KalbarOnline.com – Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menemukan adanya perbedaan frasa draf RUU Cipta Kerja dengan yang 905 halaman dengan yang 812 halaman. Feri menyebut, adanya perbedaan draf awal dengan 905 halaman dengan 812 halaman karena pembuat awalnya tidak mengetahui adanya perbedaan frasa tersebut.
Pada pasal 22A ayat 2 draf RUU Cipta Kerja dengan halaman 905 disebutkan ‘Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama Pemerintah Pusat dengan badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden’.
Feri menjabarkan, Pasal 22A ayat 2 draf RUU Cipta Kerja dengan halaman 812 diganti frasanya yakni ‘dalam Peraturan Presiden’.
Adapun bunyi pasal 22A ayat 2 tersebut adalah ‘Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama Pemerintah Pusat dengan badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Presiden’.
“Ini kemungkinan karena pembuat awal tidak memahami bagaimana membuat peraturan perundang-undangan yang baik,” ujar Feri kepada KalbarOnline.com, Selasa (13/10).
Feri mengatakan adanya perubahan tersebut tidak sah. Karena perubahan tersebut dilakukan setelah pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja. “Itu tidak sah. Karena perubahan itu terjadi setelah persetujuan bersama. Jadi tidak boleh ada pergantian kata pergantian kalimat, menambahkan atau mengubah. Itu bukan sesuatu yang disetujui bersama,” tegasnya.
Menurut Feri, perubahan frasa seperti kalimat ‘dan’ menjadi ‘atau’ sudah memiliki makna yang berbeda.
“Jadi apa yang mereka lakukan perubahan kata dan kalimat itu bukanlah sebuah UU yang sah. Karena tidak dilakukan di persetujuan bersama,” ungkapnya.
Adapun, RUU Omnibus Law Cipta Kerja disahkan DPR dan Pemeritah dalam rapat paripurna DPR pada Senin (5/10) lalu. Sebanyak tujuh fraksi setuju, yakni Fraksi PDIP, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, PAN dan PPP. Sementara dua fraksi menolak adalah Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat.
Comment