Kebijakan Efisiensi Anggaran Negara dan Viralnya Tagar #KaburAjaDulu, Lalu Bagaimana dalam Perspektif Budi Luhur?

KEBIJAKAN efisiensi anggaran negara Indonesia untuktahun 2025 menjadi topik hangat dan memicu berbagai reaksi di masyarakat. Salah satu respons yang paling mencolok adalah munculnya tagar viral di media sosial, yaitu #KaburAjaDulu. Tagar ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap pengelolaan anggaran yang ada, terhadap langkah-langkah penghematan yang dianggap dapat merugikan banyak pihak, terutama kelompok yang paling rentan. Dalam konteks ini, penting untuk merenungkan bagaimana kebijakan ini sejalan dengan nilai-nilai Budi Luhur yang menekankan pada kemanusiaan dan keadilan sosial.

Kementerian Keuangan Indonesia telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengamanatkan efisiensi belanja di seluruh kementerian dan lembaga. Kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya keuangan pemerintah. Namun, ketika masyarakat merasa bahwa kebijakan tersebut tidak berpihak kepada mereka, muncul reaksi negatif seperti tagar “Kabur Aja Dulu”.

PelantikanKepalaDaerah2025

Tagar ini menjadi simbol protes terhadap pengurangan anggaran yang dianggap dapat memperburuk kondisi kehidupan masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada layanan publik. Banyak pengguna media sosial yang mengekspresikan kekhawatiran mereka tentang masa depan pendidikan dan kesehatan, yang merupakan sektor-sektor vital bagi kesejahteraan masyarakat.

Untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya keuangan negara, ada beberapa langkah yang diambil oleh pemerintah dalam kebijakan efisiensi anggaran meliputi pengurangan biaya operasional dengan mengurangi anggaran minimal 50% untuk kebutuhan seperti alat tulis, listrik, dan pemeliharaan gedung.

Baca Juga :  Kolaborasi atau Konfrontasi?

Selain itu, terdapat pembatasan perjalanan dinas yang mengutamakan penggunaan mekanisme daring untuk mengurangi biaya transportasi, diharapkan dapat menghemat anggaran transportasi hingga 30%. Penerapan Work From Anywhere (WFA) juga dilakukan untuk meningkatkan fleksibilitas kerja tanpa mengurangi produktivitas.

Dalam hal prioritas program, pemerintah fokus pada program-program yang memberikan dampak langsung kepada masyarakat, menargetkan pemangkasan anggaran sebesar 10% dari total anggaran belanja kementerian dan lembaga. Dengan total anggaran belanja pemerintah untuk tahun 2025 sekitar Rp 3.000 triliun, pemangkasan anggaran dapat mencapai sekitar Rp 300 triliun.

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran ditingkatkan untuk pengawasan publik, serta dilakukan pengurangan anggaran untuk kegiatan non-prioritas dengan meminimalkan pengeluaran untuk kegiatan yang tidak mendesak atau tidak penting.

Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti petani dan nelayan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa banyak masyarakat merasa tertekan dengan kebijakan penghematan yang diambil pemerintah, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit pasca pandemi COVID-19.

Survei lembaga riset menunjukkan bahwa lebih dari 60% responden merasa bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak memberikan dampak positif bagi kehidupan sehari-hari mereka. Beberapa anggota DPR juga mengingatkan agar efisiensi anggaran tidak mengorbankan kebutuhan dasar rakyat.

Dalam konteks Budi Luhur, yang menekankan pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan. Pertama, keadilan sosial menjadi fokus utama, di mana kebijakan efisiensi harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kelompok masyarakat yang paling rentan.

Baca Juga :  Kisah Sandiaga Uno Gagal Beli Saham Telkomsel, Indosat, dan XL

Pengurangan anggaran di sektor-sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan dapat memperburuk ketidakadilan yang sudah ada. Selanjutnya, partisipasi masyarakat sangat penting, di mana masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait anggaran.

Hal ini akan meningkatkan rasa memiliki dan kepercayaan terhadap pemerintah. Terakhir, etika dalam pengelolaan anggaran harus dijunjung tinggi, dengan memastikan bahwa setiap pengeluaran dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip etika yang kuat, sehingga memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

Untuk itu dalam menghadapi tantangan kebijakan efisiensi anggaran negara, penting bagi pemerintah untuk diimbangi dengan pendekatan yang memperhatikan nilai-nilai Budi Luhur. Kebijakan yang diambil harus mampu menciptakan keseimbangan antara efisiensi dan keadilan sosial.

Dengan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar berpihak kepada mereka, diharapkan tagar “Kabur Aja Dulu” tidak lagi menjadi ungkapan ketidakpuasan, melainkan menjadi dorongan untuk bersama-sama membangun negara yang lebih baik. Kesejahteraan masyarakat harus tetap menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang diambil.

Penulis : Sri Haryanti, S.Ak. (Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Budi Luhur Jakarta)

Comment