi kreatif. Ini perlu SDM unggul yang bisa memetakan,” kata AHY.
Keempat, Trans Karya Nusa (TKN), yang dirancang untuk menciptakan lapangan kerja bagi warga transmigrasi. AHY menyebut, pekerjaan bukan hanya soal ekonomi, tapi juga menyangkut harga diri dan kehormatan kepala keluarga.
“Kalau kepala keluarga punya pekerjaan, dia merasa terhormat, punya semangat hidup. Inilah kenapa pembukaan lapangan kerja di kawasan transmigrasi sangat penting,” tegasnya.
Terakhir, Transmigrasi Gotong Royong (Trans GR), yang mengedepankan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, kementerian/lembaga, hingga sektor swasta.
“Tidak mungkin semua berdiri sendiri. Gotong royong ini harus jadi kekuatan utama pembangunan di kawasan transmigrasi,” pungkas AHY.
Program ini diposisikan sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional berbasis wilayah, dengan target mendorong pemerataan ekonomi dan penguatan kawasan.
Namun di Kalbar, baik eksekutif maupun legislatif kini menyatakan sikap tegas untuk menghentikan penerapan program transmigrasi dari luar daerah, dan menuntut kebijakan pembangunan yang berpihak pada warga lokal. (Red)
Comment