Tersangka Korupsi Pajak di Kalbar Pernah Jalani Proses di Inspektorat dan Diminta Ganti Rugi

Tersangka Korupsi Pajak di Kalbar Pernah Jalani Proses di Inspektorat dan Diminta Ganti Rugi

Kejaksaan Tinggi Provinsi Kalimantan Barat menahan seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Provinsi Kalbar berinisial GL, Selasa, 18 Januari 2022. GL ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan setelah tim penyidik Kejati Kalbar mengumpulkan dua alat bukti kuat.

IKLANSUMPAHPEMUDA

GL sendiri ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan pajak di Unit Instalasi Pendapatan Daerah (UIPPD) Balai Karangan Badan Pendapatan Daerah Provinsi Kalbar pada masa 2017-2020. Di mana saat itu GL merupakan Staf Pelaksana pada UIPPD Balai Karangan UPTPPD wilayah Sanggau dan sekarang bertugas Pengadmistrasi Persuratan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Kalimantan Barat.

Pengungkapan kasus ini merupakan hasil kolaborasi antara Kejati Kalbar dengan Inspektorat Kalbar. Di mana, dari serangkaian penyidikan yang dilakukan, tim penyidik Kejati Kalbar telah memeriksa sebanyak lima saksi.

Sebelum diserahkan ke aparat penegak hukum, GL ternyata pernah menjalani proses di internal pemerintah lewat Inspektorat.

Inspektur Provinsi Kalimantan Barat Marlyna Almutahar pun telah memberikan penjelasan lengkap terkait oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar yang terbukti melakukan pungutan liar (pungli) sebagaimana yang disampaikan oleh Gubernur Kalbar Sutarmidji. Menurut dia, yang bersangkutan masih dalam proses sebagaimana prosedur yang berlaku.

“Kami masih proses. Kami juga sudah turun ke lapangan bahkan sudah dilaksanakan Sidang Majelis TP-TGR (Tuntutan Perbendaharan dan Tuntutan Ganti Rugi) yang kami lakukan kepada yang bersangkutan,” kata Marlyna, Rabu, 1 Desember 2021.

Lebih rinci Marlyna menjelaskan, kasus yang dihadapi oleh oknum ASN tersebut masuk dalam kategori pungutan liar bukan markup anggaran. Di mana yang bersangkutan, kata Marlyna, tidak menyetorkan penerimaan daerah sejak beberapa tahun belakangan. Di mana, kata Marlyna, jika diakumulasikan, total angkanya lebih dari Rp1 miliar.

“Sudah lama, beberapa tahun. Angkanya lebih dari satu miliar. Karena kita akumulasikan kerugian daerahnya, kami sudah hitung semuanya, dapatlah angka tersebut,” kata Marlyna.

Kata Marlyna, proses yang dilakukan pihaknya itu berawal dari laporan yang diterima oleh Inspektorat Provinsi Kalbar. Setelah ditindaklanjuti, kata Marlyna, didapatkanlah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Di mana, salah satu poin dari LHP tersebut merekomendasikan untuk ditindaklanjuti melalui Sidang Majelis TP-TGR.

Baca Juga :  Sekda Mulyadi Minta Tim Asistensi RKA-SKPD Taati Pedoman

Di mana, kata Marlyna, dalam Majelis TP-TGR itu beranggotakan Sekretaris Daerah sebagai Ketua, Inspektur sebagai Wakil Ketua, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah sebagai Sekretaris, Kepala Badan Kepegawaian Daerah dan Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah masing-masing sebagai anggota.

“Kemudian kami lakukanlah Sidang Majelis TP-TGR, sudah kami putuskan bahwa yang bersangkutan harus mengembalikan,” katanya.

Sidang Majelis TP-TGR yang telah dilakukan, kata Marlyna, merupakan upaya untuk mengembalikan kerugian daerah yang harus dilakukan oleh yang bersangkutan. Hal tersebut, kata dia, diatur dalam PP nomor 38 tahun 2016, Permendagri nomor 133 tahun 2018, dan Pergub nomor 24 tahun 2018 tentang tata cara penyelesaian tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi.

