Warga SBR 7 Lakukan Aksi Pernyataan Sikap Tolak Masuk Wilayah Kubu Raya, Ancam Golput di Pemilu 2024

KalbarOnline, Pontianak – Polemik batas wilayah antara Kota Pontianak dengan Kabupaten Kubu Raya masih bergejolak. Kisruh ini muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2020 yang menetapkan batas wilayah di sejumlah titik.

Salah satunya adalah sebagian wilayah di Komplek Star Borneo Residence (SBR) 7, Kelurahan Saigon, Kecamatan Pontianak Timur yang ditetapkan dalam wilayah Kabupaten Kubu Raya. Dampaknya, sebagian warga di komplek tersebut masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kabupaten Kubu Raya.

IKLANSUMPAHPEMUDA

Menanggapi keputusan itu, puluhan warga RW 023 Komplek SBR 7 melakukan aksi memasang baliho pernyataan sikap di depan gerbang komplek itu, Minggu (12/03/2023). Baliho berwarna putih bertuliskan “Pernyataan Sikap, Kami Warga SBR 7 RW 23 Menolak Dengan Tegas Jika Sebagian Komplek Kami Masuk Dalam Wilayah Kabupaten Kubu Raya Sebagaimana Permendagri Nomor 52 Tahun 2020 dan Kami Siap Untuk Tidak Ikut Berpartisipasi Dalam Pemilu 2024”, dibacakan langsung oleh Ketua RW 023 Jamaludin M Yasin.

Jamaludin M Yasin mengatakan, bahwa warga yang mengikuti aksi ini tidak hanya RT 03, tetapi juga RT 01,02 dan 04 di bawah naungan RW 023.

“Pernyataan sikap ini bahwa kami menolak tegas jika RT 03 yang berada di Komplek SBR 7 ditetapkan dalam wilayah Kubu Raya karena sejak awal menempati komplek ini, seluruh data kependudukan hingga sertifikat tanah bahkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tercatat dalam wilayah Kota Pontianak,” tegasnya.

Kemudian, lanjutnya lagi, apabila RT 03 Komplek SBR 7 tetap masuk dalam DPT Kabupaten Kubu Raya, maka pihaknya bersepakat tidak akan berpartisipasi dalam Pemilu 2024 mendatang.

“Karena selama Pemilu berlangsung sebelumnya, kami melakukan pencoblosan di wilayah Kota Pontianak,” ucap Jamaludin.

Ia menyebut, jumlah warga yang terdampak akibat dikeluarkannya Permendagri Nomor 52/2020 dan ditetapkan dalam DPT Kubu Raya sebanyak 185 pemilih. Sedangkan jumlah keseluruhan warga di RW 023 sebanyak 800 lebih.

“Kami ini dalam satu RW 023 ibarat sebuah keluarga besar, sama-sama membangun lingkungan ini, sehingga jika salah satu dari RT kami menghadapi masalah seperti ini, maka RT-RT yang ada di RW 023 jugu turut memberikan dukungan moril kepada RT yang terdampak seperti aksi yang kami lakukan hari ini,” tuturnya.

Seluruh warga yang terdampak dari permasalahan penentuan batas wilayah ini berpegangan pada historis data kependudukan seperti KTP, KK dan sertifikat kepemilikan tanah yang notabene tercatat dalam wilayah Kota Pontianak sejak awal menempati komplek tersebut.

Apabila aksi yang dilakukan warga tidak mendapat tanggapan atau tindak lanjut untuk penyelesaiannya, baik oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kubu Raya bahkan Gubernur Kalbar, tidak menutup kemungkinan aksi ini tidak hanya berhenti sampai di sini.

Baca Juga :  Pj Sekda Kalbar Hadiri Apel Gelar Pasukan Pengamanan Pemilu 2024

“Selama kami tidak ditetapkan sebagai warga Kota Pontianak, kami akan terus suarakan aspirasi ini,” tandasnya.

Jamaludin menyayangkan sikap Pemkot Pontianak dan Pemkab Kubu Raya yang terkesan seolah-olah menyembunyikan kebijakan ini tanpa adanya sosialisasi atau pemberitahuan resmi, baik secara lisan maupun tertulis.

“Kepada Bapak Wali Kota Pontianak dan Bapak Bupati Kubu Raya serta Bapak Gubernur Kalbar, kami sampaikan bahwa data yang kami pegang ini adalah data yang valid yang dikeluarkan oleh pemerintah juga,” tukasnya.

Sebagaimana informasi yang diketahuinya, kondisi serupa juga dialami sebagian wilayah di Kelurahan Parit Mayor, tetapi wilayah itu sudah dilakukan revisi sehingga tetap berada di wilayah Kota Pontianak.

“Ini yang kami harapkan dengan Bapak Gubernur, Wali Kota dan Bupati untuk menetapkan wilayah kami tetap di Kota Pontianak,” imbuhnya.

Warga SBR 7 memperlihatkan data administrasi kependudukan dan sertifikat tanah serta PBB yang tercatat dalam wilayah Kota Pontianak. (Foto: Jauhari)
Warga SBR 7 memperlihatkan data administrasi kependudukan dan sertifikat tanah serta PBB yang tercatat dalam wilayah Kota Pontianak. (Foto: Jauhari)

Hidayatul Muslimin, Ketua RT 03 RW 23 Komplek SBR 7 menceritakan awal mula timbulnya keresahan warga atas dampak Permendagri Nomor 52/2020. Di mana dirinya baru mengetahui sebagian wilayah yang berada di Komplek SBR 7, khususnya yang berada di RT 03 RW 023, saat datangnya petugas Pantarlih dari KPU Kabupaten Kubu Raya melakukan pencoklitan. Data warga di RT-nya tercatat dalam DPT Kabupaten Kubu Raya. Sedangkan selama ini warga yang dibawahinya tercatat sebagai warga Kota Pontianak yang dibuktikan dengan data kependudukan dan sertifikat kepemilikan tanah tercatat dalam wilayah Kelurahan Saigon Kecamatan Pontianak Timur Kota Pontianak.

“Kami tahu selama ini kehidupan kami secara administratif keseluruhan terdata dalam wilayah Kota Pontianak. Tiba-tiba kami didatangi petugas pencoklitan KPU Kubu Raya, itu awal mulanya timbul keresahan dari kami,” sebut Muslimin panggilan akrabnya.

Hari pertama petugas datang, terus terang awalnya dia sama sekali tidak tahu kalau mereka petugas dari KPU Kubu Raya karena tidak menjelaskan bahwa mereka dari petugas Kubu Raya. Sehingga dirinya mempersilakan petugas itu untuk melaksanakan tugasnya karena dalam pemikirannya mereka adalah petugas KPU Kota Pontianak. Mereka sempat melakukan pencoklitan terhadap 10 KK di komplek ini. Keesokan harinya mereka baru menginformasikan bahwa mereka adalah petugas dari Kabupaten Kubu Raya.

“Akhirnya saya sampaikan perihal ini ke seluruh warga sehingga warga bereaksi keras menolak jika ditetapkan dalam DPT Kubu Raya,” ungkapnya.

Secara tegas ia menyatakan, bahwa dirinya tidak pernah melarang atau menghalangi petugas untuk melaksanakan tugasnya, bahkan petugas didampingi untuk menanyakan langsung ke warga bersangkutan apakah bersedia dicoklit oleh petugas dari KPU Kubu Raya. Waktu itu, anggota KPU Kubu Raya datang ke rumahnya untuk melakukan pencoklitan kembali, ia pun mempersilakan kalau memang ingin memastikan kesediaan warga untuk dicoklit petugas dari KPU Kubu Raya. Petugas dipersilakan menanyakan langsung kepada yang bersangkutan. Petugas mendengar langsung dari pernyataan warga bahwa mereka menolak jika dicoklit oleh petugas dari KPU Kubu Raya.

Baca Juga :  Terima Sabuk Hitam DAN Kehormatan INKAI, Karolin Margret Natasa: Ini Tantangan Bagi Saya

“Itu sudah dilaksanakan, mereka ambil sampel pernyataan warga, bahkan saya persilakan untuk menanyakan langsung ke seluruh rumah warga yang masuk DPT Kubu Raya apakah bersedia dicoklit oleh petugas, kami persilakan,” katanya.

Latar belakang warga melakukan aksi menyampaikan pernyataan sikap ini lantaran sampai hari ini tidak mendapat kejelasan atas permintaan warga untuk tetap berada dalam wilayah Kota Pontianak sebagaimana data kependudukan maupun sertifikat tanah yang dipegang sejak pertama menempati komplek ini.

“Kami memang belum ada upaya melakukan audiensi atau pertemuan ke DPRD untuk menyuarakan aspirasi kami, karena kami tidak ingin ada anggapan ada politisasi di balik aspirasi kami. Aksi ini kami lakukan murni dari keinginan warga yang ada di komplek ini,” sebutnya.

Selaku Ketua RT 03, Muslimin mengatakan bahwa dirinya berdiri di depan bersama RW 023 karena dukungan dari seluruh warga. Bukan hanya kehendak dari satu atau dua orang, tetapi seluruh warga bersatu untuk memperjuangkan aspirasi ini.

“Saya selaku Ketua RT di sini mewakili warga menyampaikan aspirasi ini supaya warga tidak kisruh karena polemik ini,” bebernya.

Setelah aksi ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan RT-RT yang ada untuk menentukan langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Dirinya menyatakan bahwa apapun tindakan atau aksi yang dilakukan warga ini, bukan keinginan segelintir warga melainkan seluruh warga.

“Kami tidak juga ujug-ujug langsung jalan begitu saja, kami juga harus bertanya dengan warga dulu, jadi bukan keputusan RT sendiri,” kata Muslimin.

Dari hasil kesepakatan bersama, masukan-masukan yang disampaikan warga akan menjadi dasar pihaknya untuk bergerak menyampaikan aspirasi warga. Dirinya tidak akan mengambil keputusan sendiri, melainkan keputusan bersama warga karena mereka bergerak secara bersama-sama.

“Memang yang tampak saat ini saya sendiri karena saya simbol dari RT mereka sehingga saya harus tampil paling depan untuk menyuarakan isi hati warga,” tuturnya.

Ia berharap persoalan ini tidak berlarut-larut sehingga warga merasakan ketenangan apabila solusi sudah ditemukan. Keseriusan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat menjadi kunci menyelesaikan polemik yang memberikan dampak sosial bagi masyarakat.

“Kuncinya adalah keseriusan dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah kami karena selama ini hidup kami sudah tenang sebelum keluarnya Permendagri Nomor 52 Tahun 2020,” tutupnya. (Jau)

Comment