Di mana, jelas Marlyna, dalam Sidang Majelis TP-TGR juga diputuskan batas waktu pengembalian kerugian daerah atau ganti rugi selama 90 hari.

“Seandainya tidak berhasil mengembalikan selama batas waktu yang ditentukan, maka kami naikan prosesnya ke Aparat Penegakan Hukum (APH). Kalau prosesnya bergulir ke APH, ada kemungkinan yang bersangkutan dipecat. Tapi kita lihat nanti, tergantung APH. Kalau berdasarkan aturan kepegawaian memang ketika ada putusan inkrah, setelahnya memang dipecat, tapi kita tidak tahu prosesnya seperti apa kalau naik ke APH,” katanya.

Meski begitu, pihaknya berharap, proses tersebut dapat diselesaikan pihaknya tanpa harus bergulir ke aparat penegak hukum.

“Kita harap segera selesai mudah-mudahan yang bersangkutan bisa mengembalikan kerugian daerah,” katanya.

Midji Berang Ada Oknum ASN Terbukti Pungli Sampai Rp1 Miliar

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji dibuat berang oleh sejumlah oknum ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalbar yang terbukti melakukan praktik pungli atau markup anggaran. Hal itu disampaikannya saat peringatan Hari Korpri, Senin kemarin.

“Ada beberapa ASN kita, tidak bisa kembalikan (uang),” kata Midji.

Kata Midji, kewajiban untuk mengembalikan uang itu juga sudah sesuai dengan Tuntutan Perbendaharan dan Tuntutan Ganti Rugi.

“Apa boleh buat. Keluarganya juga sudah kita beritahu. Karena dia juga tidak peduli. Enak-enak saja dia,” katanya.

Baca Juga :  Aplikasi Epdeskel dan Prodeskel Acuan Pengambilan Kebijakan di Kelurahan

Bahkan kata Midji, yang bersangkutan justru minta dipindahkan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dengan alasan, agar dapat mengangsur uang yang diminta untuk dikembalikan.

“Masa dia bilang pindahkan saya ke Bapenda, supaya saya bisa mengangsur, itu kan otaknya sudah saraf. Sudah model begitu, kalau dipindahkan ke Bapenda, kan makin jadi tuh. Niat mau mengembalikan itu tidak ada. Itu hasil audit dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” katanya.

Menurut Midji, penegakan aturan hukum itu perlu dilakukan. Sebab, hal itu bukan kehendaknya sebagai Gubernur melainkan prosedur yang mengharuskan. Sebab, dalam TP TGR terdapat batas waktu pengembalian.

“Karena sudah waktunya (deadline), harus ada pembelajaran, penegakan hukum itu perlu. Bukan tega, ini penegakan aturan. Penegakan hukum. Kemarin Inspektorat lapor ke saya, kalau memang itu sudah prosedurnya, jalankan saja,” katanya.

Midji pun mengungkapkan, besaran markup yang dilakukan oknum ASN itu tak tanggung-tanggung. Mencapai Rp1 miliar lebih.

“Makanya saya minta sudahlah, kontraktor kerja dengan baik, saya selalu minta kualitas baik. Makanya saya kalau sudah si A, si B, si C mengerjakan dan orang tak kompeten, apalagi misalnya tender buang 20 persen, inilah akibatnya. Begitu diklarifikasi, dia tak datang, akhirnya gagal tender lagi,” katanya.

Menurut Midji, dalam kasus semacam ini, yang harus dimasukan ke dalam daftar hitam adalah orangnya, bukan perusahaannya.

“Kalau perusahaannya kita blacklist nanti mereka buat perusahaan baru, tapi kalau sudah orangnya di-blacklist kan susah tuh. Banyak sekali itu, DAK (Dana Alokasi Khusus) kita saja di Disdikbud ada 36 miliar yang tak bisa diapa-apakan. Karena itulah. Ini begini, ini begitu. Di LHK juga, Dana Bagi Hasil itu tidak bisa digunakan, karena yang seperti itu, berkutat pada sistem ini itu, jadi kerja tak pernah bisa cepat,” katanya.

“Logikanya, kalau kerja tak bisa cepat, berarti ada hal-hal lain. Sebenarnya kalau sistem dijalankan, tentu tak ada yang sulit,” tutupnya.

Comment